
Tangerang – Kegiatan perpisahan siswa dengan mengunjungi tempat-tempat wisata dianggap sebuah tradisi dan menjadi hal yang rutin dilakukan di sekolah setiap akhir tahun ajaran.
Kegiatan tersebut sudah tidak asing lagi untuk ajang bisnis para guru dan menguntungkan pihak sekolah atau pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut. Hal ini diduga terjadi di sekolah SMKN 1 Kota tangerang.
Modus operandi yang dilakukan dengan melakukan pungutan sebesar Rp. 1.800.000,- /siswa dari jumlah siswa kelas XII sebanyak 420 Orang. Jika dikalkulasikan total pungutan yang terkumpul sejumlah Rp. 756.000.000,-.
Untuk memuluskan kegiatan tersebut, orang tua wali siswa dikirim Formulir pernyataan persetujuan yang dikirim melalui masing-masing siswa. Dan pihak komite sekolah tidak pernah melakukan rapat terkait rencana kegiatan tersebut dengan melibatkan orangtua wali siswa.
Hal ini pastinya sangat memberatkan orang tua wali siswa terlebih ekonomi sedang sulit karena dampak pandemi covid 19.
Sekali berlayar dua pulau terlampaui, pepatah itu juga dipakai oleh pihak sekolah SMKN 1 Tangerang agar anggaran DANA BOS nya bisa digunakan, kegiatan perpisahan bersamaan dengan kunjungan industri siswa kelas XII. Tapi di dalam rangkaian kegiatan tidak ada satu pun perusahaan atau industri yang dikunjungi.
Bapak yuni Salah satu wali siswa saat dikonfirmasi merasa telah terperdaya dan keberatan atas kegiatan tersebut, dan meminta kepada pihak sekolah untuk mengembalikan pungutan yang telah dibayar sebesar Rp. 1.800.000,-.
“Karena tidak dibayarkan oleh pihak sekolah, kami meminta Pengacara untuk melakukan upaya hukum terhadap kejadian yang dialami,” ungkapnya.
Secara terpisah, Yunihar, SH. C.Me selaku ketua tim kuasa hukum bapak yuni yang juga menjabat sebagai Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda Ansor Tangerang (LBH ANSOR) menjelasakan bahwa, pungutan kepada siswa dengan dalih untuk kegiatan perpisahan sekolah tersebut diduga pihak sekolah telah melakukan pungli.
“Pihak sekolah wajib mengembalikan seluruh uang yang telah dibayarkan, jika tidak perbuatan tersebut bisa dijerat pidana pasal 423 KUHP pidana,” ujar Yuniar.
“Terlebih lagi pihak ketiga yang ditunjuk sebagai Even Organizer (EO) juga diduga tidak berijin alias perusahaan bodong,” tambah Yuniar dalam press release yang diterima oleh wartawan KeuanganOnline.id.