
Jakarta- Permasalahan AJB Bumiputera 1912 yang terjadi tak kunjung usai hingga saat ini ditambah dampak dari Covid-19 membuat perusahaan ini dalam keadaan sekarat.
Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 sebagai bentuk kegelisahannya menuliskan surat terbuka untuk Indonesia terlebih dalam kondisi AJB Bumiputera 1912 tengah dihadapkan pada permasalahan likuiditas dan tekanan yang luar biasa.
Surat yang ditujukan untuk Bumiputerawan dan Bumiputerawati Sejati Masyarakat Indonesia di Penjuru Negeri terlebih sesuai kabar yang beredar bahwa seluruh Organ Perusahaan telah menerima Surat Perintah Tertulis dari OJK sesuai kewenangan yang dimiliki yang isinya kurang lebih mempunyai makna bahwa OJK telah membatasi beberapa kegiatan operasional Perusahaan.
AJB Bumiputera 1912 dalam keadaan kesulitan likuiditas dan Klaim asuransi yang merupakan hak Pemegang Polis banyak mengalami penundaan. Bahkan hampir sebagian besar pengaduan dari Pemegang Polis telah ditempuh melalui jalur Non Litigasi di beberapa Lembaga atau Badan bahkan DPRD di beberapa daerah.
Tuntutan-tuntutan yang masuk ranah hukum sudah tidak terhitung lagi, baik dalam bentuk Somasi/Teguran, bahkan Gugatan Perdata di Pengadilan, dan bahkan sebagiannya menempuh jalur pidana melalui Laporan Kepolisian.
Penanganan-penanganan perkara tersebut sesungguhnya tidak perlu jika terdapat skema yang tepat serta membangun image positif melalui pola komunikasi yang memadai, sehingga dapat meredam dan diterima oleh khalayak ramai sebagaimana salah satunya adalah Pemegang Polis.
AJB Bumiputera 1912 tertolong dengan hadirnya PP Nomor 87 Tahun 2019 pada tanggal 26 Desember 2019 tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah memberikan kado terbaiknya untuk AJB Bumiputera 1912 pada ulang tahunnya yang ke 108 tahun dan tentunya patut menyampaikan ucapan terima kasih serta dukungan terhadap Pemerintah.
Hadirnya Peraturan Pemerintah tersebut bukan lagi menempatkan AJB Bumiputera 1912 sekedar menyandang status diakui sebagaimana sejak Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian bahkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Bukan perkara mudah untuk melakukannya, karena perlu kebersamaan dan gotong royong, mulai dari membangun paradigma dan penguatan perspektif Usaha Bersama di internal organisasi baik Organ Perusahaan beserta seluruh karyawan serta membangun koordinasi yang baik dengan pihak eksternal, antara lain Pemerintah, OJK, bahkan lembaga-lembaga terkait.
Sementara itu, Program Kerja Manajemen yang disusun Direksi bersama Dewan Komisaris sebagaimana disampaikan ke OJK, hingga saat ini belum mendapatkan persetujuan. Sejak lengsernya Sutikno W. Sjarif melalui Sidang Luar Biasa (SLB) BPA pada waktu itu praktis tampuk pimpinan Perusahaan ini telah dipegang oleh putra terbaik pilihan BPA. Sejatinya kebanggaan tersebut menjadi kebanggaan internal AJB Bumiputera 1912.
Namun perlu disadari sejak masuknya Sutikno W. Sjarif hingga saat ini, figur-figur yang ada belum dapat menjawab persoalan AJB Bumiputera 1912. Telah banyak waktu terbuang dan telah banyak pula pengorbanan bagi kita semua menjaga marwah Perusahaan ini.
Lantas bagaimana nasib jutaan Pemegang Polis yang tengah menunggu hak-haknya?
AJB Bumiputera 1912 berisi penumpang-penumpang lain yang berharap dapat makan dari tagihan usahanya, berisi kekayaan bangsa yang menjadi pilar perekonomian nasional di industri perasuransian, berisi ribuan Agen Asuransi yang loyal, yang menghimpun pundi-pundi Premi , berisi ribuan Pekerja yang secara tidak langsung telah membantu Pemerintah mengurangi angka pengangguran nasional
Bagaimana kabar dan kondisi AJB Bumiputera 1912 saat ini ?
Sementara AJB Bumiputera 1912 dalam keadaan sakit kronis dan tengah sakaratul maut. Fakta-fakta yang mendukung keadaan tersebut adalah likuiditas terganggu sudah menahun dan telah pada puncaknya hingga secara nyata memakan korban, antara lain Pemegang Polis, Agen dan Agen Koordinator, Pihak Ketiga, Pekerja, bahkan AJB Bumiputera 1912 beserta sebagian Anak-anak usahanya.
