
JAKARTA — Pandemi COVID-19 yang menyebar ke seluruh dunia memaksa negara-negara di dunia bergerak cepat untuk meredam lonjakan infeksi kasus.
Berdasarkan data Johns Hopkins University & Medicine per Selasa (24/3/2020) pukul 16.08 WIB, jumlah kasus yang terkonfirmasi sebanyak 382.644, dengan jumlah kematian mencapai 16.587 secara global.
Dari jumlah tersebut, China menjadi negara dengan kasus positif COVID-19 terbanyak yakni 81.558. Menyusul Italia dengan 63.927, AS 46.450, Spanyol 35.212, dan Jerman dengan 29.056.
Episentrum virus corona yang semula berpusat di Wuhan, Provinsi Hubei, China, mulai bergerak ke Eropa sehingga memaksa sejumlah negara di Eropa memberlakukan lockdown. Italia, Prancis, Spanyol, Jerman, dan Prancis adalah beberapa negara yang terdampak cukup keras di Benua Biru.
Sebagai gambaran, setidaknya pengalaman China yang telah bergulat menghadapi pandemi virus corona sejak akhir tahun lalu bisa menjadi pelajaran bagi negara-negara lainnya. Kota Wuhan merupakan wilayah pertama di China dan di dunia yang melaporkan kasus infeksi pertama akibat virus corona pada 31 Desember 2019.
Setelah sempat dituduh tidak transparan dalam menginformasikan keadaan sebenarnya di Wuhan, Pemerintah China akhirnya memutuskan untuk menutup akses masuk dan keluar (lockdown) di kota itu pada 23 Januari 2020. Penutupan tersebut kemudian meluas ke tingkat provinsi seiring dengan terus meningkatnya jumlah kasus di kawasan itu.
Upaya China untuk meredam lonjakan infeksi COVID-19 juga ditunjukkan dengan komitmennya yang membangun rumah sakit darurat hanya dalam waktu kurang dari 2 pekan di Provinsi Hubei.
Rumah sakit yang mampu menampung hingga 1.000 pasien ini terdiri dari dua lantai yang dilengkapi beberapa ruangan isolasi dan 30 ruangan Intensive Care Unit (ICU). Pembangunan rumah sakit darurat tersebut merupakan jalan keluar untuk menangani membeludaknya jumlah pasien di wilayah itu.
Untuk menanggulangi situasi ini, China juga mengalokasikan anggaran hingga 71,85 miliar yuan atau setara dengan US$10,26 miliar. Kementerian Keuangan China menyatakan anggaran ini akan digunakan untuk meningkatkan kemampuan diagnosis dan perawatan pasien.
Lainnya, Italia sebagai negara pertama di Eropa yang melaporkan lonjakan kasus secara signifikan, akhirnya menerapkan lockdown sejak 9 Maret 2020. Pemerintah mengucurkan paket stimulus senilai 25 miliar euro yang digunakan untuk mencegah pemutusan hubungan kerja sampai insentif uang tunai bagi warganya.
Sekitar 3,5 miliar euro khusus dialokasikan untuk memperkuat sistem kesehatan di negara itu.
Tak hanya itu, Uni Eropa (UE) meluncurkan Response Investment Initiative yang bernilai US$37 miliar untuk mendukung sistem kesehatan di kawasan ini. Selain itu, insentif tersebut juga ditujukan untuk menjaga iklim bisnis dan mendukung Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang terkena dampak virus corona
Insentif UE kepada para anggotanya tidak bisa dianggap sepele karena sejumlah negara di Eropa telah menjadi episentrum penyebaran COVID-19. Selain Italia, Spanyol dan Prancis juga dilaporkan telah melakukan lockdown.
Kegagapan dalam menghadapi pandemi COVID-19 tak hanya dialami negara-negara maju di Eropa, tetapi juga dirasakan Amerika Serikat (AS). Setelah mengklaim bahwa virus corona tidak akan berdampak signifikan terhadap Negeri Paman Sam, Gedung Putih akhirnya mengucurkan pembiayaan hingga US$8,3 miliar pada 4 Maret 2020.
