
F. Ghulam Naja, Ketua Tim Advokasi SP NIBA AJB Bumiputera 1912
UU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) pada tanggal 15 Januari 2022 telah diketok palu oleh DPR RI melalui Sidang Paripurna dan telah sah berlaku. Banyak masyarakat dan elemen di Negara ini yang menyoroti substansi dalam UU dimaksud. Konsekuensi berlakunya UU di Indonesia di era reformasi dan kebebasan berpendapat sering menuai pro kontra, hal dimaksud maklum sebagai akibat dari adanya kepentingan tertentu.
Koperasi
Hal baru dalam UU yang juga disebut sebagai Omnibus Law Sektor Keuangan adalah pengaturan terkait Koperasi khususnya yang mengatur dengan kegiatan Simpan Pinjam serta Asuransi Berbentuk Usaha Bersama. Kedua bentuk hukum yang hidup, tumbuh, dan berkembang di Indonesia sebagaimana amanat dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang merupakan fundamen system perekonomian nasional. Dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.
Makna yang terkandung dalam ayat tersebut sangat dalam yakni sistem ekonomi yang dikembangkan seharusnya tidak berbasis persaingan serta atas asas yang sangat individualistik. Demikian pula dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 memberikan maklumat yang sangat terang benderang bahwa pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam kegiatan ekonomi.
Ekonomi bukan hanya dilakukan oleh masyarakat, swasta, atau individu, terutama untuk cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, kemudian bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Itu juga harus dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Selama ini juga telah terjadi eksklusifisme pembangunan. Prinsip partisipasi dan emansipasi pembangunan tidak ditegakkan, seharusnya dalam setiap kemajuan pembangunan rakyat harus senantiasa terbawa serta.
Kemajuan ekonomi rakyat haruslah inheren dengan kemajuan pembangunan nasional seluruhnya. Kekaguman terhadap yang serba barat menambah kekurangwaspadaan yang secara tidak langsung dengan semena-mena menggusur rakyat kecil dan lemah.
Bangunan ekonomi seperti Koperasi dan Usaha Bersama seharusnya hidup dan berkembang lebih pesat dibandingkan bentuk usaha seperti Perseroan Terbatas (PT) yang lebih dikuasai perseorangan atau kelompok tertentu. Bentuk Koperasi dan Usaha Bersama merupakan rumpun yang sama dan sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.
Namun faktanya perkembangan Koperasi dan Usaha Bersama di Indonesia masih dipandang sebelah mata dan semakin mendapatkan perhatian minim dari pengaturan. Menurut Mohammad Hatta yang juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia, pengertian koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Artinya Koperasi merupakan rumpun dari Usaha Bersama yang juga berkembang di dunia.
Koperasi merupakan lembaga ekonomi yang cocok diterapkan di Indonesia. Karena sifat masyarakatnya yang kekeluargaan dan kegotongroyongan, sifat inilah yang sesuai dengan azas koperasi saat ini. Sejak lama bangsa Indonesia telah mengenal kekeluargaan dan kegotongroyongan yang dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia.
Sejarah mencatat bahwa gerakan koperasi di dunia dimulai pada pertengahan abad 18 dan awal abad 19. Saat itu, koperasi masih disebut dengan Koperasi Pra Industri. Gerakan ini lahir akibat dari revolusi industri yang gagal mewujudkan semboyan Liberte-Egalite-Fraternite (kebebasan-persamaan-kebersamaan).
Lahirnya koperasi pertama dikenal dengan Koperasi Rochdale diambil dari nama kota di bagian utara Inggris dan digagas Charles Howard pada tanggal 24 Oktober 1844. Sekarang hari lahirnya koperasi ini sering diperingati sebagai “Gerakan Koperasi Modern”. Sistem Ekonomi di Inggris pada masa itu lebih mengagas sistem kapitalisme di mana persaingan pasar bebas tapi hanya berpihak pada pemilik modal sehingga mengakibatkan kemiskinan dan kesenjangan sosial yang lebar.
