
Di tengah transformasi BUMN yang terus bergulir, wacana konsolidasi perusahaan asuransi milik negara oleh Danantara kembali mengemuka. Tujuannya mulia: memperkuat daya saing dan efisiensi industri yang masih tersebar dalam entitas kecil, tumpang tindih model bisnis, dan belum cukup kompetitif.
Namun, perlu diingat, efisiensi bukan segalanya. Dalam sektor asuransi, negara punya peran yang jauh lebih besar: memastikan perlindungan menyeluruh dan adil bagi seluruh rakyat. Di sinilah pentingnya menyusun struktur asuransi BUMN secara proporsional, realistis, dan tetap berpihak pada keadilan sosial.
Idealnya, Indonesia cukup memiliki tiga pilar asuransi BUMN:
1. Asuransi Umum (General Insurance)
Pilar ini meliputi asuransi kerugian seperti kendaraan, properti, tanggung gugat, dan asuransi kredit. Konsolidasi dalam satu holding General Insurance BUMN akan menguatkan dukungan terhadap sektor riil, termasuk pembiayaan UMKM dan infrastruktur.
2. Asuransi Jiwa (Life Insurance)
Menyediakan perlindungan jiwa, dana pensiun, dan endowment. Penggabungan IFG Life, Jiwasraya, dan sejenisnya dalam satu entitas akan meningkatkan kepercayaan publik serta membuka akses proteksi jangka panjang bagi masyarakat luas.
3. Asuransi Sosial/Wajib (Social Insurance)
Inilah peran yang tak boleh terganggu. Jasa Raharja sebagai pelaksana amanat UU No. 33 & 34 Tahun 1964, bukanlah entitas komersial biasa. Ia adalah wajah negara yang hadir saat masyarakat tertimpa musibah kecelakaan. Prosedur cepat, dan santunan manusiawi, itulah roh layanan sosial yang tidak boleh hilang.
Apalagi kini, sesuai amanat UU P2SK (2023), peran Jasa Raharja justru perlu diperluas untuk menjamin kerugian pihak ketiga (Compulsory Third Party Liability/CTPL) Bodily Injuri maupun Property Damage, sebagaimana praktik di banyak negara maju.
Oleh karena itu, penting untuk menghindari pendekatan “satu ukuran untuk semua” dalam konsolidasi. Entitas dengan mandat sosial harus tetap berdiri sendiri dan diperkuat perannya. Sementara dua pilar komersial (General dan Life) dapat dikonsolidasikan untuk efisiensi, sinergi teknologi, dan literasi asuransi yang lebih luas.
Potensi pasar asuransi Indonesia masih sangat besar, penetrasi baru sekitar 3,5% dari PDB. Konsolidasi harus menjadi alat perluasan akses, bukan sekadar efisiensi neraca.
Karena di atas efisiensi, ada misi keadilan. Di balik angka keuangan, ada wajah rakyat yang menanti perlindungan yang cepat, adil, dan bermartabat.
Mari kita bangun industri asuransi BUMN yang sehat, kuat, dan manusiawi, bukan hanya menjaga aset, tetapi juga menjaga harapan.
Fastabiqul khairat.
Aamiin Ya Rabbal Alamin.
Diding S.Anwar
Ketua Komite Tetap Perasuransian, Penjaminan, Dana Pensiun KADIN INDONESIA Bidang Fiskal, Moneter, Industri Keuangan (FMIK).
22062025🙏🤲