
SP NIBA AJB Bumiputera 1912
Kapal Besar Bumiputera mengangkut Jutaan Rakyat Indonesia yang Tengah Berlayar dalam Perjalanan Panjang dan Sedang Dihantam Badai Besar
Perekonomian Indonesia dibangun atas asas kebersamaan sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Satu diantara sekian banyak kehidupan ekonomi yang tumbuh dan berkembang di Indonesia adalah Usaha Bersama yang satu-satunya disandang AJB Bumiputera 1912 sebagai Perusahaan asuransi jiwa yang telah berdiri sejak tahun 1912. AJB Bumiputera 1912 berdasarkan catatan sejarah telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia dan bahkan menyumbang nilai yang tidak sedikit terhadap kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Di industri perasuransian AJB Bumiputera 1912 menjadi model serta inspirasi yang menginovasi berdirinya perusahaan-perusahaan asuransi lainnya kala itu. Sudah pantas dan kewajiban Pemerintah untuk menjamin eksistensi AJB Bumiputera 1912. Tidak ada alasan untuk menolak atau menghindari bagi Pemerintah dalam upaya maksimalnya melestarikan Usaha Bersama mengingat AJB Bumiputera 1912 merupakan aset bangsa dan terbukti hingga saat ini masih kokoh berdiri dan beroperasi dalam melayani masyarakat Indonesia.
Hal tersebut dapat dibuktikan di usia yang telah 1 Abad lebih AJB Bumiputera 1912 mampu menyerap lapangan kerja dengan jutaan tenaga kerja dalam berbagai jenis profesi di dalamnya secara turun temurun. Selain lapangan kerja, AJB Bumiputera 1912 memberikan bukti nyata hingga saat ini masih mempunyai jutaan Pemegang Polis yang tentunya mencerminkan adanya perputaran uang, dimana dalam kaidah ekonomi AJB Bumiputera 1912 merupakan perusahaan yang dikategorikan sehat dalam mengelola kegiatan bisnis sebagai satu kesatuan proses adanya transaksi keuangan di dalamnya.
Satu hal lagi bahwa AJB Bumiputera 1912 memiliki banyak aset premium dalam bentuk tanah dan bangunan kantor yang mentereng di lokasi strategis dan pastinya menjadi daya tarik bagi investor yang dapat memperkuat dan meningkatkan iklim investasi. Tak ayal hal tersebut mampu dicapai melalui perjuangan pendahulu dengan keuletan dan kemampuan tertentu yang mencerminkan kualitas sumber daya manusia di masanya dalam pengelolaan professional umumnya Perusahaan disesuaikan dengan perkembangan jaman.
Saat ini sebagaimana diketahui dan beredar di media informasi bahwa AJB Bumiputera 1912 tengah dalam permasalahan pelik dengan gaung dan narasi mengalami tekanan likuiditas. Dampaknya disebutkan telah mengakibatkan kewajiban terhadap klaim asuransi Pemegang Polis
belum terbayarkan. Belum lagi beredar informasi hak terhadap Pekerja baik yang berstatus pegawai definitif (PKWTT) dan juga PKWT belum terbayarkan sejak tahun 2019. Setelah ditelusuri Pekerja dengan status Tenaga Outsourcing dan juga Agen Asuransi banyak yang masih belum menerima haknya sejak lama.
Miris dan memprihatinkan sebagai rakyat yang seharusnya sesuai amanat UUD 1945 memperoleh perlindungan dan bahwasannya negara wajib menjamin kehidupan yang layak salah satunya melalui terjaminnya atas hak saat rakyat dalam bekerja. Pemerintah dalam hal ini wajib memastikan perlindungan terhadap kehidupan yang ada di AJB Bumiputera 1912.
Perlu dilakukan diagnosa dan scanning anatomi Perusahaan untuk memastikan yang sesungguhnya menjadi persoalan penanganan mendasar pada AJB Bumiputera 1912 sehingga tidak kunjung diatasi dengan tuntas, harapan seluruh pihak yang berkompeten agar penyelesaiannya dinilai tidak terlambat dan semakin mendekati titik krisis yang pada akhirnya akan merugikan banyak pihak khususnya jutaan masyarakat.