Karyawan dan Agen serta Agen Koordinator di Kantor Cabang telah lama menghadapi tekanan yang luar biasa dari Pemegang Polis yang sesungguhnya mereka bersaudara membangun pondasi bisnis AJB Bumiputera 1912 selama ini, pada akhirnya sebagian besar justru terjadi gesekan-gesekan.
Organisasi mengalami stagnasi hampir di sebagian besar fungsi strategis, sehingga tidak berimbang dengan tekanan-tekanan yang sedang dihadapi.
Kondisi likuiditas menambah sulit keadaan AJB Bumiputera ditambah dengan penghentian sebagian produk asuransi berdampak pada semakin menurunnya penerimaan Premi, sehingga untuk bertahan hidup hanya mengandalkan Premi Lanjutan, dividen Anak Usaha, dan outlet lainnya. Penjualan asset property hingga optimalisasi asset dengan skema apapun tidak diperkenankan oleh OJK semakin memperjelas bahwa pembatasan usaha telah terjadi saat ini.
Bagaimana Status Organ Perusahaan saat ini ?
Kondisi Organ Perusahaan saat ini dianggap terjadi kekosongan kepemimpinan sehingga tidak mempunyai kapasitas untuk melakukan perbuatan hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Organ Tertinggi Perusahaan dipegang oleh (Rapat Umum Anggota / RUA) sesuai PP Nomor 87 Tahun 2019 sebanyak 11 (sebelas) Peserta sesuai ketentuan Anggaran Dasar (Pasal 10 Ayat (1)), namun yang duduk saat ini sebanyak 8 (delapan) Peserta . Sementara dari 8 (delapan) Peserta, terdapat yang telah habis masa keanggotaannya pada 31 Desember 2019.
Sementara di jajaran Dewan Komisaris dalam Anggaran Dasar Perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 sd Pasal 27, dengan ketentuan berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang (Pasal 23 Ayat (3)), sedangkan saat ini hanya terdapat 1 (satu) orang yang masih duduk yaitu Komisaris Utama berasal dari Peserta RUA Dapil Jabagtim ;
Ketentuan terkait Direksi dalam Anggaran Dasar Perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 28 sd Pasal 32, dan sesuai ketentuan Pasal 28 Ayat (3) bahwa Direksi terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, salah seorang diantaranya diangkat menjadi Direktur Utama dalam RUA ;
Saat ini jumlah Direksi adalah 2 (dua) orang dan bukan berkedudukan sebagai Direktur Utama, sehingga 2 (dua) Direksi yang ada tidak dapat melakukan perbuatan hukum.
Upaya dan Proses-proses Apa yang sedang Berjalan saat ini ?
Direksi bersama Dewan Komisaris berulang kali sejak lengsernya Sutikno W. Sjarif menyampaikan Program Kerjanya dalam bentuk Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) ke OJK, namun dalam kurun waktu sekitar kurang lebih 1 tahun RPK belum kunjung disetujui, faktanya hingga saat ini belum terdapat sosialisasi Program Kerja dan skema penyelesaian permasalahan Perusahaan ke seluruh organisasi.
Direksi mengatasi permasalahan likuiditas dan juga terkait Covid-19 sebagaimana surat Nomor 232/Dir/Int/IV/2020 tanggal 27 April 2020 dengan mempertimbangkan kewajiban-kewajiban lainnya, yaitu pada bulan April 2020 dengan membayarkan sebagian komponen gaji sebesar 75% dan waktu tertunda.
Tertundanya Pembayaran Klaim merupakan persoalan terbesar yang dihadapi, namun sistem antrian sesungguhnya tidak menjawab permasalahan karena memakan waktu yang sangat panjang. Program Segregasi telah diupayakan, namun hasilnya belum sesuai harapan terlebih keluar dari masalah inti.
Direksi membentuk Chieff Marketing Officer yang illegal dan tidak memenuhi ketentuan, perilaku tidak patut ini menjadi Raport Merah untuk Direksi dan menambah sederetan citra tidak baik dalam Organ Perusahaan.
Rapat Umum Anggota
RUA tengah mengajukan Judicial Review terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian atas keberatannya Undang-undang tersebut yang memberikan amanat pengaturan Usaha Bersama dalam bentuk Peraturan Pemerintah sebagaimana telah terbit PP Nomor 87 Tahun 2019 tanggal 26 Desember 2019.
