Jakarta – Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron keberatan atas hasil temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait adanya maladministrasi dalam proses peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai melanggar wewenang lembaga.
Ditegaskan Ghufron, pendapat ORI yang menyatakan telah terjadi maladministrasi berupa tidak kompetennya Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dalam melaksanakan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bertentangan dengan hukum dan bukti.
“Bagaimana lembaga yang didirikan oleh negara berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil dianggap tidak kompeten. Sudah jelas pada Pasal 48 Negara menyatakan BKN Bertugas mengendalikan seleksi calon Pegawai ASN, membina dan menyelenggrakan penilaian kompetensi serta mengevaluasi pelaksanaan kinerja pegawai ASN oleh instansi pemerintah”, tegas Nurul Ghufron dalam diskusi publik bertajuk ‘Membedah Dinamika KPK; Perspektif Hukum dan Ketatanegaraan’ yang diselenggarakan Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Jumat (13/8/2021).
Lanjut Ghufron, dalam pelaksanaanya satu bukti ketidakpotensiannya merekut banyak orang.
“BKN itu sangat profesional, bahwa yang di asesment itu banyak kemudian merekrut orang lain itu menunjukkan profesionalnya dalam tanggungjawab da kecermatan. Kalau BKN dianggap tidak kompeten dalam menetapkan assesment pegawai KPK, terus kesiapa? Ke ORI? “, ungkapnya.
Menyinggung pelaksanaan asesmen TWK, Ghufron menegaskan tindakan korektif yang direkomendasikan Ombudsman RI tidak memiliki hubungan sebab akibat bahkan bertentangan dengan kesimpulan dan temuan LHAP.
“ORI melanggar konstitusi dan melampui wewenangnya, karena memeriksa objek perkara yang merupakan wewenang kompetensi absolut dari Mahkamah Agung yaitu memeriksa prosedur ketentuan pasal dan perundang-undangan. Temuan ORI tidak logis (causalitas verband) karena antara temuan dan tindakan korektif tidak berkolerasi”,pungkasnya.
Senada juga di ungkapkan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Prof Romli Atmasasmita mengkritik hasil temuan ORI terkait adanya maladministrasi dalam proses peralihan status pegawai KPK.
Ia menilai menilai hal itu melanggar wewenang lembaga dan dia menyarankan adanya teguran kepada ORI dan menyarankan Presiden tidak perlu menjalankan isi rekomendasi Ombudsman RI.
“Ombudsman RI tidak ada kewenangan, maka tidak ada gunanya harus diikuti rekomendasinya, Karena legal standingnya pun tidak ada,” kritik Prof Romli
Sementara itu, Guru Besar Universitas Gadjahmada, Prof Nurhasan, hasil temuan Ombudsman RI, tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi pelaksanaan hasil seleksi alih status pegawai KPK.
Menurutnya lembaga yang seharusnya berhak mengawasi hasil asesmen tes TWK adalah Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
“Ombudsman RI tidak punya wewenang mengawasi pelaksanaan hasil asesmen tes TWK, melainkan Komisi ASN lah yang berhak berwenang mengawasi weleksi tes ASN itu. Asesmen itu sudah dilaksanakan oleh lembaga kompeten, seperti BKN, nah kalau tidak sanggup boleh melaksanakan dengan lembaga lain,” terangnya.
Argumen senada juga disampaikan Guru Besar Universitas Pancasila, Prof Agus Surono, yang menyebut tidak ada kewajiban untuk melaksanakan rekomendasi Ombudsman RI.