Siapa yang tidak kenal Dokter Tirta. Seorang dokter muda yang menjadi relawan menghadapi virus corona di Indonesia. Tidak ada yang menduga, sebelumnya dr Tirta sempat vakum sementara dari dunia kesehatan.
Pria bernama lengkap Tirta Mandira Hudhi Pria kelahiran Surakarta 30 Juli 1991 merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Dr. Tirta kuliah di Fakultas Kedokteran sejak tahun 2009 dan lulus pada tahun 2013 lalu. Tirta Mandira Hudhi sosok yang dibesarkan di Karanganyar, Solo, Jawa Tengah.
Sosok Dokter Tirta sedang banyak diperbincangkan netizen. Dokter Tirta merupakan salah seorang influencer yang kini tengah aktif dalam mengkampanyekan pencegahan virus corona atau covid-19. Sosoknya pun semakin mencuri perhatian ketika diundang untuk melakukan talk show di televisi dan akun YouTube Deddy Corbuzier.
Sosoknya yang dikenal nyablak dan cukup unik ini menarik perhatian khalayak terutama anak muda di media sosial saat kampanye cegah virus corona covid-19.
Tidak hanya itu, dr. Tirta juga aktif mengkampanyekan untuk mencintai produk lokal sebagai salah satu bentuk dukungan untuk pengusaha di Indonesia.
Cerita terbaru dokter tirta diakun twitternya@tirta_hudhi hari ini, alasan kenapa dia gencar harus mati-matian cegah penyebaran virus corona atau covid-19.
“Gue lagi rehat sejenak. Maleman keliling lagi. Kenapa gue mati-matian? Gue akan cerita dikit alasan gue sekarng mati-matian mencegah penyebaran infeksi covid,” ungkapnya.
Melawan Sakit di Usia Pelajar
Berawal di usia 8 tahun Dokter Tirta pernah terinfeksi Tuberculosis (TBC).
Penyakit TBC adalah endemik di Indonesia. Kematian dan jumlah kasus di Indonesia sangat tinggi. Penyebaran airbone disease (Penyakit yang ditularkan melalui udara adalah penyakit apa pun yang disebabkan oleh patogen yang dapat ditularkan melalui udara oleh partikel kecil dan kering, serta tetesan cairan yang lebih besar.
Penyakit-penyakit semacam itu mencakup banyak hal penting baik dalam pengobatan manusia maupun kedokteran hewan). Pada usia 8 tahun, Tirta tertular TBC dari temennya yang batuk di depannya.
Saat itu Dokter Tirta harus ikut program 6 bulan, ternyata gagal, ditambah ekstra 4 bulan baru sembuh. Total 10 bulan untuk masa penyembuhan. Dan saat itu, dia diprediksi abis divonis jadi orang yang “sakit-sakitan”.
Paru-paru dokter tirta gambarannya selalu “flek” sembuh setelah mengikuti program tersebut selama 10 bulan. Setelah penyembuhan TBC, gue (sebut dokter Tirta) kena berbagai macam penyakit pernafasan. Faringitis, Laringitis, Tonsilitis, Bronkitis dan Sinusitis. Ini sampai SMA, sebutnya.
Seorang Pelajar Berprestasi
Meskipun sering sakit-sakitan, tidak menghalangi prestasi akademiknya. Dokter Tirta pada masa sekolah menyabet sebagai siswa teladan, mulai di SD, SMP, dan SMA sering mewakili Kota Solo untuk Olimpiade Matematika.
Ketika graduasi, saya ikut penampilan band, tapi akhirnya opnam karena kecapekan. Saat itu didiagnosa terkena DBD dan Sinusitis.
Kuliah Kedokteran
Setelah lulus SMA, saya memutuskan masuk dokter, selain karena standar tertinggi, dan juga ingin buktikan bahwa dari SMA swasta, saya bisa tembus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM). dan akhirnya tembus fakultas kedokteran (UGM).
“Selain Fakultas Kedokteran UGM, dia juga diterima di fakultas kedoteran Universitas Diponegoro (Undip) melalui jalur prestasi. Gue lepas” ungkapnya karena penasaran dengan Yogyakarta.
Menjadi Seorang Pengusaha dan Dokter
Di Jogja dokter Tirta mulai berkembang. Dia mencoba menjadi seorang pengusaha.
Pria kelahiran Surakarta ini sukses menjalankan bisnis di usianya yang masih muda dan sekaligus memegang gelar sebagai dokter.
Dokter Tirta sekaligus CEO Shoes And Care yang berdiri sejak 2013 lalu, memang aktif dalam berbagai kegiatan, baik di dalam maupun diluar kampus.