Belum lama ini pada tanggal 12 Januari 2022 UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) telah diundangkan. UU P2SK sebagai Omnibuslaw nya Sektor Keuangan membawa pesan kepada seluruh pemangku kepentingan bahwa regulasi tersebut harus dapat menjawab seluruh permasalahan yang terjadi selama ini. Pemerintah selaku salah satu pihak yang berkewajiban untuk mengatur melalui regulasi dengan tujuan agar seluruh Lembaga Keuangan dapat berperan dalam melayani rakyat sesuai kebutuhan sejalan dengan kegiatan ekonomi yang dijalankan sehingga terjadi keseimbangan antara pengguna jasa dan juga pelaku usaha dalam hal ini Lembaga Jasa Keuangan.
Di samping maksud untuk mengintegrasikan seluruh kegiatan LJK agar saling memberikan efek dengan prinsip terbentuknya simbiosis mutualisme, aman, dan berkesinambungan sehingga dapat menjaga stabilitas keuangan dan upaya pencegahan terhadap krisis yang pada akhirnya terwujudnya sistem perekonomian yang terintegrasi, kuat, dan dinamis. Artinya Negara dalam hal ini Pemerintah telah secara adil dalam melaksanakan perannya menciptakan regulasi untuk mengatur kehidupan dan kegiatan perekonomian agar berjalan secara seimbang dan adil guna mencegah terjadinya monopoli atau penguasaan oleh kelompok tertentu dan bahkan Badan Usaha milik Negara itu sendiri.
Bisa dibayangkan jika seluruh kegiatan perekonomian dijalankan oleh Negara dan tidak ada kesempatan bagi swasta untuk mengelola kegiatan perekonomian, dan atau sebaliknya jika pengelolaan kegiatan perekonomian diserahkan oleh swasta dan/atau bahkan asing, maka sudah barang tentu tidak terwujudnya kegiatan perekonomian yang merata dan berkeadilan.
Berkaca dari kondisi tersebut jika melihat permasalahan yang terjadi akhir-akhir ini dimana banyak LJK yang tengah mengalami permasalahan dan berujung pada kerugian yang berpotensi menyengsarakan rakyat, maka kekecewaan rakyat bisa jadi hanya dapat diselesaikan oleh Negara. Contoh saja apabila seluruh Badan Usaha ini milik Negara maka jika mengalami kerugian Negara menanggung kerugian yang diderita rakyat akibat pelaku usaha yang mengelola Badan Usaha tersebut dinilai lalai dalam pengelolaan. Maka seluruh kegiatan usaha sederhana- nya lebih baik dikelola saja oleh Negara, sehingga rakyat tenang dan nyaman karena sudah dijamin keamanannya dari anggaran Negara dari jumlah uang yang dikelola dan berputar di sektor usaha.
Tentunya bukan demikian, karena kepentingan usaha sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 diterjemahkan bahwa pengelolaan perekonomian harus dijalankan secara merata dan berkeadilan dan tidak dimonopoli oleh kepentingan tertentu, sehingga dapat mencapai sebuah kemakmuran bagi rakyat yang selanjutnya diterjemahkan manfaatnya dapat dinikmati para pelakunya baik pelaku usahanya maupun masyarakat yang menggunakan jasa. Di sini sudah barang tentu bahwa kuncinya terletak pada prinsip pengelolaan tata kelola di masing- masing pelaku usaha jika dijalankan secara benar oleh sumber daya manusia yang mempunyai kapabilitas akan dapat mencapai tujuan yaitu memberikan kepuasan bagi rakyat yang telah memberikan kepercayaan serta menikmati hasilnya sesuai kebutuhan.
