Jakarta – Laporan terhadap Ketua KPK Firli Bahuri ke Dewan Pengawas KPK oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait dugaan pelanggaran kode etik kurang tepat.
Adapun dugaan pelanggaran kode etik yang dilaporkan berdasarkan Perdewas No 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik & Pedoman Perilaku KPK Point 1 No. 27 tentang Integritas yang bunyinya “Tidak menunjukkan gaya hidup Hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama insan komisi.”
Ali Lubis SH selaku Praktisi Hukum menjelaskan secara jelas, Jika Firli Bahuri hanya mengambil cuti 1 hari untuk keperluan pulang kampung.
“Artinya tidak boleh kembali dari cuti melebihi waktu 1×24 Jam,” jelas Ali Lubis melalui rilis yang diterima redaksi pada Sabtu (27/6/2020).
Ali menambahkan, penggunaan helikopter merupakan bagian dari komitmen ketua KPK dalam rangka menghemat waktu agar efisien di dalam perjalanan, karena banyaknya agenda yang dilakukan di tempat tujuan salah satunya berziarah ke makam orang tua.
“Selain efiensi waktu perjalanan, penggunaan helikopter merupakan bentuk proteksi diri atau pengamanan. Karena sebagai Ketua KPK tentunya keselamatan dan keamanan Firli Bahuri haruslah dijaga, karena tidak ada jaminan selama melakukan perjalanan darat tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikannya,” tambahnya.
Sebagaimana pengalaman yang lalu, pada tahun 2019 ketika salah satu Wakil Ketua KPK Laode Syarif pernah mengalami kejadian teror berupa pelemparan bom molotov kerumahnya.
“Sehingga belajar dari hal ini lah, Penggunaan helikopter dalam melakukan perjalanannya Ketua KPK tidak dapat dikatagorikan sebagai bentuk gaya hidup hedonisme,” tegas Ali Lubis.
So, adapun laporan dugaan pelanggaran kode etik melakukan gaya hidup mewah kepada Firli Bahuri kurang tepat, karena menggunakan helikopter bukan merupakan bentuk gaya hidup seperti makan di tempat mewah & mahal, liburan ke luar negeri serta memakai barang-barang mahal dalam kehidupan sehari-hari.