Bahkan ia sempat menjadi anggota senat mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM. Dengan gaya bahasa khas Jawa, Dr. Tirta demikian beliau akrab disapa menyampaikan pengalamannya tentang bagaimana berbisnis sekaligus menjalankan tugas akademisnya.
Dr. Tirta mengawali bisnis dengan modal yang tidak besar, melainkan dari kamar kosnya yang digunakan sebagai basecamp untuk mencuci sepatu dari customer yang merupakan teman-temannya sendiri.
“Awal berdirinya Shoes And Care ini ya di kos-kosan saya, saya memakai kamar untuk mencuci sepatu dari customer lalu kemudian saya foto untuk diupload di media sosial. Saya sendiri akhirnya tidur diluar kamar karena memang tidak cukup,” tuturnya dari situs uc.ac.id
Pria berkulit putih ini mengawali usaha cuci mencuci ini berawal dari hobinya yang memang getol mengkoleksi sepatu. Dari hobi tersebut ia kemudian melihat pangsa pasar yang belum tersentuh oleh banyak penyedia jasa.
“Orang banyak yang memperhatikan baju, celana sehingga bermunculan laundry dimana-mana, tapi sepatu dilupakan. Padahal sepatu juga harganya tidak murah. Kami melihat ini sebagai peluang sehingga kami masuk dan menyeriusi bisnis ini”.
Shoes and Care ini merupakan jasa perawatan premium sepatu yang pertama di Yogyakarta dan jasa perawatan premium sepatu pertama di Indonesia yang berbasis media sosial. Karena aktif wara-wiri di berbagai platform media sosial, mengikuti berbagai event dan juga dilliput oleh berbagai media, bisnis ini juga sempat masuk dalam kategori 50 usaha yang paling dicari menurut data Google ID.
Keseriusannya dalam memulai bisnis ini kemudian berbuah manis, karena memasuki usia di tahun ketiga ini animo masyarakat terhadap jasa cuci sepatu tampak kian meningkat. Bahkan Shoes And Care saat ini sudah memiliki 19 workshop yang tersebar di 9 kota di Indonesia.
Kini Dr. Tirta juga aktif hadir dalam berbagai seminar maupun talkshow sebagai pembicara yang membagikan pengalaman juga memberikan motivasi khususnya bagi kaum entrepeneur muda.
“Saya menjadi dokter adalah sebagai bentuk pengabdian diri saya bagi masyarakat, dengan ini saya merasa bisa menjadi berkat bagi orang lain. Namun untuk mencari uang saya mendapatkan dengan berbisnis. Shoes And Care ini adalah tempatnya. Saya memiliki passion di keduanya sehingga saya enjoy dalam menjalankan keduanya” Paparnya.
Ditawari Beasiswa S2
dr. Tirta Mandira Hudhi pernah ditawari melanjutkan pendidikannya ke jenjang S2 di Belanda dan Jerman dari Profesor Iwan Namun, namun tawaran itu harus ditolaknya.
Karena skripsinya selesai pada semester 6 dan dianggap baik, ia ditawari beasiswa peneliti ke Belanda oleh Iwan dan dosennya yang lain. Namun, saat itu Tirta lebih memilih menekuni bisnisnya ShoesAndCare dan berkarir di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
“Karena Prof Iwan itu waktu aku selesai S1 dia mau memberikan beasiswa ke Belanda dan Jerman Lewat Dokter Jarir, aku tolak karena pada waktu itu aku lebih ingin ke IGD, belum siap untuk keluar negeri untuk S2” ucap Tirta dalam video youtube Deddy Corbuzier.
“Setelah 1.5 tahun gue lulus, gue bekerja di RS UGM dan Puskesmas Turi. Jadi dokter IGD dan dokter jaga. Dan nyambi bisnis ShoesAndCare,” tambahnya di akun twitter.
Namun, sering mengalami sakit membuatnya berhenti berkarir sebagai dokter dan memilih fokus dengan bisnis cuci sepatu miliknya, ShoesAndCare.
“Selama ini, gue sakit sebulan sekali. DBD 1x tipus 1x , dan akhirnya 2018 gue kena bronkitis kronis Gue memutuskan memilih rehat menjadi dokter IGD, dan berjuang demi ShoesAndCare. Untuk anak buah gue yang separonya anak jalanan. So. Mulailah gue berjuang as dokter edukasi dan menjadi pengusaha,” ungkapnya.
Kembali Bertemu Prof. Iwan
Pada suatu hari Dokter Tirta sempat diundang menjadi dosen tamu di kampusnya FK UGM. Di sana ia kembali bertemu dengan Prof. Iwan.