Semula Gerakan Koperasi Rochdale hanya berisi berbagai gagasan ide yang praktis tentang mengelola toko menggunakan prinsip-prinsip koperasi dengan menyediakan barang-barang konsumsi untuk keperluan sehari-hari. Gerakan ini sering disebut Koperasi Pra Industri. Akan tetapi seiring berkembang dan terjadinya penambahan modal koperasi, sehingga koperasi mulai memproduksi sendiri barang yang akan dijual, Hal ini menciptakan kesempatan bekerja bagi anggota yang masih belum bekerja dan menambah pendapatan bagi mereka yang sudah memiliki pekerjaan.
Pada perkembangan tahun-tahun selanjutnya Koperasi Rochdale telah melakukan ekspansi usaha di bidang transportasi, perbankan, dan asuransi juga melebarkan sayap pada bidang lainnya. Prinsip dan nilai-nilai pada Koperasi Rochdale sepanjang sejarah tersebut membentuk dasar bagi prinsip-prinsip koperasi yang masih beroperasi di seluruh dunia dan dikembangkan pada Negara-negara lain hingga saat ini.
Kritikal poin dalam UU P2SK berkaitan dengan pengawasan Koperasi di bawah OJK, berkaitan dengan kegiatan koperasi di sektor jasa keuangan (kegiatan usaha simpan pinjam), dalam Bab XIII Pasal 44B dinyatakan bahwa :
“ Koperasi yang melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. menghimpun dana dari pihak selain Anggota Koperasi yang bersangkutan;
b. menghimpun dana dari anggota Koperasi lain;
c. menyalurkan pinjaman ke pihak selain Anggota Koperasi yang bersangkutan dan/atau menyalurkan pinjaman ke anggota Koperasi lain;
d. menerima sumber pendanaan dari bank dan/atau lembaga keuangan lainnya melewati batas maksimal yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi; dan/atau
e. melakukan layanan jasa keuangan di luar usaha simpan pinjam seperti usaha perbankan, usaha asuransi, usaha dana pensiun, pasar modal, usaha lembaga pembiayaan, usaha modal ventura dan kegiatan usaha lain yang ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai sektor jasa keuangan.
Seharusnya masalah ini tidak dipahami demikian, mengingat karakteristik Koperasi menjadi hilang. Masyarakat awam akhirnya membaca regulasi terkait kegiatan perkoperasian terdapat 2 (dua) pengawasan, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM untuk jenis bidang koperasi yang menjalankan kegiatan non simpan pinjam serta pelayanan untuk Anggota, dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK sebagaimana yang dimaksudkan dalam UU P2SK. Hanya karena pertimbangan pelayanan terhadap selain Anggota serta risiko yang tinggi dan berpotensi merugikan masyarakat pada akhirnya mengorbankan nilai perkoperasian.
Koperasi lahir di Indonesia bahkan di dunia sudah sejak awal didirikan atas dasar dari Anggota, oleh Anggota, dan untuk Anggota. Sejatinya Koperasi tidak melayani selain Anggota. Dan Koperasi yang melayani selain Anggota berarti menyimpang dari aturan, seharusnya tinggal ditegakkan sanksinya terhadap Koperasi yang nakal. Jika terdapat lembaga Koperasi berdasarkan temuan pengawas kegiatan Koperasi, berdasarkan evaluasi sebagai bentuk perhatian Pemerintah maka lembaga Koperasi yang nakal tersebut menyesuaikan sebagai Lembaga Pembiayaan dan sejenisnya yang mempunyai karakteristik di luar Koperasi.
Miris kalau pada akhirnya bentuk hukum Koperasinya yang dikorbankan dan selanjutnya justru pengawasannya ganda, yaitu sebagaian yang bukan atau tidak menjalankan kegiatan simpan pinjam atau simpan pinjam kepada Anggota di awasi Kementerian Koperasi dan UKM, sementara yang menjalankan kegiatan simpan pinjam selain kepada Anggota atau masyarakat umum seperti halnya praktek perbankan, kegiatannya diawasi OJK.
Sepatutnya praktek-praktek penyaluran dana di Indonesia selain Lembaga Perbankan dan juga Koperasi, terdapat Lembaga Pembiayaan baik secara mikro maupun skala besar, seharusnya dengan mempertimbangkan karakteristik koperasi, pilihan bentuk Lembaga Pembiayaan justru bisa menjadi pertimbangan dan bias diterima dibandingkan memaksakan bentuk Koperasi yang pada prakteknya menyalurkan kepada selain Anggota.
