
Guru Besar Sosilogi Agama,UIN Sunan Gunung Djati Bandung Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si
BANDUNG – Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si menjelaskan Ramadhan adalah ibadah puasa, jadi patutlah bagi kita tetap melaksanakan pesan moral dengan baik, sebagai nilai ramadhan di hadapan Allah Swt. Shaum kita, ibadah amaliah kita harus menjadi solusi wabah korona.
“Pesan moral shaum ini bila dilaksanakan akan memutus mata rantai penyebaran wabah corona. Mudah-mudahan amaliah ramadhan ini bernilai pahala di sisi Allah Swt. Intinya, saya mengucapkan terima kasih dan mengajak kepada para pimpinan UIN Sunan Gunung Djati Bandung agar tetap melaksanakan tugas. Meskipun dalam suasan ramadhan dan keterbatasan penyebaran wabah corona saat ini,” ungkapnya Rektor pada acara Zikir dan Doa Bersama melalui telekonferensi aplikasi zoom dan disiarkan secara langsung pada kanal Youtube Humas al-Jamiah UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Kamis (23/04/2020).
Sementara itu, Guru Besar Sosilogi Agama, Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si, saat menyampaikan tausiah, suasana Ramadhan besok akan menjadi luar biasa, bagaimana masyarakat beragama menyikapi kehidupan di tengah penyebaran pandemi Covid-19.
“Saya melihatnya dari aspek keagamaan atau masyarakat beragama karena itu bidang studi saya, dunianya realitas, bukan ideal. Insya Allah Ramadhan besok akan mengalami suasana ibadah Ramadhan yang berbeda. Selama saya hidup 68 tahun baru mengalami ini, tidak pergi ke masjid luar biasa, bukan ibadahnya yang dilarang, tapi kedekatan kita, kontak sosial, kontak fisik yang menyebabkan penyebaran Covid-19. Salah satunya menjaga jarak,” tandasnya.
Menurutnya, penyebaran pandemi virus korona ini “mengakibatkan insitusi-insitusi kebanggaan manusia itu semuanya off, kekuasanan, politik lemah, ekonomi dan kekayaan lumpuh, pangeran Charles, orang yang terjaga kena, negara Adidaya, Amerika, China kena. Cuma yang saya perhatikan kenapa semua agama kena. Perayaan Paskah dihadiri 2 orang, 3 orang dengan pengantar, Mekah yang sering dikunjungi kosong, karena lockdown. Hindu, Budha, Konghucu semuanya kena. Pertanyaannya, ketika dunia sekuler kena. Kenapa orang beragama mengalami yang sama. Padahal sangat dekat dengan Tuhan,” jelasnya.
Dalam pandangan Gordon W Allport, psikolog, membagi dua macam cara beragama: ekstrinsik dan intrinsik.
“Ekstrinsik keberagamaan yang formalitas, bukan untuk mendekatkan kepada Tuhan, tapi hanya sebatas ritual, bertemu dengan teman-teman bisnis di Gereja yang hanya bertujuan dunia, ekonomi. Kita kehilangan ruhaniyah, kesadaran, internalisasi nilai-nilai dalam kehidupan keberagamaan, sehingga menjadi sangat lemah. Padahal yang diutamakan kata Rasulullah adalah akhlak, moral,” ungkapnya.
Diakuinya, banyaknya orang yang menjadikan agama sebagai formalitas atau hanya untuk ritual semata.
“Kita harus bertanya dan introspeksi, apakah ibadah kita benar-benar ikhlas karena Allah atau hanya kepentingan duniawi saja, apakah benar jutaan orang melakukan ibadah haji, rame-rame orang datang ke masjid dan lainnya untuk niat ukhrawi? Mungkin saja banyak diantara kita yang sudah kehilangan ruh beribadah. Apakah kita dalam beragama itu sudah meresap seperti yang diinginkan Nabi atau belum?” jelasnya.
Oleh karenanya, yang diinginkan Gordon W Allport itu sikap intrinsik, keberagamaan yang subtansial, tidak formatistik.
“Sebagaimana dikatakan Pak Rektor tadi, puasa adalah ibadah yang menuntut keikhlasan, tidak memerlukan saksi manusia, berbeda dengan ibadah lainnya seperti shalat dan zakat yang kelihatan, puasa menuntut kejujuran karena tidak ada yang tahu kita benar-benar sedang puasa atau tidak.
Kehadiran shaum harus jadi inside control. Semoga dengan berpuasa, kita bisa introspeksi bersama, memperbaiki sikap keberagamaan bagi kita supaya beragama secara intrinsik, agar ibadah lebih substansial, bukan hanya formalitas, cukup tanyalah hatimu, tanya hati kita masing-masing dan selalu perbaiki akhlak kita, moral, akhlak yang dirahmati, dimiliki, bukan kesenangan duniawi,” pesannya.
Mengenai acara zikir dan doa bersama ini Dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Dr. Setia Gumilar, M.Si menuturkan
“Saya mengapresiasi gagasan Rektor UIN Bandung untuk melaksanakan zikir dan doa menjelang bulan Ramadhan sekaligus memberikan energi dalam menghadapi wabah covid 19 ini. Mudah-mudahan acara ini bukan hanya seremonial semata, tapi bisa diambil manfaatnya bagi seluruh civitas akademika, terutama dalam melaksanakan tugasnya sebagai ASN, yaitu menjadi pegawai yang siap dalam berbagai keadaan untuk melakukan pelayanan terbaik kepada masyarakat,” jelasnya.
Dengan zikir dan doa bersama yang dilakukan melalui teleconference ini tetap menjadi tambahan kekuatan bagi seluruh civitas akademika UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam melakukan tugasnya sebagai ASN maupun sebagai masyarakat di dalam kehidupan masing-masing.
“Saya ucapkan terima kasih kepada Pak Rektor yang telah memotivasi dan mengingatkan kami untuk senantiasa menyikapi berbagai persoalan yang dihadapi dengan cara mendekatkan diri kepada Allah. Mudah-mudahan zikir dan doa ini menjadi energi bagi kita dalam melakukan tugas kehidupan di dunia ini,” pungkasnya.