Bandung – Peran dosen di Perguruan Tinggi harus merujuk pada tiga amanat pendidik pembentukan bangsa, yaitu: melindungi seluruh tumpah darah dan tanah air; meningkatkan kesejahteraan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pengelolaan harus dimulai dari diri pribadi karena harapan masa depan bangsa terletak pada pendidikan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Prof.Dr. Uman Suherman AS., M.Pd, Guru Besar FIP Universitas Pendidikan Indonesia, dan Kepala LLDIKTI 4 Jabar dan Banten dalam acara Workshop Pedagogik yang diselenggarakan oleh Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN Sunan Gunung Djati Bandung bertajuk “Manajemen Pengelolaan Kelas dan Merancang Pemahaman Mahasiswa” melalui telekonferensi aplikasi zoom dan disiarkan secara langsung pada kanal Youtube, Rabu (29/07/2020).
Seorang dosen harus memahami terlebih dahulu tujuan pendidikan. Paling tidak ada dua hal yg perlu disikapi oleh dosen, yaitu: menentukan nasib anak didik, dan menentukan nasib diri sendiri. “Karena hal inilah dosen harus menerapkan tridarma pendidikan. Utamakan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, perhatikan jabatan akademik dosen, dan memaksimalkan produktifitas. Mengapa hal ini penting? Karena seorang pendidik bukan hanya transfer of knowledge, tetapi juga transfer of culture. Hal inilah yang menetukan Learning Outcome,” tegasnya.
Standar Kompetisi Dosen
Menurutnya, seorang dosen memiliki dua peranan penting. Dosen sebagai ilmu, dan dosen sebagai seni.
“Inilah yang ditampilkan oleh dosen sebagai budaya yang dimilikinya. Dosen juga memiliki value yang akan ditampilkan kepada mahasiswa. Value ini mencakup penampilan, bahasa, juga solusi yang dihadirkan dalam setiap masalah,” jelasnya.
Selain itu, learning and Innovation sebagai orientasi hasil pendidikan yang harus ditonjolkan dosen adalah: Critical thinking and problem solving, creativity and innovation, communication, dan collaboration.
“Sebagai bentuk optimalisasi peran dosen, pertama, lingkungan yang utama adalah dosen yang mampu menginspirasi. Kehadiran dosen harus mampu dicintai mahasiswanya. Kedua, professional development harus selalu berjalan. Hal yang utama bagi seorang dosen adalah capaian pembelajaran atau standar kompetensi. Standar kompetensi yang baik dapat dibentuk oleh dosen yang berkualitas,” paparnya.
Agar menjadi dosen yang dicintai mahasiswa, tips, pertama tunjukkan penampilan yang baik. Kedua, keluhuran ilmu adalah sebagai anugerah dari Allah SWT sebagaimana Q.S Al-Mujadalah ayat 11, Allah Swt. akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Ketiga, jauhkan dari sifat sombong. “Amanahnya, jadilah dosen yang baik, atau tidak sama sekali,” tandasnya.
Selain Prof.Dr. Uman Suherman AS., M.Pd, Prof. Dr. Ir. Ichsan Setya Putra, Guru Besar FTMD Institut Teknologi Bandung dan Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Pertamina tampil menjadi narasumber Workshop yang dipandu oleh Dr. Rismawati Ramdani, M.Si, dosen Jurusan Matematika FST.
Bagi Prof. Ichsan mengajar itu adalah satu cabang ilmu sendiri. Pendidik harus memiliki ilmunya. “Inilah yang jarang dimiliki oleh pendidik,” keluhnya.
Kisah inspiratif disampaikan oleh Prof. Ichsan mengenai dua orang Tukang batu. Ketika ditanya oleh orang, “Sedang mengerjakan apa Pak?” tukang batu pertama menjawab, “saya sedang membangun tembok”. Dengan pertanyaan yang sama, tukang batu kedua menjawab “saya sedang membangun masjid” dengan mata berbinar. Tukang batu kedua juga menjelaskan dengan penuh semangat bagaimana pahala yang didapat penduduk desa disana apabila shalat di masjid tersebut. Kisah inspiratif ini dapat menajdi gambaran bagaimana dosen yang hanya memperhatikan insentif, dan bagaimana dosen yang memperhatikan masa depan yang akan dibangunnya seolah-olah berkata “I touch the future”.
Diakuinya, fenomena yang ada saat ini adalah, dosen sibuk bagaimana mahasiswa dapat memahami pelajaran. Padahal yang terpenting adalah bagaimana mengajarkan mahasiswa untuk berfikir. Critical thinking adalah satu hal yang sangat penting bagi dosen.
“Saat ini pembelajaran mengarah kepada social and emotional intelligence. Maka dosen harus mengajarkan tiga hal: penguasaan bahan, kemampuan berpikir, dan merasakan dan membangun hubungan,” ujarnya.
Mengenai perkuliahan daring, Prof. Ichsan menyampaikan beberapa fakta yang terjadi di lapangan, mulai dari ketidaksiapan institusi, koneksi internet, pengajar, maupun peserta didik.
“Hal ini menjadi tantangan sendiri bagi dosen. Misalnya, mahasiswa tidak memiliki sense of purpose sehingga tidak punya students agency dan self directedness,” jelasnya.
Bentang perhatian mahasiswa terbatas, hanya sekitar 20 menit. Dengan pembelajaran jarak jauh, kemampuan untuk fokus mahasiswa menjadi lebih pendek. Solusinya adalah dengan mengajar di segmen-segmen pendek (pecah kuliah menjadi beberapa segmen).
Mahasiswa tidak dianjurkan berbagi perhatian saat kuliah daring. Untuk membangun active learning pada kuliah daring, dosen harus menyiapkan sejumlah pertanyaan. Pada kuliah daring, ekspresi wajah dan bahasa badan tidak efektif, maka perlu berlatih menggunakan kekuatan suara.
“Mahasiswa cepat lupa, maka sering adakan kuis.
Banyak masalah teknis.Mahasiswa bekerja sama pada saat ujian,” paparnya.
Prof. Ichsan memberikan tips kepada kita agar membangun sense of purpose mahasiswa, “antara lain dengan memberikan gambaran mahasiswa ingin menjadi apa di masa depan. Kemudian bangun ketertarikan mahasiswa dengan masa depannya, misalnya dengan mengundang perusahaan,” tandasnya.
Acara workshop hari ketiga ini diikuti 150 peserta yang dibuka oleh Rektor UIN Sunan Gunung Djati, Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si, “Saya atas nama Rektor sangat apresiasi ikhtiar Fakultas Sains dan Teknologi yang terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, khususnya di fakultas Sains. Mudah-mudahan keberadaan dosen sangat dirindukan, dinantikan oleh mahasiswa pada saat di kelas, bukan malah sebaliknya. Oleh karena itu, seorang dosen diharapkan menjadi tauladan bagi diri sendiri, keluarga, mahasiswa dan masyarakat,” ungkapnya.