Jakarta — Seleksi calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memasuki tahap fit and proper test di Komisi XI DPR. Proses seleksi calon anggota badan audit negara tersebut disorot banyak kalangan, tak terkecuali Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII).
Pada Rabu (8/9/21) ini, salah satu calon Anggota BPK yang tidak memenuhi syarat formal (TMS) telah mengikuti fit and proper test, yaitu Nyoman Adhi Suryadnyana.
Daud A Gerung Ketua PB PMII 2021-2024 Bidang Politik, Hukum dan HAM menilai bahwa sosok ini sejak awal disorot publik lantaran tidak memenuhi syarat sesuai Pasal 13 huruf j UU 15/2006, karena belum dua tahun meninggalkan jabatan selaku pejabat di lingkungan keuangan negara.
“Kita tidak boleh permisif terhadap pelanggaran undang-undang, apalagi itu dilakukan oleh DPR yang notabene salah satu pembentuk UU. Akrobat politik meloloskan dua nama yang tidak memenuhi syarat (TMS) dalam uji kepatutan dan kelayakan merupakan tindakan pelanggaran keras terhadap ketentuan undang-undang,” tegas Daud kepada wartawan di Jakarta (8/9/2021).
Daud menuturkan, fungsi kontrol mahasiswa dalam pemilihan pejabat tinggi negara, dalam hal ini pejabat BPK, perlu dilakukan karena BPK adalah lembaga negara yang sangat penting kedudukannya di negara ini.
“Jangan dicemari oleh akrobat politik yang melanggar ketentuan. BPK perlu dijaga martabat dan marwahnya. Jika salah satu calon Anggota BPK TMS terpilih, ini sama artinya cacat formal karena tidak sesuai UU. Potensi digugat sangat tinggi,” sambungnya.
Setelah mempelajari dan mengamati proses seleksi calon Anggota BPK TI, PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM mencatat hal-hal sebagai berikut:
- Komisi XI DPR telah menabrak ketentuan perundang-undangan dalam seleksi Anggota BPK, yaitu UU 15/2006 tentang BPK Pasal 13 huruf j. Karena telah meloloskan Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana yang mana tidak memenuhi persyaratan karena belum dua tahun meninggalkan jabatan selaku pejabat pengelola keuangan negara.
- Komisi XI DPR tidak menghormati pertimbangan DPD yang menyatakan bahwa dua nama tidak memenuhi syarat sebagaimana ketentuan Pasal 14 huruf J UU 15/2006 tentang BPK.
- Komisi XI DPR tidak menghiraukan Fatwa Mahkamah Agung yang notabene diminta sendiri oleh Komisi XI. Fatwa Mahkamah Agung menyatakan bahwa calon Anggota BPK harus memenuhi syarat sebagaimana ketentuan UU 15/2006 tentang BPK dalam hal ini Pasal 13 huruf j.
- Komisi XI DPR tidak menghargai pendapat para pakar hukum tata negara. Para pakar hukum kompak menyatakan pandangan bahwa seorang calon Anggota BPK harus memenuhi semua syarat yang ditentukan UU BPK. Apabila salah satu syarat saja tidak dipenuhi, maka otomatis gugur demi hukum.
- Komisi XI abai terhadap suara publik yang mendesak agar pemilihan Anggota BPK sesuai dengan konstitusi.
Lebih lanjut, Daud menilai apa yang dilakukan Komisi XI merupakan tindakan yang mengakali konstitusi “Isu pelanggaran ketentuan ini sudah menjadi isu publik. Kami sudah mengingatkan tetapi dihiraukan. Siapa menanam dia akan memanen,” sambungnya.
Dengan adanya manuver meloloskan calon bermasalah, Daud menyarankan Presiden Joko Widodo untuk tidak menandatangani Keppress apabila calon TMS benar-benar terpilih. “Bisa menjadi jebakan kepada Bapak Presiden ini nanti,” pungkas Daud.