Jakarta – Sebanyak 170 kepala daerah yang berakhirnya masa jabatan pada tahun 2023 akan membuat posisi pimpinan di beberapa daerah ini akan diisi oleh penjabat (Pj) atau pejabat sementara (Pjs) untuk mengisi kekosongan kepemimpinan hingga pelaksanaan Pilkada serentak 2024. Sederet kepala daerah ini telah menjabat sejak terpilih pada Pilkada serentak 2018 yang digelar di 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten.
Abraham selaku Presidium Koalisi Mahasiswa Indonesia (KMI) menganggap pengisian kekosongan PJ kepala daerah ini sangat kental dengan muatan politis dan rawan dijadikan alat kepentingan oleh kelompok politik tertentu.
“Jika ada salah satu PJ kepala daerah yaitu PJ Bupati muna barat memobilisasi kepala desa ke Kemendagri, ia menilai ini salah satu contoh kerawanan permainan politik terkait dengan penunjukan PJ kepala daerah oleh kemendagri”, ungkpnya pada diskusi publik yang bertajuk “Menakar Objektivitas Penunjukan PJ Kepala Daerah dan Independensi Kemendagri” di Jakarta Rabu (08/03).
Diketahui pada hadir diskusi publik ini menghadirkan narasumber dari berbagai kelompok organisasi mahasiswa dan pemerhati sosial. Diantaranya dari PB PMII, PB HMI, PP GMKI, PP PMKRI dan CPPS.
Abraham menambahkan, setelah diskusi ini kami akan melakukan survey kepada masyarakat untuk menjaring pendapat masyarakat terkait PJ kepala daerah ini dan akan melakukan gerakan aksi untuk mendesak agar skema PJ kepala daerah se Indonesia ini di evaluasi dan melibatkan civil society.
“Terkait PJ Bupati Muna Barat, Abraham menegaskan agar segera dicopot karena aktivitasnya sarat akan kepentingan politik dan membuat polarisasi di tengah masyarakat”, imbuhnya.
Direktur Center For Publik Policy Studies (CPPS) Irwan Suhanto selaku salah satu narasumber menyampaikan bahwa penunjukan PJ kepala daerah ini jelas tidak independen dan tidak objektif.
“Jelas sekali tema diskusi kita ini sudah terjawab terangnya”, ungkap Irwan.
Disisi lain Dony Manurung dari Pengurus Pusat GMKI menyoroti fenomena janggal terkait PJ kepala daerah dari unsur TNI/POLRI aktifl, Dony menerangkan bahwa jika unsur aparat aktif dijadikan PJ kepala daerah akan kental dengan muatan konflik kepentingan.
Hasnu Ibrahim dari PB PMII menyampaiakan dalam materinya bahwa payung hukum yang digunakan kemendagri dalam menentukan PJ kepala daerah dinilai tidak begitu kuat dan menabrak UUD 1945.
Imam Ketua Bidang Pembangunan Demokrasi Politik dan Pemerintahan PB HMI mengatakan bahwa semangat adanya kepala daerah yang dipilih secara langsung ini buah dari keresahan para kaum intelektual pada zaman soeharto dan terjadilah gerakan ’98 yang menurunkan presiden soeharto dari jabatannya , semangat itu adalah desentralisasi dan diatur dalam namanya Otonomi Daerah.
Balduinus Ventura dari PP PMKRI mempertanyakan maksud dan tujuan PJ kepala daerah menjelang Pemilu 2024, tentu hal ini menjadi perhatian kita semua, mengingat 2024 itu adalah pergantian Kepala Negara dan Kepala pemerintahan melalui pemilihan umum, itupun kalaunterjadi, ujarnya.
“Jika merujuk pada isu-isu hari ini, dimulai dari PJ kepala, penundaan pemilu dan paradoks pilpres 2024 patut kita duga ini adalah skema besar dari kelompok tertentu, dan kita sebagai mahasiswa harus menjadi arus utama dalam menyuarakan kezaliman ini, tentu saja skema PJ kepala daerah ini harus di evaluasi total sebelum kebablasan dan merusakntataran demokrasi kita, ujarnya”, pungkasnya.