Jakarta – Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Provinsi DKI Jakarta mencatat sebanyak 162.416 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan tanpa menerima upah atau unpaid leave oleh perusahaan selama pandemi Corona.
“Jumlah orang yang di PHK dan dirumahkan itu berasal dari 18.045 perusahaan,” ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah kepada dikutip dari tempo pada Minggu malam, 5 April 2020.
Andri menyebutkan, sebanyak 132.279 orang di antaranya dirumahkan tanpa menerima upah oleh 14.697 perusahaan. Sedangkan 30.137 orang di PHK oleh 3.348 perusahaan. Menurut dia, data tersebut merupakan rekapitulasi laporan para pekerja yang melapor ke Dinas hingga 4 April 2020.
Pekerja yang terdampak Corona, kata dia, bisa melapor melalui laman bit.ly/pendataanpekerjaterdampakcovid19 atau email ke disnakertrans@jakarta.coid. Batas akhir pendaftaran bagi para pekerja di Jakarta yang di PHK dan dirumahkan tanpa upah adalah 4 April 2020.
Sehubungan dengan dampak pandemi Corona, Pemerintah DKI Jakarta melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi telah mengeluarkan kebijakan percepatan dan perluasan implementasi program Kartu Prakerja melalui pelatihan keterampilan kerja dan insentif bagi pekerja.
Insentif diberikan kepada mereka yang di PHK dan atau dirumahkan tanpa menerima upah. Data yang dihimpun DKI tersebut akan disampaikan ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.
Sementara menurut ekonom Suroto apabila wabah penyakit ini tak tertangani dengan baik bakal menjadi masalah sosial, yakni jumlah pengguran akan bertambah.
Dalam situasi seperti ini, kata dia, orang menjadi takut tertular. Masyarakat akan mengurangi aktivitas dan bahkan mengunci diri. Alhasil, aktivitas ekonomi menjadi berkurang atau bahkan stuck dan aktivitas tertier atau tidak penting ditiadakan.
“Mereka menjadi rentan karena selama ini usahanya juga bersifat subsisten atau cukup hanya untuk bertahan hidup dengan penghasilan hari ini habis untuk hari ini juga. Tidak memiliki tabungan atau harta benda yang berarti untuk digadaikan atau yang lainnya,” ujar dia kepada Fajar Indonesia Network (FIN)
Kelompok rentan, Suroto menjelaskan yang tidak memiliki uang yang cukup untuk dibelanjakan, tidak memiliki persediaan makanan yang cukup dan tidak memiliki perlindungan sosial maupun kesehatan yang memadai.
”Jadi Keselamatan mereka tidak hanya menjadi paling mudah terancam wabah penyakit, tapi juga terancam hidupnya karena kesulitan mencari sumber pendapatan,” papar dia.
Dia menyebutkan, di Indonesia kelompok rentan ini dominan. Adapun pengangguran terbuka sebanyak 5 persen atau 6,8 juta orang dari 136 juta angkatan kerja. Usaha mikro sebanyak 99,2 persen atau 63 juta jumlah pelaku usaha. Pekerja informal jumlahnya adalah sebanyak 74 juta orang atau 71 persen dari jumlah tenaga kerja kita. Buruh tani jumlahnya adalah 74 persen dari jumlah petani kita sebanyak 35 juta orang.
“Sementara yang kita tahu bahwa kondisi sosial ekonomi Indonesia saat ini dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan dan dapat mengancam keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan untuk menuju kondisi chaos sudah mendapatkan bahan bakarnya yang terbaik,” tutur dia.