
Ilustrasi: UMKM
Dede Suryanto
Ketua Digital Financial Center Vokasi Universitas Indonesia
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) seringkali menghadapi kendala dalam mengakses sumber pembiayaan yang merupakan faktor krusial bagi pertumbuhan bisnis mereka. Keterbatasan akses terhadap pembiayaan eksternal menjadi hambatan utama bagi pertumbuhan UMKM. Banyak UMKM yang memiliki bisnis prospektif dan memerlukan sumber pembiayaan untuk mengembangkan bisnisnya, namun harus kandas karena terkendala kurangnya permodalan. Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya jaminan (collateral) yang dapat diberikan oleh UMKM kepada sektor perbankan sebagai persyaratan pembiayaan (unbankable).
Solusi Penjaminan Kredit
Permasalahan di atas masih sangat lazim ditemui pada UMKM di Indonesia. Sayangnya tidak banyak UMKM yang mengetahui bahwa ada sebuah skema penjaminan yang dapat membantu mereka dalam menghadapi kendala akses permodalan ke perbankan atau lembaga keuangan formal lainnya. Sebenarnya melalui Undang-undang No 1/Tahun 2016 tentang Penjaminan, pemerintah telah cukup komprehensif mengatur bagaimana lembaga penjaminan kredit dapat berperan memberikan penjaminan terhadap UMKM. Barangkali kendala sosialisasi yang belum optimal menyebabkan literasi penjaminan kredit masih sangat minim di kalangan UMKM dan pelaku uaha lainnya.
Adanya jaminan atau guarantee dalam pasar kredit UMKM, dapat mengatasi asimetri informasi yang signifikan antara UMKM dan pemberi pinjaman terkait pemenuhan persyaratan pemberian kredit atau pembiayaan. Perusahaan penjaminan kredit hadir mengatasi masalah bagi perusahaan UMKM yang tidak memiliki catatan keuangan, kekurangcukupan nilai agunan atau riwayat kredit yang kurang memadai. Seringkali masalah tersebut menjadi kendala bagi lembaga keuangan dalam menilai kelayakan kredit. Sisi kelemahan UMKM inilah yang kemudian diatasi melalui penjaminan kredit.
Peran dan Fungsi Penjaminan Kredit
Perusahaan penjaminan kredit telah memainkan peran penting dalam aspek manajemen risiko pembiayaan. Mereka berfungsi sebagai katalis yang memfasilitasi akses UMKM ke sumber permodalan dengan cara mengurangi risiko kredit bagi lembaga keuangan. Skema penjaminan kredit dapat berperan dalam mengurangi hambatan kredit bagi UMKM dengan cara memitigasi risiko yang dihadapi oleh pemberi pinjaman.
Hal ini pada gilirannya meningkatkan kesediaan sektor perbankan atau lembaga keuangan lainnya dalam menyalurkan kredit kepada sektor UMKM. Penjaminan kredit berfungsi menjadi jembatan penghubung yang memuluskan proses kredit antara pihak UMKM dengan sektor penyedia pembiayaan.
Fungsi penjaminan kredit sebenarnya tidak saja dipandang dalam perspektif kepentingan bisnis semata. Artinya dampak positif dari penjaminan kredit tidak hanya terbatas pada level mikro B2B, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian secara nasional. Bukankah ini yang menjadi PR terbesar kita terkait bagaimana sektor UMKM dengan populasi pelaku bisnis mencapai 99% perlu bangkit menjadi pilar perekonomian nasional?.
Program pinjaman yang dijamin dapat berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi negara. Hal Ini menunjukkan bahwa peran penjaminan kredit memiliki efek multiplier yang lebih luas dalam perekonomian.
Tantangan Inovasi Penjaminan Kredit
Seiring transformasi digital yang masif pada industri keuangan, sektor penjaminan kredit perlu melakukan revitalisasi dengan mempersiapkan langkah-langkah tranformasional dalam model bisnisnya. Proses tranformasional tersebut dapat menyasar dua fokus utama yaitu fungsi internal organisasi dan eksternal organisasi.
