
Selama hampir delapan tahun terakhir, besaran santunan kecelakaan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 15/PMK.010/2017 dan PMK No. 16/PMK.010/2017 tidak mengalami penyesuaian. Sementara itu, inflasi terus menggerus nilai uang, dan biaya medis serta kebutuhan hidup semakin meningkat. Keluarga korban kecelakaan yang seharusnya mendapat perlindungan layak dari Negara justru berada dalam tekanan ekonomi.
Jasa Raharja, sebagai lembaga yang menjalankan mandat Negara melalui UU No. 33 Tahun 1964 dan UU No. 34 Tahun 1964, memiliki tanggung jawab sosial untuk memastikan bahwa masyarakat yang menjadi korban kecelakaan mendapatkan santunan yang memadai. Namun, surplus dana yang dikelola seringkali diminta untuk disetorkan sebagai dividen, padahal Jasa Raharja bukanlah perusahaan berorientasi keuntungan, melainkan Public Service Obligation (PSO) yang bertugas memberikan layanan publik mandatori Negara.
Izin, dipandang perlu membahas pentingnya reformasi santunan kecelakaan, perbandingan dengan standar internasional, serta dampak inflasi selama delapan tahun terakhir terhadap kemampuan santunan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Benchmark Internasional: Belajar dari Negara Lain.
Standar santunan di negara lain dapat menjadi acuan untuk menciptakan kebijakan yang lebih adil di Indonesia:
Di negara Jerman, kompensasi kematian melalui sistem asuransi sosial bisa mencapai €100.000 (sekitar Rp1,6 miliar), memberikan jaminan keuangan yang memadai bagi keluarga korban.
Di Jepang, santunan kematian mencapai ¥10 juta (sekitar Rp1,3 miliar) atau lebih, tergantung kontribusi korban dan kondisi keluarga.
Amerika Serikat dengan Program Social Security Disability Insurance (SSDI) memberikan santunan puluhan ribu dolar AS, yang dirancang untuk menggantikan pendapatan korban.
Sementara di Inggris, sistem National Insurance memberikan santunan hingga £100.000 (sekitar Rp1,9 miliar) dengan mempertimbangkan kebutuhan keluarga.
Standar ini menunjukkan bahwa Negara Negara tersebut menempatkan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas utama, terutama bagi korban kecelakaan dan keluarganya.
Dampak Inflasi Selama Delapan Tahun.
Sejak PMK No. 15/PMK.010/2017 dan PMK No. 16/PMK.010/2017 diberlakukan, inflasi rata rata tahunan di Indonesia berkisar antara 2 – 3%. Secara kumulatif selama delapan tahun, inflasi telah mencapai sekitar 20 – 25%, yang secara signifikan mengurangi daya beli santunan yang diberikan.
Sebagai ilustrasi, santunan kematian sebesar Rp50.000.000,– pada tahun 2017 kini hanya setara dengan sekitar Rp37.500.000,– jika disesuaikan dengan inflasi. Hal ini menegaskan perlunya penyesuaian besaran santunan agar tetap relevan dengan kondisi ekonomi saat ini.
Faktor Penentu Besaran Santunan Ideal.
Untuk menentukan besaran santunan yang ideal, perlu mempertimbangkan:
- Kenaikan Biaya Medis Biaya rumah sakit dan pengobatan terus meningkat, sehingga santunan harus mencakup kebutuhan medis korban.
- Kehilangan Pendapatan Keluarga Santunan harus cukup untuk menggantikan pendapatan korban, terutama jika ia adalah tulang punggung keluarga.
- Kebutuhan Hidup Keluarga
- Pendidikan anak, kebutuhan rumah tangga, dan pengeluaran lain yang bertambah pasca kecelakaan harus dipertimbangkan.
- Inflasi
- Penyesuaian berkala diperlukan untuk menjaga nilai santunan tetap relevan.
Berdasarkan benchmark internasional dan kondisi ekonomi saat ini, rekomendasi besaran santunan di Indonesia:
Santunan Meninggal Dunia
Minimal Rp200.000.000,– hingga Rp500.000.000,– untuk memastikan keluarga korban dapat mempertahankan standar hidup layak.
Santunan Cacat Tetap Sebesar Rp100.000.000,– hingga Rp300.000.000,– untuk menutupi biaya rehabilitasi dan kehilangan pendapatan akibat cacat permanen.
Peran Pemerintah dalam penyesuaian, perlunya reformasi kebijakan santunan membutuhkan langkah konkret dari Pemerintah, antara lain:
- Peninjauan PMK No. 15/PMK.010/2017 serta PMK No. 16/PMK.010/2017 yaitu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat saat ini.
- Penyesuaian Tarif Iuran Wajib (IW) dan Sumbangan Wajib (SW).
Tarif IW dan SW perlu dipertimbangkan penyesuaian secara proporsional untuk mendukung besaran santunan yang lebih layak. Mekanisme Penyesuaian Berkala Sistem santunan harus memiliki mekanisme penyesuaian otomatis yang mencerminkan inflasi dan kenaikan biaya hidup.
Sudah saatnya Pemerintah menunjukkan empati kepada masyarakat dengan mereformasi kebijakan santunan bagi masyarakat korban kecelakaan.
Sumber Referensi
* Undang-Undang No. 33 Tahun 1964: Mengatur tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, yang mewajibkan adanya dana untuk memberikan santunan kepada penumpang yang mengalami kecelakaan.
* Undang-Undang No. 34 Tahun 1964: Mengatur tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, yang bertujuan memberikan perlindungan kepada korban kecelakaan lalu lintas jalan.
* Peraturan Menteri Keuangan No. 15/PMK.010/2017: Menetapkan besaran santunan dan iuran wajib dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang alat angkutan penumpang umum di darat, sungai/danau, feri/penyeberangan, laut, dan udara.
* Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.010/2017: Menetapkan besaran santunan dan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan.
Ditulis Oleh:
Diding S Anwar
Ketua Bidang Penjaminan Kredit UMKM & Koperasi RGC FIA UI,