
Penjaminan Kredit UMKM
Depok – Fintech securities crowdfunding atau layanan urun dana saat ini mulai dilirik pelaku sektor usaha kecil dan menegah (UKM) sebagai sumber permodalan alternatif selain bank. Banyak UKM yang feasible but unbankable mencoba untuk mendalami peluang pendanaan melalui securities crowdfunding (SCF). Di pihak sebaliknya, tidak sedikit juga masyarakat yang mulai tertarik menanamkan modalnya pada UKM-UKM yang memiliki valuasi dan prospek bisnis yang baik dengan risiko investasi yang lebih terukur.
Biasanya masyarakat pemodal lebih tertarik berinvestasi pada penerbit UKM yang mereka kenal baik dalam keseharian dengan lokasi bisnis yang terpantau. Hal tersebut menjadi daya tarik fintech SCF dan menjadi bekal optimisme bahwa sektor industri ini berpotensi akan berkembang pesat di kemudian hari.
Dalam upaya menguatkan ekosistem fintech securities crowdfunding di Indonesia, peran perusahaan penjaminan kredit perlu diperhitungkan sebagai salah satu potensi katalisator terciptanya simbiosis mutualisme antara UKM dan masyarakat pemodal. Dukungan dari perusahaan pernjaminan ini diprediksi dapat meningkatkan kepercayaan pemodal untuk berinvestasi pada instrumen surat hutang atau sukuk yang diterbitkan oleh UKM dan perusahaan rintisan.
Penguatan ekosistem securities crowdfunding menjadi salah satu butir catatan penting dari kuliah umum dan diskusi ilmiah yang bertajuk Fintech SCF, solusi permodalan UMKM dan peluang investasi yang diselenggarakan Vokasi UI dalam rangka satu tahun Digital Financial Center Vokasi UI di kampus UI Depok (15/5/2024).
”OJK telah menetapkan peta jalan inovasi keuangan digital 2020-2024, yang mencakup berbagai kebijakan untuk mendukung perkembangan fintech dan meningkatkan inklusi keuangan“, ujar Halimah Sa’diyah Deputi Direktur Pelaksanaan Edukasi Keuangan OJK dalam sambutannya sebagai pembicara kunci.
Acara yang diikuti oleh akademisi dan mahasiswa Universitas Indonesia tersebut menghadirkan pula para pelaku fintech SCF, penerbit UKM pelaku bisnis kontraktor dan pemodal dalam sesi diskusi ilmiah. Turut hadir undangan acara dari perusahaan penjaminan kredit, permerhati industri penjaminan serta para UMKM dan pelaku bisnis dari Gapensi dan Kadin.
Ketua Digital Financial Center Vokasi UI, Dede Suryanto, menjelaskan bahwa ekosistem fintech securities crowdfunding yang kuat akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
“Perusahaan penjaminan kredit dapat menjadi katalisator yang memungkinkan lebih banyak UKM dan startup mendapatkan akses pendanaan yang mereka butuhkan untuk berkembang. Ini akan mendorong inovasi dan geliat baru pertumbuhan ekonomi kita,” imbuh Dede.
Pemerhati keuangan digital ini juga menambahkan bahwa tingkat literasi keuangan digital di kalangan masyarakat masih sangat rendah. Produk-produk jasa keuangan dalam berbagai platform banyak dimanfaatkan masyarakat tanpa memperhatikan aspek risiko, akibatnya tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban pinjol dan investasi bodong.
Sebagai salah satu jasa layanan keuangan yang berijin dan di awasi OJK, fintech securities crowdfunding memungkinkan masyarakat dan institusi berinvestasi dalam proyek atau perusahaan dengan imbal hasil tertentu. Namun, tanpa adanya jaminan, investor sering kali ragu-ragu untuk menanamkan modal mereka. Dengan penjaminan kredit, risiko investasi menjadi lebih terkelola, sehingga menarik lebih banyak pemodal untuk berpartisipasi.
Pakar penjaminan kredit Indonesia, Diding S. Anwar, yang turut hadir dalam acara menjelaskan bahwa sebenarnya perusahaan penjaminan kredit dapat memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi investor dan UKM penerbit.
“Dengan adanya penjaminan kredit, risiko gagal bayar dapat diminimalisir, sehingga meningkatkan kepercayaan pemodal dalam menyalurkan dana mereka melalui platform fintech securities crowdfunding,” ujarnya.
Diding lebih lanjut merinci bahwa dalam konteks para pihak dalam skema penjaminan kredit atau pembiayaan, perusahaan penjaminan berperan sebagai pemberi jaminan, pihak pemodal sebagai penerima jaminan dan UKM sebagai pihak terjamin. Dalam skema investasi penerbitan surat utang atau sukuk, jika pihak terjamin UKM gagal membayar kewajibannya, maka perusahaan penjaminan akan menanggung sebagian atau seluruh kerugian kepada pemodal sebagai pihak penerima jaminan.
“Dengan demikian manfaat kepesertaan penjaminan kredit atau pembiayaan tidak saja melindungi UKM dari risiko kegagalan bisnis, tetapi juga membuat UKM dan perusahaan rintisan menjadi lebih menarik di mata pemodal”, jelasnya.
Ditemui secara terpisah, Kepala Bagian Pengawasan Penjaminan OJK, Herbet Salomo, mengatakan bahwa selama ini masyarakat mengenal pihak yang bersinggungan dengan perusahaan penjaminan kredit adalah sektor perbankan, padahal sebenarnya skema penjaminan kredit dapat diadopsi secara luas pada sektor pembiayaan lain di luar sektor perbankan antara lain yaitu fintech securities crowdfunding.
“Intinya adalah industri penjaminan (kredit/pembiayaan) akan berusaha mengambil peran terdepan dalam memajukan sektor UMKM”, tegas Herbet.
Senada dengan penjelasan Herbet, Direktur Utama PT Jamkrida Jabar, Agus Subrata, menjelaskan bahwa perusahaan penjaminan kredit melihat sejumlah peluang untuk berpartisipasi dalam penjaminan fintech securities crowdfunding, ia mengatakan telah mempelajari dan menjajaki peluang tersebut
“berharap ada regulasi yang dapat menjadi panduan bagi kedua belah pihak yaitu perusahaan penjaminan kredit dan fintech SCF dalam skema bisnis yang saling memberi manfaat”, ungkapnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan regulasi yang semakin mendukung, diharapkan kolaborasi antara platform fintech, perusahaan penjaminan kredit, dan masyarakat pemodal urun dana makin memperkuat ekosistem pendanaan di Indonesia. Hal ini akan membuka jalan bagi lebih banyak UKM dan perusahaan rintisan untuk mendapatkan modal yang diperlukan, memacu pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan daya saing nasional.