
Peringkat UMKM
Oleh : Dede Suryanto
Ketua Digital Financial Center, Program Vokasi Universitas Indonesia
Sebelum berdiskusi jauh tentang pemeringkatan kredit atau credit rating ada baiknya sekilas kita bahas tentang credit scoring dimana sebagian orang masih menganggap keduanya adalah sama. Secara prinsip, credit scoring menunjukkan apakah seseorang ataupun pelaku UMKM memiliki risiko tinggi atau tidak ketika mengajukan kredit.
Credit scoring memiliki fungsi sebagai alat mitigasi risiko kredit dan penentuan harga modal (bunga). Credit scoring bekerja dengan metode kuantitatif, mengukur pendapatan, rasio hutang terhadap pendapatan, riwayat pembayaran, dan lama berusaha, sehingga menghasilkan nilai atau angka statistik tertentu berupa probabilitas risiko kredit.
Berbeda dengan credit scoring, credit rating digunakan untuk menilai risiko kredit secara komprhensif dimana credit rating melibatkan analisis yang lebih mendalam baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dan hasilnya digunakan tidak hanya untuk penyaluran kredit tapi dapat digunakan juga untuk dasar keputusan investasi jangka panjang, baik dalam instrumen utang maupun ekuitas.
Credit rating biasanya dikeluarkan oleh lembaga independen dan memiliki luaran parameter berupa huruf atau kombinasi huruf (misal AAA, BB+, dst) yang menggambarkan grade risiko tertentu.
Selama ini perbankan dan lembaga keuangan mengandalkan penilaian credit scoring melalui Sistem Laporan Informasi Keuangan (SLIK) dari OJK untuk mengetahui riwayat kredit UMKM. Selain itu, ada juga model credit scoring alternatif MyIdcSore besutan PT Pefindo Biro Kredit yang menyajikan tidak saja data kolektabiltas dari SLIK OJK tapi juga dari berbagai sumber lain seperti leasing, fintech, koperasi dan sebagainya. Kedua layanan informasi itu menyajikan jejak kredit yang cukup valid namun tidak menjelaskan informasi kelayakan UMKM dalam pengajuan kredit yaitu berupa catatan, informasi atau bahkan agunan yang menjadi dasar penilaian kredit. Kendala seperti inilah yang menyebabkan inklusi keuangan untuk sektor UMKM tidak berkembang dengan angka penyaluran kredit yang rendah.
Sementara itu dalam penyaluran kredit pemerintah, kita menjumpai permasalahan dimana risiko kredit atas Kredit Usaha Rakyat (KUR) sejak 2019 terus meningkat. Menurut data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, tingkat Non-Performing Loan (NPL) KUR meningkat dari 1,23% pada tahun 2019 menjadi 2,78% pada akhir tahun 2022. Bahkan menurut data OJK, angka NPL gross UMKM terus merayap naik hingga akhir 2023 sebesar 3,71% dan akhir Mei 2024 tercatat sebesar 4,27%. Beberapa faktor yang menjadi pemicu peningkatan risiko kredit KUR antara lain dampak pandemi COVID-19 yang berkepanjangan terhadap UMKM, kurangnya monitoring dan pendampingan yang efektif, serta keterbatasan dalam penilaian risiko kredit yang akurat dan komprehensif. Situasi ini menunjukkan urgensi pengembangan sistem pemeringkatan kredit UMKM yang lebih robust di Indonesia.
Atas dasar ini, pemeringkatan kredit UMKM menjadi instrumen penting yang dapat memfasilitasi akses UMKM ke sumber pendanaan, baik melalui perbankan, lembaga pembiayaan maupun pasar modal, atau untuk pengajuan penjaminan dari lembaga penjaminan kredit. Pemeringkatan kredit diharapkan memberikan gambaran objektif tentang kelayakan kredit UMKM, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kepercayaan pemberi pinjaman dan investor.
Tidak hanya itu, pemeringkatan kredit memberikan manfaat kepada UMKM antara lain kemudahan akses ke sumber pendanaan, berpeluang mendapatkan bunga pinjaman lebih rendah jika hasil credit ratingnya bagus, meningkatkan kepercayaan mitra bisnis dan membantu mengevaluasi dan memperbaiki kondisi keuangan UMKM
Sayangnya, pemeringkatan kredit UMKM di Indonesia belum berkembang dibandingkan negara-negara lain. Perlu dirumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan sistem pemeringkatan kredit UMKM. Mungkin bisa diawali dengan melakukan kajian mendalam terhadap pemeringkatan kredit UMKM, menggali pengalaman terbaik dari berbagai negara, mengadopsi model bisnis pemeringkatan yang berlaku global dan melakukan evaluasi kondisi yang berkembang saat ini (gap analysis), untuk kemudian dilanjutkan dengan mengembangkan metode pemeringkatan berdasarkan karakteristik, potensi dan tantangan yang dihadapi sektor UMKM di Indonesia.