Sejak UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Pasal 7 Ayat (3) belum dilaksanakan oleh Pemerintah dalam bentuk Undang-Undang Usaha Bersama (Mutual) sehingga atas dasar permohonan pengajuan Uji Materiil (Judicial Review) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 terhadap UUD 1945 sebagaimana dikutip dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32 /PUU-XI/2013 tanggal 20 Juli 2013 dan mengamanatkan paling lambat 2 tahun 6 bulan setelah putusan Mahkamah diucapkan khususnya terhadap amanat pembuatan Undang-Undang Usaha Bersama (Mutual) tidak terealisasi hingga terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 atau alias gagal total.
Sejak Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 terbit hingga terbitnya PP Nomor 87 Tahun 2019 tanggal 26 Desember 2019 (kurang lebih 5 tahun), saat itu BPA tidak melakukan upaya apaun, artinya upaya Judicial Review yang ditempuh RUA hanya kembali mundur kebelakang dan menambah semakin panjang deretan kegagalannya mewakili kepentingan jutaan Pemegang Polis yang sudah teriak-teriak dengan haknya.
Otoritas Jasa Keuangan
OJK telah mengeluarkan 2 (dua) Surat Perintah Tertulis kepada RUA, Direksi dan Dewan Komisaris, yang muatan materinya antara lain terkait :
- Sikap RUA atas Kerugian Perusahaan berdasarkan ketentuan Anggaran Dasar
- Implementasi PP No. 87 Tahun 2019 terkait Perubahan Anggaran Dasar serta Pemilihan Peserta RUA
- Pembatasan sebagian kegiatan
Surat Perintah Tertulis dari OJK belum menjawab permasalahan yang dihadapi AJB Bumiputera 1912, namun perlu desakan untuk percepatan dengan tindakan yang tepat dan menjadikan AJB Bumiputera 1912 kembali focus dan concern melakukan perbaikan-perbaikan strategis melalui skema inovatif dengan dukungan jaringan kuat.
Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912
Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 memberikan sikap-sikap tertentu berupa dukungan terhadap PP No. 87 Tahun 2019, serta beberapa kali disampaikan melalui media telah melakukan koordinasi dengan OJK, Pemerintah (Presiden RI dan beberapa Kementerian terkait), Komisi XI DPR RI.
Terakhir atas tindakan dari OJK berupa Surat Perintah Tertulis telah disampaikan kembali desakan untuk percepatan penanganan, mengingat kondisi sudah semakin memburuk. Disamping Gerakan Moral secara Nasional dapat ditempuh dengan menyasar seluruh pihak yang secara nyata menyebabkan situasi Perusahaan bertambah sangkarut, termasuk oknum-oknum dalam tubuh Organ Perusahaan.
Dampak serta Siapa Saja yang telah Nyata dikatakan Sebagai Korban ?
Dampak likuiditas terganggu sudah menahun dan telah pada puncaknya hingga secara nyata memakan korban, antara lain Pemegang Polis, Agen dan Agen Koordinator, Pihak Ketiga, Pekerja, bahkan AJB Bumiputera 1912 beserta sebagian Anak-anak usahanya.
Beberapa unit kerja di Kantor Pusat pun tidak lepas dari tekanan, meskipun tidak setinggi di Kantor Cabang maupun Kantor Wilayah. Skema yang dianggap belum cukup menjawab dan mengatasi persoalan Perusahaan menjadikan organisasi di Kantor Pusat mengalami stagnasi sehingga kebijakan-kebijakan strategis belum dihasilkan lagi.
Berapa Lama lagi Usia AJB Bumiputera 1912 ?
Usia AJB Bumiputera 1912 kedepan ditentukan oleh 2 (dua) hal, kekuatan likuiditas Perusahaan dan tindakan percepatan pemulihan melalui mekanisme yang tepat. Kekuatan likuiditas sudah dipastikan bergantung dari Premi dan pada bulan April 2020 ini sempurna sudah seluruh hak-hak telah terganggu, antara lain pembayaran Klaim kepada Pemegang Polis, Pihak Ketiga, Hak Agen, dan Hak Pekerja.
Langkah-langkah Apa yang telah dilakukan OJK selaku Regulator ?
Proses pasca pengakhiran status Pengelola Statuter di AJB Bumiputera 1912 pada bulan Oktober 2018 telah dilakukan OJK. Sejak kepemimpinan Sutikno W. Sjarif peran pengawasan telah dilakukan dengan baik. Upaya perbaikan di AJB Bumiputera 1912 diciderai oleh tindakan Sutikno W. Sjarif yang disinyalir melakukan praktek yang tidak mencerminkan perbaikan namun justru sebaliknya dan berdampak pada pemberhentiannya pada April 2019.