AJB Bumiputera 1912, perusahaan besar yang berdiri sejak 12 Februari 1912 dan hampir berusia
111 Tahun, dalam potret yang terpampang di setiap sudut kantor hingga saat saat ini membuktikan masih berdiri tegak di tengah masyarakat Indonesia untuk membuktikan diri bahwa AJB Bumiputera 1912 masih ada dan siap setiap waktu melayani rakyat Indonesia serta memberikan kontribusi terhadap perkembangan perekonomian nasional di segala sektor dengan menyesuaikan diri sejalan perkembangan teknologi.
Oleh karenanya permasalahan yang selama ini terjadi harus ditangani dengan baik, cepat, dan tepat sasaran tentunya oleh seluruh pihak secara serius dan sungguh-sungguh serta niat suci. Mengingat AJB Bumiputera 1912 ibarat Kapal Besar yang mengangkut Jutaan Rakyat Indonesia yang tengah berlayar dalam perjalanan panjang dan sedang dihantam badai besar. Jika terlambat dan dibiarkan terombang ambing maka kapal besar akan tenggelam dan rakyat tidak selamat.
Potensi kerugian baik moril maupun immateriil nampak sejak tahun 2017 yang ditunjukkan mulai terjadi gangguan dalam pembayaran kewajiban-kewajiban terhadap Pemegang Polis dan berturut turut hak Pekerja serta kewajiban lainnya. Lima tahun kiranya perlu semua mata mendiagnosa dan mencermati, sesungguhnya apa yang terjadi di AJB Bumiputera 1912 hingga saat ini belum tertangani dengan baik dan faktor apa yang menyebabkan kondisi tersebut bisa terjadi. Pertanyaan besar untuk menjadi renungan dan diagnosa, bagaimana kondisi AJB Bumiputera 1912 sebelum 2016 ? Dan apa yang dirasakan setelahnya hingga saat ini ? Mari sama-sama seluruh mata melihat dan mendiagnosa.
Payung Hukum Usaha Bersama
AJB Bumiputera 1912 berdiri sejak jaman pergolakan kemerdekaan dari tahun 1912 hingga sebelum terbitnya UU Nomor 2 Tahun 1992 diakui sebagai kegiatan perekonomian yang halal dan tidak bertentangan dengan konstitusi serta norma-norma kehidupan yang menjadi dasar kehidupan di Indonesia. Sepertinya halnya prinsip hukum bahwa kebiasaan dianggap sebagai sumber hukum, dengan menggunakan pendekatan prinsip kebiasaan maka kegiatan yang dilakukan AJB Bumiputera 1912 sah-sah saja sepanjang Anggaran Dasar sebagai pedoman utamanya dipenuhi dan tidak melanggar kaidah hukum lainnya yang mengandung larangan yang menjadi hukum negara. Bahwasannya suatu kehidupan yang berlaku sebagai undang-undang ketika kebiasaan diakui sebagai pedoman dan tidak melanggar norma masyarakat.
Sejalan dengan hukum asal muamalah yang menyatakan bahwa hukumnya mubah/boleh sepanjang tidak diatur secara tegas larangannya dan kegiatan serta hasilnya bermanfaat bagi masyarakat umum. Secara hukum bentuk Usaha Bersama diakui secara tegas dalam UU Nomor 2 Tahun 1992, namun pengaturan lebih lanjutnya belum terbit hingga lahirnya UU Nomor 40 Tahun 2014 dan berdasarkan amanat dalam UU Nomor 40 Tahun 2014 baru pada tanggal 26 Desember 2019 melalui PP Nomor 87 Tahun 2019 Usaha Bersama memiliki payung hukum.
Makna yang terkandung dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 dan UU Nomor 40 Tahun 2014 adalah bahwa bentuk Usaha Bersama yang disandang AJB Bumiputera 1912 diakui oleh Negara sebagai bangunan perekonomian yang sah dan tidak terlarang namun selama kurun waktu tersebut dan/atau sebelum lahirnya PP Nomor 87 Tahun 2019 kegiatan operasional Usaha Bersama belum terdapat aturan yang mengikat, sehingga pedoman operasional yang digunakan sebagai konstitusi tertinggi secara khusus adalah Anggaran Dasar AJB Bumiputera 1912.