Pemeringkatan Kredit UMKM di Beberapa Negara
Pemeringkatan kredit UMKM melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan lembaga pemeringkat kredit. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses ini termasuk UMKM itu sendiri, lembaga keuangan (bank dan non-bank), investor, regulator, dan pemerintah. Lembaga pemeringkat kredit yang biasa digunakan untuk UMKM bervariasi di setiap negara.
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara Eropa, serta di beberapa negara ASEAN seperti Singapura dan Malaysia, praktik pemeringkatan kredit UMKM telah berkembang dengan baik dan memberikan manfaat signifikan bagi ekosistem keuangan UMKM. Di Amerika Serikat, misalnya, FICO Score for Small Business yang dikembangkan oleh Fair Isaac Corporation telah menjadi standar industri dalam penilaian kredit UMKM. Sementara itu, di Jepang, Credit Risk Database (CRD) yang dikelola oleh CRD Association menyediakan data pemeringkatan kredit untuk lebih dari 2,5 juta UMKM.
Di kawasan ASEAN, Singapura telah mengembangkan SME Credit Score melalui kerjasama antara pemerintah dan lembaga keuangan swasta. Praktik-praktik ini telah terbukti meningkatkan akses UMKM ke pembiayaan dan menurunkan biaya pinjaman.
Lembaga pemeringkat di tingkat global, seperti Standard & Poor’s, Moody’s, dan Fitch telah mengembangkan metodologi khusus untuk UMKM, meskipun fokus mereka lebih pada UMKM beromzet besar. Di tingkat nasional, banyak negara memiliki lembaga pemeringkat kredit khusus untuk UMKM. Misalnya, di India, SMERA (Small and Medium Enterprises Rating Agency) telah memberikan peringkat kepada lebih dari 50.000 UMKM sejak pendiriannya.
Di Malaysia, RAM Holdings Berhad melalui anak perusahaannya, RAM Credit Information Sdn Bhd, menyediakan layanan pemeringkatan kredit untuk UMKM. Proses pemeringkatan kredit yang dilakukan oleh lembaga-lembaga ini umumnya melibatkan analisis mendalam terhadap berbagai aspek bisnis UMKM, termasuk kinerja keuangan, model bisnis, manajemen, industri, dan faktor-faktor risiko lainnya. Metodologi yang digunakan biasanya menggabungkan analisis kuantitatif dan kualitatif, dengan bobot yang berbeda-beda tergantung pada ukuran dan kompleksitas UMKM.
Regulasi dan Pemeringkatan Kredit di Indonesia
Di Indonesia, praktik pemeringkatan kredit UMKM masih dalam tahap perkembangan awal dibandingkan dengan negara-negara maju dan beberapa negara tetangga di ASEAN. Regulasi yang mengatur pemeringkatan di Indonesia diatur melalui POJK No.42/POJK.03/2019 yang kemudian disempurnakan melalui POJK No.5/POJK.03/2022 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP). POJK ini mengatur tata kelola dan kelembagaan lembaga pemeringkatan di Indonesia. Adapun tugas-tugas LPIP meliputi menghimpun dan mengolah data kredit/pembiayaan atau lainnya, memberikan jasa pemeringkatan dan menghasilkan informasi perkreditan yang memberikan nilai tambah.
Beberapa lembaga pemeringkatan (credit rating agency) yang diakui OJK antara lain Standard & Poor’s, Moody’s Investors Service, dan Fitch Ratings, PT Fitch Rating Indonesia, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), PT Pemeringkat Kredit Indonesia dan PT Kredit Rating Indonesia. Fokus lembaga pemeringkatan tersebut saat ini lebih banyak berfokus pada perusahaan besar dan emiten obligasi.
Saat ini lembaga pemeringkatan yang secara spesifik melayani UMKM dengan lingkup nasional belum ada namun ada beberapa inisiatif yang dikembangkan oleh para pelaku lembaga keuangan (bank dan non bank) yang menerapkan pemeringkatan kredit UMKM untuk kebutuhan internal mereka. Oleh karena itu sangat mendesak bagi pemerintah dan sektor perbankan atau industri keuangan untuk merancang model pemeringkatan kredit nasional yang terstandardisasi dan spesifik diperuntukkan untuk UMKM agar akses permodalan dapat lebih terakselerasi namun tetap pruden dari aspek risiko kredit.