Pergantian Manajemen dilakukan oleh BPA pada saat itu dan selanjutnya proses penyampaian Rencana Penyehatan Kesehatan ke OJK menjadi salah satu syarat utama sebelum dilakukannya Penilaian Kemampuan dan Kepatutan terhadap Calon Direksi dan Calon Dewan Komisaris.
Materi RPK sejak April 2019 hingga saat ini belum kunjung mendapatkan persetujuan dari OJK dengan pandangan belum memadai dan belum dapat mengatasi permasalahan likuiditas Perusahaan yang tertuang dalam Surat Perintah Tertulis.
Surat Perintah Tertulis lainnya dari OJK sebagaimana dikeluarkan oleh OJK sudah sesuai kapasitasnya dalam menjalankan kewenangan demi terjaminnya kepentingan Pemegang Polis selaku Konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Namun demikian OJK dinilai lambat dan tidak tegas dalam menyikapi kondisi AJB Bumiputera 1912 yang sudah diujung tanduk. Pengeluaran Surat Perintah Tertulis tersebut dinilai mengulur-ulur waktu sedangkan situasi di internal AJB Bumiputera 1912 sudah sangat berat. Ditambah proses penyidikan oleh OJK sebagaimana wewenangnya yang diatur dalam Pasal 49 sd 51 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Bagaimana Sikap Kita ?
Dituntut seluruh pihak, baik Manajemen, dari Pekerja level paling bawah di Kantor Cabang, Kantor Wilayah, Kantor Pusat, hingga Direksi dan Dewan Komisaris, bahkan Peserta RUA, untuk bisa legowo dalam menyikapi kondisi Perusahaan.
Sikap empati dan keteladanan menjadi modal dasar percepatan normalisasi AJB Bumiputera 1912. Dan justru dengan riwayat panjang dengan kondisi Perusahaan terus merosot dan sikap- sikap bertahan dari Peserta RUA, Dewan Komisaris, dan Direksi, menjadi sikap yang dipertanyakan jika di kemudian hari sudah sepatutnya diminta untuk tidak lagi berada pada posisi tersebut.
Cerita akhir dari tulisan ini adalah seluruh Pemangku Kepentingan telah memahami dan mengetahui, bahwa dengan keadaan seperti saat ini sudah sepatutnya Organ Perusahaan legowo dan bersikap bijak “ Demi Kepentingan AJB Bumiputera 1912 dan Se-isinya “ dengan mundur dan meletakkan jabatan dan setelah itu menyerahkan segala sesuatunya kepada OJK untuk menentukan langkah selanjutnya beroperasinya Usaha Bersama AJB Bumiputera 1912 sesuai dengan PP Nomor 87 Tahun 2019.
Kenyamanan bekerja bagi Pekerja dapat dirasakan kembali sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta pembangunan manusia dalam perekonomian nasional. Diperlukan figur-figur tertentu baik RUA, Dewan Komisaris, maupun Direksi yang cepat dan tepat mengatasi permasalahan AJB Bumiputera 1912 melalui Business Continuity Plann.
Gerakan Moral bersama Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 yang dalam jejak sikapnya konsisten memperjuangkan kepentingan yang lebih besar, sesuai dengan ketentuan hukum untuk ” Kepentingan AJB Bumiputera 1912 dan Se-isinya “ dilindungi oleh perundang- undangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 yang berbunyi sebagai berikut :
“ Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara :
- Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi ;
- Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh ;
- Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;
- Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh. “
Mental berani diperlukan saat ini oleh seluruh elemen untuk mengatakan “Selamatkan AJB Bumiputera 1912 dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab“.
Proses hukum di Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Penyidik OJK merupakan tahap awal dari upaya penyelamatan, dan kita semuanya akan mengetahui hasil akhir dari seluruh cerita dari perjalanan panjang AJB Bumiputera 1912.
Dan untuk menjawab permasalahan saat ini, perlu Gerakan Nasional dari seluruh elemen untuk menyempurnakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kemunkaran demi terjaganya eksistensi AJB Bumiputera 1912 dan Se-isinya.
Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912
Bidang Komunikasi
Semoga asu bp disegerakan dilikuidasi dan ditutup agar tidak menambah kerugian bagi masyarakat banyak .. ini berkat doa banyaknya org² teraniaya yg sangat dirugikan oleh asu bp ini ..