Lazimnya AJB Bumiputera 1912 mempunyai kebebasan mengatur rumah tangga nya sendiri selama kurun waktu yang panjang sepanjang muatan materi Anggaran Dasar nya tidak bertentangan dengan hukum umum lainnya yang mengatur kehidupan baik termasuk norma perekonomian maupun bermasyarakat. Sepanjang waktu tersebut Anggaran Dasar beberapa kali mengalami perubahan belum dimanfaatkan dengan baik oleh Organ Perusahaan sejak periode tertentu yang sudah terlewati sehingga banyak praktek-praktek yang terjadi tidak konsisten dijalankan oleh pelaku usahanya sendiri.
Lahirnya PP Nomor 87 Tahun 2019 merupakan babak baru bagi AJB Bumiputera 1912 yang seharusnya patut disyukuri mengingat penantian panjang selama kurun waktu tertentu sejak berlakunya UU Nomor 2 Tahun 1992 hingga UU Nomor 40 Tahun 2014 serta amanat Putusan MK RI No. 32/PUU-XI/2013 tanggal 3 April 2014. Namun baru seumur jagung akibat Putusan MK RI No. 32/PUU-XVIII/2020 tanggal 14 Januari 2021 dinyatakan tidak mengikat secara hukum sebagai sebab bahwa konsistensi lembaga terhormat Mahkamah Konstitusi RI bahwa pengaturan bentuk Usaha Bersama bagi perusahaan asuransi harus melalui UU sebagaimana Putusan MK sebelumnya yang tertuang dalam Putusan MK RI No. 32/PUU-XI/2013 tanggal 3 April 2014.
Alhasil AJB Bumiputera 1912 hanya mempunyai payung hukum selama periode 26 Desember 2019 sd 14 Januari 2021 atau sekitar kurang lebih 1 tahun. AJB Bumiputera 1912 harus menderita dan menunggu untuk beberapa waktu sekitar 2 tahun saat itu untuk menanti lahirnya UU, dan tentunya atas berkah dan ijin Allah SWT UU P2SK yang di dalamnya termasuk memuat Perusahaan Asuransi berbentuk Usaha Bersama sudah sepatutnya disyukuri dan merupakan anugerah terindah yang diperoleh AJB Bumiputera 1912 untuk selanjutnya ditaati dan diimplementasikan dengan sebaik-baiknya serta berpartisipasi aktif dalam penyempurnaan pada peraturan-peraturan turunannya yang telah diamanatkan oleh UU P2SK dimaksud.
Permasalahan AJB Bumiputera 1912
Sebagian pengamat menilai masalah AJB Bumiputera 1912 terletak pada bentuk hukumnya yaitu Usaha Bersama. Dan banyak yang berpandangan bahwa untuk menyelesaikan masalah AJB Bumiputera 1912 harus dilakukan demutualisasi agar penyakit nya dapat diatasi. Pengertian demutualisasi menurut sebagian pengamat kurang lebih mengubah bentuk dari Usaha Bersama menjadi Perseroan Terbatas dengan tujuan agar AJB Bumiputera 1912 dapat suntikan modal dalam bentuk Saham sehingga konstruksi kepemilikan nya berubah dari milik bersama oleh sekumpulan Pemegang Polis menjadi milik perorangan atau sekelompok tertentu yang menguasai modal/saham.
Cara pengobatan penyakit kronis yang instan akibat ingin menyembuhkan penyakit dengan cara yang cepat dan mengabaikan konstitusi serta nilai-nilai mutualisme sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Sebagian penilaian bahwa masalah AJB Bumiputera 1912 sebagai akibat dari salah kelola yang mengakibatkan kerugian.
Kerugian yang hingga saat ini belum dapat diungkap sebabnya dan terjadi sejak kapan. Kerugian yang dampaknya Pemegang Polis dan seluruh pemangku kepentingan lainnya tidak terpenuhi hak- haknya menurut pemberitaan di media.