Untuk mengetahui perkembangan koperasi di Indonesia, sejarah perkembangan koperasi Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam dua masa, yaitu masa penjajahan dan masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan banyak rakyat Indonesia yang hidup menderita, tertindas, dan terlilit hutang dengan para rentenir. Karena hal tersebut pada tahun 1896, patih purwokerto yang bernama R. Aria Wiriaatmadja mendirikan koperasi kredit untuk membantu para rakyat yang terlilit hutang. Lalu pada tahun 1908, perkumpulan Budi Utomo memperbaiki kesejahteraan rakyat melalui koperasi dan pendidikan dengan mendirikan koperasi rumah tangga, yang dipelopori oleh Dr.Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo.
Setelah Budi Utomo sekitar tahun 1911, Serikat Dagang Islam (SDI) dipimpin oleh H.Samanhudi dan H.O.S Cokroaminoto mempropagandakan cita-cita toko koperasi (sejenis waserda KUD), hal tersebut bertujuan untuk mengimbangi dan menentang politik pemerintah kolonial belanda yang banyak memberikan fasilitas dan menguntungkan para pedagang asing. namun pelaksanaan baik koperasi yang dibentuk oleh Budi Utomo maupun SDI tidak dapat berkembang dan mengalami
kegagalan, hal ini karena lemahnya pengetahuan perkoperasian, pengalaman berusaha, kejujuran dan kurangnya penelitian tentang bentuk koperasi yang cocok diterapkan di Indonesia.
Upaya pemerintah kolonial belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia ternyata tidak sebatas pada bidang politik saja, tapi kesemua bidang termasuk perkoperasian. Hal ini terbukti dengan adanya undang-undang koperasi pada tahun 1915, yang disebut “Verordening op de Cooperative Vereenigingen” yakni undang-undang tentang perkumpulan koperasi yang berlaku untuk segala bangsa, jadi bukan khusus untuk Indonesia saja. Undang-undang koperasi tersebut sama dengan undang-undang koperasi di Nederland pada tahun 1876 (kemudian diubah pada tahun 1925), dengan perubahan ini maka peraturan koperasi di indonesia juga diubah menjadi peraturan koperasi tahun 1933 LN No.108.
Di samping itu pada tahun 1927 di Indonesia juga mengeluarkan undang-undang No. 23 tentang peraturan-peraturan koperasi, namun pemerintah belanda tidak mencabut undang-undang tersebut, sehingga terjadi dualisme dalam bidang pembinaan perkoperasian di Indonesia.
Meskipun kondisi undang-undang di Indonesia demikian, pergerakan dan upaya bangsa indonesia untuk melepaskan diri dari kesulitan ekonomi tidak pernah berhenti, pada tahun 1929, Partai Nasionalis Indonesia (PNI) di bawah pimpinan Ir.Soekarno mengobarkan semangat berkoperasi kepada kalangan pemuda.
Pada periode ini sudah terdaftar 43 koperasi di Indonesia. Pada tahun 1930, dibentuk bagian urusan koperasi pada Kementrian Dalam Negeri di mana tokoh yang terkenal masa itu adalah R.M.Margono Djojohadikusumo. Lalu pada tahun 1939, dibentuk Jawatan Koperasi dan Perdagangan dalam negeri oleh pemerintah. Dan pada tahun 1940, di Indonesia sudah ada sekitar 656 koperasi, sebanyak 574 koperasi merupakan koperasi kredit yang bergerak di pedesaan maupun di perkotaan.
Setelah itu pada tahun 1942, pada masa kedudukan jepang keadaan perkoperasian di Indonesia mengalami kerugian yang besar bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, hal ini disebabkan pemerintah jepang mencabut Undang-undang No. 23 dan menggantikannya dengan kumini (koperasi model jepang) yang hanya merupakan alat mereka untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang
kebutuhan Jepang. Perjalanan sejarah panjang koperasi di Indonesia seperti berulang di jaman sekarang dimana kehidupan koperasi harus bisa mengimbangi perkembangan sistem kapitalisme di Negara ini yang semakin masif dan jika mengabaikan prinsip-prinsip dasar serta karakteristik perkoperasian, bisa jadi bentuk koperasi akan terancam dan punah.