Fungsi internal organisasi dilakukan secara menyeluruh pada aspek manajemen kelembagaan dan support system teknologi yang memfasilitasi operasional proses bisnis perusahaan, yang mencakup aspek kepatuhan, manajemen risiko, manajemen keuangan, pelaporan akuntansi, penerapan aktuaria, analisis penjaminan, klaim dan surbrogasi, hubungan kelembagaan dan sebagainya. Sedangkan fungsi eksternal mencakup dukungan peningkatan layanan customer, jejaring bisnis, perluasan pasar, pemasaran dan literasi penjaminan kredit.
Proses transformasi tersebut pada akhirnya harus direpresentasikan dalam sebuah produk dan layanan penjaminan yang berkualitas yang mampu menjawab kebutuhan user dan mitra. Dalam skema penjaminan kredit terdapat tiga peran para pihak yaitu perusahaan penjaminan sebagai penjamin, sektor pembiayaan sebagai pemberi jaminan dan pengguna pembiayaan (UMKM) sebagai terjamin. Perusahaan penjaminan kredit dituntut mampu untuk menyediakan fitur produk, biaya yang kompetitif (iuran jasa penjaminan atau IJP) dan layanan terbaik yang dibutuhkan.
Inovasi produk penjaminan dinilai cukup krusial. Produk-produk penjaminan yang biasa ditawarkan antara lain penjaminan untuk kredit mikro kecil & menengah, kredit multiguna, KPR, kredit konstruksi, kredit usaha, L/C, surety bond, kontra Bank Garansi, pembelian barang secara angsuran dan lain-lain, baik konvensional ataupun syariah.
Melihat jenis produk penjaminan yang cukup beragam, perusahaan penjaminan perlu merumuskan kembali inovasi fitur dan strategi pemasaran produk yang inovatif kepada end user pihak terjamin baik secara langsung dengan metode case by case (CBC) maupun kepada pihak mitra pemberi jaminan dengan metode conditional automatic cover (CAC) sebagaimana sering dilakukan selama ini.
Tantangan inovatif lain yang berasal dari eksternal adalah terkait bagaimana penjaminan kredit dapat menyediakan skema penjaminan untuk mendukung perlindungan risiko kredit dari bisnis pihak terjamin yaitu pelaku bisnis atau UMKM yang bergerak di bidang inovasi atau teknologi tinggi atau yang menggunakan channel bisnis berbasis teknologi dimana mereka sering menghadapi kesulitan lebih besar dalam mendapatkan pembiayaan karena tingginya risiko yang dipersepsikan oleh lembaga keuangan.
Jenis pendanaan eksternal pun kian beragam saat ini dimana pelaku bisnis atau UMKM dimungkinkan dapat mengakses sumber permodalan tidak melalui perbankan atau lembaga keuangan formal. Misalnya perusahaan start up financial technology yang memerlukan pendanaan dari venture capital atau UMKM yang melakukan fund rising penerbitan surat utang pada fintech securities crowdfunding (SCF).
Sebagai penutup, dapat disimpulkan bahwa penjaminan kredit telah sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam mendukung sektor UMKM. Kebijakan penjaminan kredit bagi dunia usaha dapat menjadi alat yang efektif bagi pemerintah untuk mendukung UMKM dan mencapai tujuan ekonomi yang lebih luas. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan penjaminan kredit tidak hanya berfungsi sebagai fasilitator pembiayaan, tetapi juga sebagai instrumen kebijakan yang penting dalam mendorong pertumbuhan sektor UMKM.
Dengan demikian lingkup penjaminan kredit tidak hanya mengatasi masalah jaminan dan risiko kredit, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, mendukung inovasi, mengatasi asimetri informasi, dan menjadi bagian integral dari strategi kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor UMKM. Peran ini menjadi semakin penting di tengah tantangan ekonomi global dan kebutuhan akan pembiayaan yang inklusif bagi UMKM.