Berdasarkan penilaian dari OJK bahwa AJB Bumiputera 1912 mengalami permasalahan likuiditas dan solvabilitas yang didasarkan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi tanggal 28 Desember 2016 sehingga akhirnya pada tanggal 21 Oktober 2016 OJK sesuai ketentuan Pasal 9 UU 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menggunakan kewenangan penetapan Pengelola Statuter terhadap AJB Bumiputera 1912.
Selama kurun waktu pengelolaan oleh Pengelola Statuter (21 Oktober 2016 sd 24 Oktober 2018) dengan skema yang tidak tercapai sesuai rencana yang berujung pada pengakhiran penetapan Pengelola Statuter pada 24 Oktober 2018. Tindakan yang monumental dan seluruh pasang mata melihat dan terngiang hingga saat ini adalah migrasi-nya aset-aset AJB Bumiputera 1912 ke entitas lain yang saat ini dikenal dengan nama PT. Bhinneka Life Indonesia yang berdampak pada kondisi AJB Bumiputera 1912, entah manfaat apa yang diperoleh dari skema tersebut.
Berlanjut pada periode kepemimpinan Direksi Sutikno W. Sjarif dkk yang tercatat dalam sejarah AJB Bumiputera 1912 diduga banyak melakukan kebijakan besar dan diduga serampangan di luar aturan yang semestinya berlaku serta terjadi tumpang tindih aturan, pada akhirnya berujung diberhentikan melalui Sidang Luar Biasa BPA. Pergantian demi pergantian kepengurusan di Organ Perusahaan selama kurun waktu 2018 hingga saat ini dengan memperhatikan praktek-praktek yang terjadi sejak penetapan Pengelola Statuter hingga saat ini justru AJB Bumiputera 1912 mengalami penyakit likuiditas yang semula ibarat fase penyakit Stadium 1 menjadi Stadium Lanjut bahkan akhir yang mengakibatkan banyak hak-hak masyarakat tidak terbayarkan.
Tim Advokasi SP NIBA AJB Bumiputera 1912 baru mengetahui melalui dokumen-dokumen yang beredar dan diperoleh secara wisle blower system pada penghujung tahun 2022 berkenaan peristiwa-peristiwa yang tidak lazim dan berpotensi abuse of power yang sementara dimungkinkan adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan sejak periode 2016 hingga 2018 dan berlanjut hingga sekarang dan sama sekali belum ada pihak-pihak yang berkompeten mengungkap dan memproses baik dalam bentuk konsolidasi maupun terburuk sepatutnya proses hukum yang berlaku demi terlindunginya kepentingan masyarakat (Pemegang Polis dan Pekerja).
Seharusnya hal ini dapat ditangani secara serius sehingga tidak berlarut-larut, seolah banyak kebobrokan masa lalu yang disembunyikan dan dibiarkan hilang ditelan waktu. Banyak peristiwa penting sepanjang 2016 hingga saat ini yang perlu dilakukan pendalaman secara cermat, dan sepertinya banyak yang tidak memahami bahwa tindakan-tindakan masa lampau berpotensi prematur dan cacat hukum.
Sebagaimana diketahui bahwa kesehatan keuangan AJB Bumiputera 1912 didasarkan atas POJK Nomor 1/POJK.05/2018 tentang Kesehatan Keuangan Bagi Perusahaan Asuransi Berbentuk Badan Hukum Usaha Bersama tanggal 27 Februari 2018. Hal ini menggelitik karena POJK dimaksud lahir sebelum adanya UU yang melandasinya bagi AJB Bumiputera 1912 yang berbentuk Usaha Bersama sebagaimana amanat Pasal 6 Ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2014.
Dalam prinsip hukum hierarki dikenal asas lex superior derogate legi inferiori dapat diartikan bahwa peraturan perundang-undangan yang mempunyai derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi.
