Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan tersangka mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan “Quay Container Crane” (QCC) di PT Pelindo II pada Desember 2015.
KPK mengakui proses penyidikan kasus ini cukup lama. Butuh waktu 5 tahun lebih karena terkendala soal perhitungan kerugian keuangan negara.
“Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan tersangka selama 20 hari terhitung sejak tanggal 26 Maret 2021 sampai dengan 13 April 2021 di Rutan Rumah Tahanan Negara Klas I Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, di Gedung Merah Putih, di Jakarta, pada Jumat (26/3/2021).
ia menjelaskan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menuntut tetap ada dokumen atau data yang dibutuhkan dalam penghitungan kerugian negara.
“Di sisi lain, penyidik kesulitan mendapatkan harga QCC atau setidaknya harga pembanding, misalnya HDHM menjual ke negara lain itu bisa dibandingkan sehingga itu bisa menjadi dasar perhitungan negara,” ujarnya.
KPK, tetap minta BPK menghitung kerugian negara dan hasilnya disampaikan bahwa BPK mendapatkan penghitungan kerugian negara dalam hal pemeliharaan QCC.
“Sedangkan alatnya sendiri penghitungan kerugian negara, BPK tidak bisa melakukan penghitungan karena ketiadaan dokumen atau data pembanding,” ungkap dia.
Ia pun menyatakan KPK menggunakan ahli dari ITB untuk menghitung Harga Pokok Produksi (HPP) dari QCC tersebut di kasus yang menyeret RJ Lino.
“Memang dalam menghitung kerugian dalam akuntansi itu ada yang disebut “histories cost”. Itu biasanya didukung dengan data dan dokumen berapa biaya yang dikeluarkan untuk membelikan alat tersebut, termasuk harga pembanding. Ada juga metode lain, yaitu menghitung “replacement cost”. Kira-kira berapa biaya yang dikeluarkan kalau alat itu diproduksi sendiri, kami menggunakan metode itu dengan meminta bantuan dari ahli ITB untuk merekonstruksi alat QCC itu seandainya dibuat, harga pokoknya berapa,” tuturnya.
RJ Lino beberapa kali dipanggil KPK, baik sebagai saksi maupun tersangka. Sebelum pemanggilannya pada Jumat (26/3) ini, RJ Lino terakhir kali diperiksa penyidik pada 23 Januari 2020. Ketika itu, ia diperiksa sekitar 12 jam.
RJ Lino diduga menyalahgunakan wewenangnya saat menjadi Dirut Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan/atau korporasi dengan memerintahkan penunjukan langsung perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery sebagai pelaksana proyek pengadaan QCC.
Proyek pengadaan itu bernilai sekitar Rp 100 miliar untuk pengadaan QCC di tiga lokasi, yakni Palembang, Pontianak, dan Lampung.
Atas perbuatannya, RJ Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.