Usaha Bersama
Di sisi lain berkaitan dengan bentuk Usaha Bersama yang merupakan rumpun Koperasi, tidak pernah berkembang di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa satu-satunya bentuk Usaha Bersama di Indonesia disandang oleh AJB Bumiputera 1912, merupakan satu-satunya perusahaan asuransi yang telah lahir dan hidup selama 1 abad lebih.
Sejak tahun 1912 hingga lahirnya UU No 2 Tahun 1992 dan selanjutnya diatur dalam UU No 40 Tahun 2014 belum mempunyai payung hukum. AJB Bumiputera 1912 sebagai bentuk Usaha Bersama baru mendapatkan payung hukumnya melalui Peraturan Pemerintah No 87 Tahun 2019. Namun tak lama sejalan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 32/PUU-XVIII/2020 tanggal 14 Januari 2021 maka PP No. 87 Tahun 2019 menjadi tidak mengikat lagi sebagai akibat dari ketentuan Pasal 6 ayat (3) UU 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Bentuk Usaha Bersama sepatutnya juga dapat dikembangkan untuk sektor lainnya seperti kegiatan UMKM yang terus berkembang hingga saat ini akan memperkuat bangunan ekonomi dibandingkan harus berbentuk Perseroan Terbatas perorangan.
Bentuk Usaha Bersama dikategorikan sebagai persekutuan perdata. Untuk mencapai tujuan pembangunan negara Indonesia yang lebih baik, diperlukan tatanan hukum yang dapat menggerakkan, mendorong, dan juga mengendalikan berbagai aktivitas pembangunan ekonomi. Salah satu tatanan hukum yang mendapat sorotan dan sangat diperlukan dalam menggerakan roda pembangunan ekonomi ialah Badan Usaha Bukan Badan Hukum yang peraturannya masih didasarkan pada KUH Perdata dan KUHD yang selama ini mengatur Persekutuan Perdata.
Ciri dan karakteristik Persekutuan Perdata diatur dalam Pasal 1618 – 1652 KUHPerdata yang dapat diakomodasi sebagai penelitian studi perbandingan bagi kegiatan Usaha Bersama yang dijalankan AJB Bumiputera 1912. Terbitnya payung hukum bagi Perusahaan Asuransi berbentuk Usaha Bersama sebagaimana tertuang dalam Bab VII Pasal 53 hingga 78 UU P2SK dimaksudkan untuk memberikan jaminan terhadap eksistensi, pertumbuhan, dan perkembangan secara kelembagaan di masa yang akan datang, hal ini sebagai wujud pengakuan Pemerintah bersama DPR RI untuk tetap melestarikan bentuk Usaha Bersama di negeri ini.
UU P2SK disahkan melalui Sidang Paripurna pada tanggal 15 Desember 2022 dan menjadi modal dasar AJB Bumiputera 1912 untuk memperkuat kegiatan operasional secara fundamental serta upaya perbaikan kelembagaan secara menyeluruh sebagai bekal dalam menciptakan dan menyempurnakan regulasi-regulasi selanjutnya kegiatan. Memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 32/PUU-XVIII/2020 tanggal 14 Januari 2021 artinya lebih cepat dari batas waktu 2 tahun sejak tanggal 14 Januari 2021 yaitu pada 14 Januari 2023 meskipun bukan dalam bentuk Undang-Undang tersendiri tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama.
Standar dan model praktek Usaha Bersama di Internasional perlu mengikuti organisasi yang menaungi kegiatan Usaha Bersama di luar negeri yang dikenal dengan Mutual, yaitu The International Cooperative and Mutual Insurance Federation (ICMIF). Usaha Bersama pada kenyataannya merupakan satu rumpun dengan Koperasi, sehingga mempunyai karakteristik bentuk usaha yang sama. Jika di dalam negeri bentuk usaha Koperasi telah populer dan berkembang pesat, tidak ada salahnya menggunakan pendekatan normatif Koperasi sebagai rujukan awal dan dasar dalam penerapan praktek-praktek Usaha Bersama di Indonesia. Sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia harus berkomitmen agar pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan industri perasuransian dalam bentuk Usaha Bersama selaras dengan standar praktek terbaik sebagaimana diterapkan oleh ICMF.