Sebagai Negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan, pemerintahan, termasuk bidang perekonomian sektor keuangan yang menjadi lingkup kewenangan OJK sebagai lembaga pengaturan, harus senantiasa berdasarkan atas hukum sehingga diperlukan tatanan yang tertib termasuk di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan yang harus dirintis sejak saat perencanaan sampai dengan pengundangannya bagi Usaha Bersama. Bentuknya harus berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan pembahasan, teknik penyusunan maupun pemberlakuannya.
Hal ini yang kemudian menurut Tim Advokasi SP NIBA AJB Bumiputera 1912 bahwa selama periode tertentu sejak tahun 2016 dan perjalanannya tidak ada pihak-pihak yang kritis terhadap peristiwa tersebut, banyak hal yang disembunyikan di AJB Bumiputera 1912, termasuk yang terjadi hingga saat ini masyarakat banyak tidak mengetahui peristiwa penting yang terjadi.
Hal ini harus menjadi catatan penting untuk dievaluasi dan dilakukan perbaikan, karena ada yang tidak pas dalam Organisasi sehingga proses yang berjalan menjadi tidak terstruktur dan sistematis, hal ini mendesak untuk diperbaiki agar tidak semakin mengganggu proses yang sedang dilakukan berkenaan dengan penyehatan AJB Bumiputera 1912.
Berdasarkan sekilas dari yang dipelajari berdasarkan periode waktu tersebut serta dokumen yang diperoleh, maka sesungguhnya masalah AJB Bumiputera 1912 sebetulnya terletak pada masalah sumber daya manusianya baik di Organ Perusahaan maupun struktur organisasi di bawahnya. Banyak hal baik di tataran strategis maupun teknis belum dapat berjalan dan dikelola secara baik dan pada akhirnya yang menjadi bahasan masalah untuk dilakukan penanganan tidak dapat diselesaikan dengan baik. Termasuk yang terjadi hingga saat ini bahwa masalah sumber daya manusia yang belum dapat memenuhi kualifikasi yang seharusnya dinilai cukup dapat memecahkan permasalahan di AJB Bumiputera 1912.
Keterbukaan informasi merupakan hal vital dan faktor penentu dalam upaya pengendalian situasi baik internal maupun eksternal, namun faktanya banyak pemangku kepentingan khususnya Pemegang Polis maupun Pekerja yang tidak mengetahui sesungguhnya apa yang terjadi serta upaya-upaya apa yang sedang dipersiapkan dan telah dilakukan oleh Organ Perusahaan dalam menyelesaikan masalah terhadap Pemegang Polis dan Pekerja.
Sehingga dapat disimpulkan sementara banyak pihak yang tidak mengetahui permasalahan mendasar AJB Bumiputera 1912, sepanjang yang diketahui hanya masalah klaim asuransi Pemegang Polis banyak yang belum terbayarkan dan begitupun hak-hak Pekerja banyak yang belum dibayarkan. Namun ketika digali tidak terbayarnya klaim asuransi dan hak Pekerja tersebut yang mencuat hanyalah alasan AJB Bumiputera 1912 tengah dalam kesulitan likuiditas, dan belum terungkap sebabnya.
Terakhir sebagaimana diketahui Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 melalui Dewan Pengurus Pusat (DPP) dalam hal ini Pengurus Harian pada bulan Oktober 2022 telah menempuh langkah hukum gugatan perdata dan pengaduan dugaan tindak pidana pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan tuntutan yang sudah digariskan dalam Anggaran Dasar Organisasi maupun perundang-undangan yang berlaku.
Tim Advokasi SP NIBA AJB Bumiputera 1912 menilai langkah DPP sudah tepat meskipun waktunya sudah terlalu lama dan berlarut-larut dari waktu yang seharusnya sudah dilakukan sejak tahun 2019. Kedudukan hukum Serikat Pekerja berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2000 sudah tegas dalam membela dan memperjuangkan anggotanya, dalam kondisi hak-hak Pekerja yang sudah terlanggar sejak tahun 2018 hingga saat ini ditambahkan sesuai informasi yang diterima bahwa tidak adanya itikad baik dari Direksi AJB Bumiputera 1912 dalam menyelesaikan perselisihan dengan Serikat Pekerja, cukup menjadi alasan menempuh upaya hukum sesuai panduan perundang-undangan yang berlaku.