“Sedih memang. Tapi kalo gue memaksa praktek dan pengusaha, gue akan mati muda haha. Disinilah ketika gue ngajar di Fakultas UGM jadi dosen tamu, gue bertemu lagi dengan prof iwan”, ungkap di akunnya.
Saat itu, sang dosen menyampaikan padanya bahwa seorang dokter tak mesti selalu berjuang di balik jas praktik, namun juga bisa bermanfaat di bidang-bidang lainnya.
Prof iwan bilang “jadi dokter ga selalu berjuang di belakang jas praktek, bisa di kursi laen, di situ ide kamu akan berguna, ga hanya buat pasien, tapi buat temenmu, tenaga medis, tirta, berjuanglah dengan caramu sendiri”
Lanjut , prof iwan nasehatin “tabunglah uang dari usahamu, berjuang, naikkan derajat tenaga medis, amankan pasien, buat RS ! Siapa tau kamu bisa !” Gue angguk. Dan gue janji ketika RS gue jadi, gue mau pamer ke beliau”, cerita dokter.
Namun, kabar Prof Iwan terinfeksi corona membuatnya bertekad mencegah penyakit tersebut semakin meluas.
“Singkat crita 1-2 mnggu lalu gue dapet kabar Prof Iwan kena infeksi corona. Disitulah gue mati-matian, gue ga mau liat temen gue , tenaga medis, down, gue berjuang. Beli masker sendiri, cari APD sendiri, dan akhirnya gue di undang BNPB,” imbuhnya.
Kabar meninggalnya sang dosen membuatnya sangat berduka saat itu. Tirta pun semakin berusaha keras untuk meneruskan perjuangan almarhum Iwan.
“Gue akhirnya mengkoordinasi semua sumbangan influencer, membuat program untuk membantu mengurangi rate infeksi covid 19 di jakarta dan Indonesia,Gue ga dikasih biaya, gue pake duit gue sendiri, dan tiba-tiba Kitabisa.com akhirnya memutuskan bantu gue,” ungkap dokter Tirta.
Program gue dan relawan dibantu fatur eks Presma UGM ada :
1. Memasang 1000 Disinfection Chamber di jkt; 2. MembaGI APD bagi temen temen medis di faskes ; 3. Memberikan nutrisi bagi tenaga medis ; 4. Edukasi PHBS (hidup bersih sehat) ke rakyat dan; 5. Memastikan Amannya SOCIAL DISTANCING
“Gue bergerak, 14-15 jam sehari. Kadang 20 jam. Capek . Tapi gue semangat. Ini sumpah gue. Dan tiba2 gue denger kabar Kalo prof iwan meninggal. Gue saat itu lagi wawancara bareng di GenFM Jakarta,” jelasnya.
Baginya, Indonesia benar-benar sedang membutuhkan bantuan banyak pihak untuk mengatasi wabah corona.
“Gue nangis ketika wawancara. Gue down. Mood gue brantakan saat itu. Karena beliaulah, yang membuat gue seperti ini. Akhirnya gue memutuskan, meneruskan legacy beliau. Gue akan bantu sebisa gue. 100/200/300 rs. Mau gue sampe sakitpun , gue ga peduli. Negara ini butuh bantuan,”
“Jika angka infeksi ga bisa ditekan, indonesia bisa krisis corona sampe juni. Dan ini bahaya. Satu-satunya cara, ya menekan angka infeksi. Disinilah peran relawan Covid 19 80% ringan dan 20% fatal. But, sangat mudah menyebar. Dan jujur karena sakit cepatnya, jumlah pasien ga seimbang sama rumah sakitnya”, tambahnya.
“Selama angka infeksi tinggi, gue ga akan brenti berjuang. Makasih kitabisa.com dan Dompet Dhuafa, sampe titik darah penghabisan. Gue akan lawan ini virus,”
“Ini sumpah dokter. Pekara uang gue dah settle. Toko gue dah puluhan. Bisnis gue banyak. Jika gue kenapa-kenapa, tugas gue di dunia pun dah slesai sejatinya. Ini pekara sumpah yang gue ambil.”
“Dokter. Gue akan jaga kawan-kawan gue di garda IGD. Meski nyawa gue taruhannya. Followers , harta, popularitas, itu sementara. So, itulah alesan gue ngegas. Sampe salah ngomong di ILC kemaren,” pungkas Dokter Tirta.
Kata kata “ngegas’ ini keluar karena kekesalan beliau terhadap perilaku masyarakat yang sangat menganggap enteng penyebaran virus covid-19 ini, padahal sudah jelas dihimbau untuk menjauhi keramaian dengan social distancing, tapi masyaraat malah liburan ke tempat wisata, bahkan menyebut fenomena ini adalah liburan corona.