Dari total dana tersebut, sekitar US$3 miliar akan disalurkan untuk keperluan riset serta pengembangan vaksin dan US$800 juta digunakan untuk perawatan pasien.
Selain itu, lebih dari US$2 miliar dialokasikan untuk Centers for Disease Control and Prevention (CDC), US$61 juta dianggarkan untuk US Food and Drug Administration (US FDA), dan US$1 miliar untuk US Agency for International Development.
Pemerintah AS juga menganggarkan lebih dari US$1 miliar untuk penanganan kesehatan di negara-negara bagiannya dan sekitar US$500 juta dialokasikan untuk institusi kesehatan.
Di Asia, Jepang dan Korea Selatan (Korsel) sempat menjadi beberapa negara yang mencatatkan jumlah kasus terbesar setelah China. Pemerintah Jepang mengalokasikan anggaran senilai US$4 miliar untuk menggenjot produksi masker dan mencegah penyebaran virus di panti jompo.
Adapun Korsel menganggarkan sekitar 2,3 triliun won untuk institusi medis sebagai langkah untuk menanggulangi penyebaran virus corona. Meski negara ini harus menghadapi lonjakan kasus infeksi cukup signifikan akibat insiden Gereja Shincheonji di Daegu, Negeri Ginseng mendapatkan banyak pujian karena dianggap berhasil menekan angka kasus infeksi baru.
Kunci keberhasilan Korsel berasal dari kemampuan negara ini melakukan tes cepat untuk mendeteksi COVID-19. Laporan yang dirilis The Wall Street Journal menyatakan Korsel setidaknya telah melakukan tes cepat terhadap lebih dari 20.000 orang per hari di 633 posko kesehatan secara nasional.
“Tes, tes, tes. Kamu tidak bisa berperang melawan virus ini dengan menutup mata,” tegas Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers, Senin (16/3/2020).
Sementara itu, di Indonesia, pemerintah harus berpacu dengan waktu menangani lonjakan signifikan kasus baru. Setelah sekitar satu bulan mengklaim Indonesia belum menemukan kasus infeksi virus corona, Indonesia akhirnya mengumumkan kasus 1 dan 2 pada Senin (2/3).
Sejumlah fasilitas fiskal dan non fiskal langsung diluncurkan untuk mengantisipasi dampak ekonomi akibat wabah ini. Namun, ketika jumlah kasus yang terdeteksi melonjak cukup cepat, minimnya tes, dan banyaknya korban dari kalangan medis, pemerintah akhirnya bergerak untuk memperkuat penanganan terhadap pasien COVID-19.
Fasilitas pengetesan COVID-19 pun diperluas lewat upaya pemerintah menggandeng sejumlah laboratorium untuk mempercepat tes virus corona, antara lain Laboratorium Penyakit Menular Universitas Airlangga (Unair), Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Laboratorium Universitas Indonesia (UI), dan Balai Besar Kesehatan Lingkungan.
Pemerintah pun menyulap Wisma Atlet sebagai rumah sakit darurat untuk mengatasi jumlah pasien yang terus bertambah. Selain Wisma Atlet, pemerintah tengah menyelesaikan pengerjaan rumah sakit dan tempat karantina dan observasi penyakit menular di Pulau Galang, Batam.
Jika mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, pemerintah menjelaskan sumber pendanaan yang digunakan untuk menangani pandemi ini berasal dari anggaran Kementerian dan Lembaga (K/L), termasuk yang bersumber dari refocusing kegiatan dan realokasi anggaran K/L.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyatakan pihaknya sudah mengidentifikasi dana sebesar Rp62,3 triliun yang bisa direalokasi untuk penanggulangan Covid-19.
Lebih lanjut, terdapat dana APBD sebesar Rp56 triliun-Rp59 triliun yang dapat direalokasikan oleh pemerintah daerah untuk penanganan COVID-19.
Penyaluran dana desa bagi desa terdampak COVID-19 juga akan diubah mekanismenya. Untuk diketahui, APBN 2020 menganggarkan dana desa sebesar Rp72 triliun.
Sumber: bisnis.com