Akan menjadi keliru jika Serikat Pekerja tidak melakukan upaya hokum dan akan dikatakan tidak melaksanakan amanat Organisasi dan juga UU serta disebut melakukan pembangkangan Undang-undang atas hak-hak dasar warga Negara Indonesia dalam memenuhi kebutuhan hidup terhadap anggotanya. Banyak pihak menilai bahwa upaya hukum merupakan upaya perlawanan dalam arti negatif, hal ini karena ketidakfahaman dalam mencerna arti upaya hukum yang berlaku di Indonesia karena keterbatasan edukasi dan sosialisasi.
Lazimnya upaya hukum itu dimaknai dalam rangka menempuh kepastian hukum melalui wasit, dalam hal ini Hakim di suatu Lembaga Peradilan maupun Mediator ataupun Pengawas di lembaga berwenang, hal tersebut ditempuh sebagai akibat dari penafsiran dalam menyelesaikan perselisihan yang sudah dimusyawarahkan namun tidak tercapai kesepakatan. Harapannya adalah hasil dari upaya hokum tersebut, memperoleh sebuah keputusan yang mengikat dan berkekuatan hukum tetap dan selanjutnya dapat dilaksanakan dan/atau diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Dalam penilaian tersendiri, Tim Advokasi menilai bahwa Direksi AJB Bumiputera 1912 gagal dan tidak mampu menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan terlebih permasalahannya merupakan hak normatif yang mudah diselesaikan, bukan masalah besar seperti yang sedang dialami AJB Bumiputera 1912 dalam konteks besarnya. Dalam kondisi demikian penilaian sederhananya, Direksi tidak mampu menyelesaikan masalah kecil apalagi menyelesaikan masalah besar, sehingga akan semakin menyulitkan penyelesaian masalah AJB Bumiputera 1912 yang dituntut mempunyai kompetensi yang memadai.
Memperhatikan faktor lain di Organ Perusahaan, bahwasannya pasca berlakunya PP Nomor 87 Tahun 2019, pada tanggal 26 Desember 2020 Organ Perusahaan telah mengalami keksongan. Kemelut dan hanya membuang-buang waktu dalam keadaan yang jelas-jelas merugikan masyarakat (Pemegang Polis dan Pekerja) pada waktu itu, namun OJK sesuai kewenangan yang diberikan UU tidak menggunakan kewenangan berupa penetapan dan penggunaan Pengelola Statuter, sedangkan kriterianya telah terpenuhi. Setelah sekian waktu diberikan masukan hingga periode pergantian Dewan Komisioner OJK pada Agustus 2022 nasib AJB Bumiputera 1912 terkatung-katung hingga pada akhirnya pada bulan Mei 2022 OJK menyetujui terbentuknya 11 Anggota BPA melalui hasil penilaian kemampuan dan kepatutan meskipun proses penyelenggaraannya bertentangan dengan Anggaran Dasar.
Waktu terus bergulir Sidang BPA diselenggarakan beberapa kali yang hingga saat ini Pekerja khususnya tidak mengetahui hasilnya secara resmi, namun diketahui dari berita media online bahwa Sidang BPA telah berhasil melakukan pergantian sejumlah Direksi dan Dewan Komisaris secara berturut-turut.
Yang jelas diketahui bahwa sejak bulan Mei 2022 Anggota BPA (sekarang Peserta RUA) telah terbentuk dan pada bulan Agustus 2022 dan bulan November 2022 telah dilakukan pergantian Direksi dan Dewan Komisaris. Selama kurun waktu kurang lebih 6 bulan proses RPKP belum kunjung selesai dan memperoleh persetujuan dari OJK, terlebih Pemegang Polis dan Pekerja tidak mengetahui upaya-upaya yang menjadi strategi AJB Bumiputera 1912 dalam rangka memenuhi seluruh kewajibannya apalagi menyelesaiakan permasalahan yang sudah sekian lama.
