Jakarta – Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 1 september 2021 yang menyatakan tidak menerima permohonan pembentukan panitia pemilihan Badan Perwakilan Anggota (BPA) AJB Bumiputera 1912 dikembalikan kewenangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bukan ditetapkan Pemegang Polis (Pempol).
Penanganan nasib AJB Bumiputera 1912 yang dalamkeadaan ketidakpastian, sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK mempunyai wewenang menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan serta melakukan penunjukan dan menetapkan penggunaan pengelola statuter sesuai ketentuan POJK No. 41/POJK.05/2015 Cara Penetapan Pengelola Statuter Pada Lembaga Jasa Keuangan.
Pengamat asuransi Diding S. Anwar mengungkapkan, langkah pertama pembenahan dan penyelamatan AJB Bumiputera 1912 saat ini wajib dimulai dari legal aspek.
“Semua berharap menyelesaikan masalah tanpa melahirkan masalah”, ungkap Diding pada Rabu (8/9/2021).
Diding menjelaskan, dalam kasus AJB Bumiputera 191 sesuai ketentuan dalam Pasal 2 Ayat (4) POJK No. 41/POJK.05/2015 Cara Penetapan Pengelola Statuter Pada Lembaga Jasa Keuangan, OJK dapat melakukan penunjukan dan menetapkan penggunaan Pengelola Statuter untuk mengambil alih seluruh wewenang dan fungsi Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah Lembaga Jasa Keuangan.
“POJK ini diterbitkan sendiri oleh OJK dan yang melaksanakannya juga nggak ada yang lain selain OJK. Sebenarnya bagus untuk solusi bila di Indusrti jasa keuangan ada perusahaan yang perlu pertolongan emergency”, jelasnya.
Ia menegaskan, untuk apa POJK No. 41/POJK.05/2015 Ttg Tata Cara Penetapan kalua OJK sendiri justru melempar masalah ini kepada perusahaan yang sedang dalam keadaan ketidakpastian (Pempol).
“Kalau hanya jadi pajangan, ini masalah, akan membingungkan Industri dan masyarakat juga pejabat pelaksana OJKnya sendiri, bila diabaikan atau tidak dijadikan pedoman baiknya dicabut saja, agar tidak banyak aturan yang mubazir”, ungkapnya.
Ia mengingatkan pentingnya OJK segera membentuk Pengelola Statuter (PS) karena kondisi Bumiputera yang mendesak. Ia menilai kekosongan Direksi & Komisaris AJB Bumiputera 1912 ibarat pasien sudah masuk di ICU yang mengidap penyakit kronis dan akut.
“De facto AJB Bumiputera 1912 sedang tidak Normal, yaitu Vacuum of Power. Organ Perusahaan (BPA) sebagai Lembaga tertinggi kosong dari harusnya 11 Orang / Dapil. Sementara Pengurus (BoD) hanya 1 orang Direktur, seharusnya minimal 3 Orang dan harus ada Dirut, BoC hanya 2 orang Kominde seharusnya minimal 3 Orang dan harus ada Komut”, imbuh Diding.
Dalam keadaan tidak normal khususnya Organ yang Vacuum, di Aggaran Dasar AJB Bumiputera 1912 tidak terlihat diatur bila Organ Perusahaan Vacuum of Power.
“Lantas dalam keadaan tidak normal ini siapa yang berkompeten dan berwenang ?”, pungkasnya.