Strategi Pengembangan Pemeringkatan Kredit UMKM
Indonesia dapat belajar banyak dari praktik terbaik pemeringkatan kredit UMKM di negara-negara lain. Beberapa pelajaran kunci yang dapat diambil antara lain:
1) Pentingnya membangun database kredit UMKM yang komprehensif dan terintegrasi, seperti Credit Risk Database di Jepang. Database semacam ini dapat menjadi sumber informasi yang berharga untuk penilaian risiko kredit yang lebih akurat.
2) Pengembangan metodologi pemeringkatan yang disesuaikan dengan karakteristik UMKM Indonesia, dengan mempertimbangkan faktor-faktor unik seperti informalitas dan keterbatasan laporan keuangan.
3) Kolaborasi antara pemerintah, regulator, lembaga keuangan, dan sektor swasta dalam mengembangkan dan mengimplementasikan sistem pemeringkatan kredit UMKM, seperti yang dilakukan di Singapura.
4) Pemanfaatan teknologi dan data alternatif dalam proses pemeringkatan, termasuk data transaksi digital, media sosial, dan informasi supplier/customer, untuk memberikan penilaian yang lebih holistik terhadap kelayakan kredit UMKM. 5) Edukasi dan sosialisasi kepada UMKM tentang pentingnya pemeringkatan kredit dan bagaimana meningkatkan profil kredit mereka.
Untuk mengimplementasikan praktik terbaik tersebut, beberapa langkah strategis perlu diambil oleh berbagai pemangku kepentingan di Indonesia. Pertama, regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia perlu menyusun kerangka regulasi yang mendukung pengembangan sistem pemeringkatan kredit UMKM. Ini bisa mencakup standarisasi metodologi pemeringkatan, persyaratan penggunaan peringkat kredit dalam proses pemberian pinjaman, dan insentif bagi lembaga keuangan yang menggunakan sistem pemeringkatan kredit UMKM.
Kedua, pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM dapat bekerja sama dengan lembaga pemeringkat kredit dan asosiasi UMKM untuk mengembangkan program edukasi dan pendampingan bagi UMKM dalam meningkatkan profil kredit mereka.
Ketiga, lembaga pemeringkat kredit nasional perlu mengembangkan metodologi dan produk pemeringkatan khusus untuk UMKM, mungkin dengan kerjasama teknis dari lembaga pemeringkat internasional yang berpengalaman dalam pemeringkatan UMKM.
Keempat, bank dan lembaga keuangan perlu berinvestasi dalam pengembangan kapasitas internal mereka untuk menggunakan dan menginterpretasikan peringkat kredit UMKM dalam proses pemberian pinjaman.
Kelima, UMKM sendiri perlu proaktif dalam memahami pentingnya pemeringkatan kredit dan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan profil kredit mereka, termasuk melalui peningkatan tata kelola, pelaporan keuangan yang lebih baik, dan pemanfaatan teknologi digital dalam operasi bisnis mereka.
Keenam, model pemeringkatan kredit yang dikembangkan sebaiknya memanfaatkan teknologi big data dan kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis berbagai sumber informasi, tidak hanya dari laporan keuangan, tetapi juga dari data transaksi, pola pembayaran, psikometri bahkan aktivitas media sosial. Metode ini memungkinkan penilaian yang lebih komprehensif dan akurat terhadap kelayakan kredit UMKM.
Kesimpulan
Pengembangan sistem pemeringkatan kredit UMKM yang efektif dan terpercaya merupakan langkah penting dalam meningkatkan akses UMKM terhadap pembiayaan di Indonesia. Dengan belajar dari praktik terbaik di negara-negara yang telah menerapkan, serta mengadaptasinya sesuai dengan karakteristik dan kondisi lokal, Indonesia dapat menciptakan ekosistem keuangan yang lebih inklusif bagi UMKM.
Implementasi sistem pemeringkatan kredit UMKM yang baik tidak hanya akan membantu mengurangi risiko kredit bagi pemberi pinjaman, tetapi juga akan membuka peluang bagi UMKM untuk mengakses sumber pendanaan yang lebih beragam, termasuk melalui penerbitan surat utang dan sukuk. Pada akhirnya, ini akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan di Indonesia, dengan UMKM sebagai motor penggerak utamanya.
Namun, keberhasilan inisiatif ini akan bergantung pada komitmen dan kolaborasi yang kuat antara semua pemangku kepentingan, serta implementasi yang konsisten dan berkelanjutan dari kebijakan dan program yang telah dirancang.