Indikator peristiwa-peristiwa penting dan perkembangan sejak tahun 2018 pasca pengakhiran Penetapan Pengelola Statuter hingga bulan Desember 2022 sudah ditarik kesimpulan sesungguhnya permasalahan tekanan likuiditas bukanlah menjadi permasalahan mendasar. Jika pihak-pihak terkait cermat dan mendalami serangkaian peristiwa yang terjadi disertai analisis yang cukup, dalam merumuskan permasalahan secara tepat maka akan mengetahui solusi penyelesaiannya dengan tepat juga.
Secara garis besar permasalahan AJB Bumiputera 1912 harus dibatasi dalam ukuran tertentu dalam upaya penyelesaiannya. Sejak permasalahan timbul dan dinyatakan oleh pihak tertentu maka tindakan atau cara penyelesaiannya harus ditelaah. Misal sejak 2016 sebelum adanya penetapan Pengelola Statuter oleh OJK, harus dibuat analisis kondisi dan permasalahan yang sesungguhnya terjadi dan pada akhirnya OJK mempunyai dasar menetapkan Pengelola Statuter terhadap AJB Bumiputera 1912.
Selanjutnya bagaimana kinerja Pengelola Statuter sejak 21 Oktober 2016 hingga pada akhirnya diakhiri oleh OJK pada tanggal 24 Oktober 2018. Pasca pengakhiran penetapan Pengelola Statuter peristiwa dan tindakan apa saja yang dilakukan oleh Organ Perusahaan pasca 24 Oktober 2018 hingga berakhirnya periodisasi Anggota BPA dan terbentuk Anggota BPA Periode 2022-2027 hingga saat ini.
Selama kurun waktu tersebut pada bulan Mei 2019 Hak-hak Pekerja mulai tidak terpenuhi seperti halnya yang dialami oleh Pemegang Polis. Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 melalui Dewan Pengurus Pusat (DPP) secara kooperatif mengedepankan konsolidasi dan dialog dengan seluruh pemangku kepentingan (Anggota BPA, Direksi, dan Dewan Komisaris) dan tidak hanya sebatas diskusi terkait kepentingan Pekerja, namun masukan-masukan juga disampaikan untuk kepentingan yang lebih besar yaitu penyelamatan AJB Bumiputera 1912 bahkan pengendalian situasi baik di internal maupun eksternal.
Namun sampai dengan tahun 2022 upaya-upaya yang dilakukan Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 tidak terdapat perkembangan yang baik dan bahkan terjadi kebuntuan. Prinsip dan asas Ultimum Remedium tentunya menjadi pedoman yang dipegang teguh di struktur kepengurusan Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 dalam hal ini Pengurus Harian sebelum dalam situasi terburuk diserahkan mandat sepenuhnya kepada Tim Advokasi Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912.
Upaya hukum pidana dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum bagi Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 dalam berbagai permasalahan tidak hanya terbatas masalah ketenagakerjaan, namun permasalahan yang menyangkut masa depan AJB Bumiputera 1912 sebagai rumah besar Pekerja dan asset bangsa Indonesia sebagaimana diberikan kewenangan penuh oleh Dewan Pengurus Pusat kepada Tim Advokasi Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912. Mengingat sifat sanksi pidana sebagai senjata pamungkas atau ultimum remedium jika dibandingkan dengan sanksi perdata atau sanksi administrasi, memiliki sanksi yang keras.
Semua pihak sudah sepatutnya mengikuti sistem yang sudah berlaku, sehingga upaya penyelesaian setiap permasalahan berdasar pada Undang-undang dengan harapan terbentuk sistem yang semakin baik, pasti, dan berkelanjutan.
Jangan sanpai dalam penyelesaian AJB Bumiputera 1912 hanya karena kepentingan-kepentingan sesaat, kepentingan-kepentingan praktis, kepentingan pragmatis lalu mengganggu tatanan sistem perekonomian yang sedang dibangun melalui UU P2SK.
Bersambung SERIES 2 >>>>>>>>>