Percepatan inovasi ragam produk keuangan, metode pemasaran dan distribusi, serta teknik dan mekanisme transaksinya merupakan fenomena terkini dan nyata yang terjadi di hampir seluruh sektor jasa keuangan, tidak terkecuali dalam industri perasuransian. Selain tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin variatif terhadap produk-produk keuangan, faktor pendorong lainnya yang menyebabkan terjadinya inovasi produk-produk keuangan adalah perkembangan teknologi dan sistem informasi yang sangat pesat. Kondisi demikian menuntut praktek Usaha Bersama adaptif dan cepat menyesuaikan dengan karakteristik bentuk usaha yang dijalankan. Di sisi lain regulator atau supervisi gamang karena belum jelasnya payung hukum serta praktek-praktek yang seharusnya berlaku bagi Usaha Bersama yang pada akhirnya berdampak pada berkurang atau ketidaktegasan dalam pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan.
Sekalipun perkembangan kondisi Usaha Bersama yang dijalankan AJB Bumiputera 1912 hingga saat ini telah dalam kondisi memprihatinkan, selain pengelolaan praktek-praktek Usaha Bersama yang belum sesuai dengan harapan seluruh pemangku kepentingan, fakta lain selama 5 tahun terakhir, banyaknya pengaduan masyarakat yang merupakan Pemegang Polis AJB Bumiputera 1912 berkaitan dengan hak-hak klaimnya yang belum terpenuhi serta kewajiban lainnya satu diantaranya hak karyawan, merupakan cerminan pengaturan dan pengawasan industri perasuransian dalam rangka memberikan perlindungan terhadap masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius, kondisi tersebut seyogyanya tidak dapat dibiarkan berlarut-larut.
Dalam beberapa kasus yang terjadi dalam waktu belakangan ini, Pemegang Polis/Tertanggung/Peserta berpotensi kehilangan hak atas manfaat ekonomisnya secara material dan signifikan. Terlebih jika harus dihadapkan dengan proses pembubaran, likuidiasi, atau kepailitan atas Usaha Bersama. Pembubaran, likuidiasi, atau kepailitan tersebut umumnya disebabkan oleh kekeliruan dan kesalahan pelaksanaan printip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) sehingga menyebabkan perusahaan mengalami kondisi keuangan yang tidak sehat (insolven).
Pada tingkat tertentu, kondisi tersebut dapat mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat (public distrust) dalam memanfaatkan Perusahaan Perasuransian untuk memproteksi risiko-risikonya. Namun perlu diapresiasi bahwa penjaminan terhadap Polis meskipun tidak diwujudkan dalam bentuk Lembaga Penjaminan Polis sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian namun UU P2SK mewujudkannya dengan penambahan peranan Lembaga Penjaminan Simpanan.
Berkenaan dengan penyelesaian permasalahan AJB Bumiputera 1912, bercermin dari perkembangan yang terjadi bahwasannya RPKP belum terdapat kabar baik, hal ini semakin menurunkan kepercayaan masyarakat yang dalam waktu 1 tahun terakhir dihantui dengan banyaknya industri perasuransian yang mengalami masalah dan tidak dapat diselesaikan dengan baik bahkan berujung dicabutnya izin usaha sebagaimana terjadi pada Wanaartha Life.
Harapan terbesar AJB Bumiputera 1912 dapat memperoleh solusi terbaiknya, dan tentunya momentum yang baik dengan terbitnya UU P2SK dapat diikhtiarkan dengan memperbaiki kinerja internal Perusahaan melalui produktifitas organisasi yang efektif serta upaya-upaya maksimal untuk membangun kepercayaan publik.
Di samping hal dimaksud, dalam rangka melindungi kehidupan masyarakat yang hidup dalam AJB Bumiputera 1912, OJK harus mampu menjalankan peranannya sebagaimana yang diberikan sesuai dengan UU P2SK, sehingga tidak terulang kondisi masa lalu dimana tidak menjalankan kewenangan yang telah diberikan Undang-undang yang pada akhirnya yang dirugikan adalah Pemegang Polis, Pekerja, dan masyarakat lainnya yang menggantungkan nasibnya terhadap AJB Bumiputera 1912. Tantangan lain dalam rangka pengembangan industri perasuransian di Indonesia adalah upaya antisipasi dampak resesi global yang diprediksi dalam waktu dekat pasca pemulihan Pandemi Covid-19.
