Jakarta – Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan untuk menangani COVID-19 hingga ke level mikro akan membentuk posko tangguh hingga ke level RT.
“Ini bentuk upaya penguatan penanganan COVID-19 oleh pusat dan daerah yang terdesentralisasi hingga tingkat mikro, melalui posko di tingkat desa atau kelurahan,” ucap Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 dalam keterangan pers, di Graha BNPB, Jakarta pada Rabu (03/02).
Melalui rapat koordinasi (rakor) dengan lurah dan kepala desa se-Indonesia serta pejabat dan kementerian/lembaga (K/L) terkait Satgas Penanganan COVID-19 menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) yang membahas Pelaksanaan Desa Tangguh COVID-19 dan Pembentukan Pos Komando (Posko) Tangguh COVID-19 tingkat kelurahan, desa dan kecamatan hingga tingkat terkecil seperti RT, RW, desa, kampung, banjar atau nagari yang tersebar di desa dan kelurahan se-Indonesia.
Satgas Penanganan COVID-19 di pusat bersama Kementerian Dalam Negeri dan kementerian/lembaga terkait, akan memimpin koordinasi rutin seluruh posko secara nasional.
Posko berfungsi mengoordinasikan, mengendalikan, memantau, mengevaluasi, serta mengeksekusi penanganan COVID-19 di masing-masing daerah. Selain itu, Posko terdiri dari TNI/Polri, pemerintah, dan unsur lain yang digerakkan oleh pemerintah daerah seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dinas kesehatan, dinas sosial, dinas perekonomian, puskesmas, PKK, dan komunitas lainnya di bawah komando Satgas COVID-19 daerah.
Wiku menjelaskan, secara operasional ada empat fungsi prioritas Posko. Pertama, pendorong perubahan perilaku seperti melakukan sosialisasi 3M, memonitor, menegur, mencegah kegiatan melanggar kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan menindak pelanggar PPKM.
Fungsi kedua, layanan masyarakat yaitu menerima pertanyaan maupun pengaduan terkait COVID-19, pelanggaran PPKM, dan kendala bantuan sosial. Lalu, koordinasi tingkat lanjut pertanyaan/pengaduan masyarakat berikut pemantauan tindak lanjut atas pertanyaan atau pengaduan masyarakat.
Fungsi ketiga, sebagai pusat kendali informasi yaitu, pengumpulan data indikator penanganan pandemi di desa/kelurahan, mengisi data ke sistem dashboard Bersatu Lawan Covid (BLC) penanganan terpadu dan melaporkan situasi terkini berdasarkan data guna evaluasi pelaksanaan kebijakan.
Fungsi keempat, menguatkan pelaksanaan 3T yaitu testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan), dan treatment (perawatan) pasien COVID-19 di desa. Posko juga akan menginformasikan puskesmas setempat adanya kasus COVID-19, memfasilitasi puskesmas menelusuri kontak erat, mendata tamu yang masuk atau keluar desa, mengakomodasi penderita yang bergejala untuk dirawat, dan memonitor serta memastikan penderita COVID-19 untuk melakukan isolasi mandiri.
“Pada prinsipnya, posko-posko yang tersebar secara nasional berfungsi mempermudah proses perubahan perilaku, peningkatan kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial, dan pemulihan ekonomi,” tegas Wiku seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet (Setkab).
Secara struktural, posko akan dipimpin kepala desa atau lurah sebagai ketua. Ketua BPD sebagai wakil ketua dan beranggotakan perangkat desa serta elemen masyarakat lainnya seperti tokoh agama dan tokoh masyarakat, sementara TNI/Polri menjadi unsur penting dalam operasional posko.
Selain itu, pembentukan posko tingkat desa/kelurahan juga harus mempertimbangkan aspek kriteria lokasi, ketersediaan SDM, sistem administrasi dan pelaporannya, anggaran serta sarana dan prasarana yang mendukung posko.
Khusus mengenai anggaran posko, Kementerian Keuangan telah mengalokasikan pendanaan Posko COVID-19 dari Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Bagi Hasil (DBH) dari anggaran pemerintah daerah kabupaten/kota serta Dana Desa yang sudah disediakan di tingkat desa.