Selanjutnya guna percepatan penanganan terhadap permasalahan AJB Bumiputera 1912 sejalan dengan terbitnya UU P2SK, maka hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya :
- Pemangku kepentingan di internal Perusahaan secara konsisten mengimplementasikan prinsip-prinsip Usaha Bersama yang telah diatur dalam UU P2SK, diantaranya dengan melakukan penyesuaian Anggaran Dasar yang selama ini belum pernah dilakukan pasca PP No 87 Tahun 2019 serta terbentuknya Anggota BPA Periode 2022-2027 yang mendapatkan persetujuan darii OJK melalui penilaian kemampuan dan kepatutan sejak tanggal 12 Mei 2022 ;
- AJB Bumiputera 1912 sebagai satu-satunya perusahaan asuransi berbentuk Usaha Bersama tengah dalam permasalahan likuiditas dan perlindungan terhadap hak-hak seluruh pemangku kepentingan Usaha Bersama sedang terancam, baik Pemegang Polis, Pekerja, dan masyarakat lainnya yang terikat dengan Usaha Bersama, sehingga berpotensi pada dampak sistemik, sistematis, dan masif, sehingga OJK perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kinerja dan pencapaian penting Organ Perusahaan berdasarkan indikator yang terukur sehingga dapat segera ditangani secara tepat berdasarkan mekanisme yang berlaku dalam Undang-undang ;
- Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) menjadi perhatian serius bagi seluruh pemangku kepentingan di internal, mengingat potensi terjadinya praktek abuse of power, penyimpangan dan kecurangan (fraud) oleh Organ Perusahaan jika hal tersebut terabaikan ;
- Pengendalian situasi baik internal maupun eksternal melalui perwujudan organisasi yang produktif, keterbukaan informasi, dan upaya maksimal dalam implementasi program kerja dan anggaran secara efektif dan efisien ;
- Penyelesaian segala permasalahan jika berkaitan dengan potensi hukum yang merugikan kepentingan tertentu, dengan prinsip ultimum remedium ;
Harapan masyarakat sebagai represntasi rakyat Indonesia dengan hadirnya UU P2SK dapat meyelesaikan seluruh permasalahan yang sepanjang tahun 2022 belum dapat diselesaikan, salah satunya OJK mempunyai peran utama dalam menentukan dan nasib jutaan Pemegang Polis dan masyarakat lainnya yang selama ini belum mendapatkan kejelasan memperoleh hak-haknya.
Dengan mengembalikan seluruh penyelesaian permasalahan berdasarkan aturan yang berlaku, semoga UU P2SK terdapat ruang yang dapat digunakan OJK dalam menyelesaikan permasalahan AJB Bumiputera 1912 dengan cepat, tepat sasaran, dan konstitusional sehingga pada tahun 2023 menjadi awal yang baik bagi jutaan masyarakat yang menanti kepastian akan hak-haknya.
F. Ghulam Naja
Ketua Tim Advokasi
SP NIBA AJB Bumiputera 1912
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Menurut pandangan saya, konsep dasar usaha bersama atau mutual tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat kembali maka solusinya mengubah sistem dan produk2nya sesuai dengan konsep dasar usaha bersama dg azaz gotong royong.
System yang sudah sesuai dan sejalan dengan konsep dasar usaha bersama atau mutual adalah system Syariah. Hal ini sudah banyak direkomendasikan oleh beberapa tokoh dan para ahli di bidangnya (fiqih mu’amalah) bahwa bentuk usaha bersama atau mutual adalah sama dengan syirkah sebagai bagian dari system syariah.
Kebetulan AJB Bumiputera 1912 sudah mempunyai anak perusahaan yang mengelola asuransi berbasis syariah yaitu PT. AJSB yang keberadaannya kurang mendapatkan perhatian dari induknya.
Sebaiknya manajemen AJB Bumiputera 1912 mengalihkan system dan produk2nya ke system syariah yang sdh berjalan dan terbukti tidak ada masalah dalam pelayanan, baik pembayaran klaim maupun pembayaran premi lanjutan berjalan normal.
Semoga bisa dipertimbangkan!!!
Wassalaamu alaikum