
Diding S Anwar
Jakarta – Kasus gagal bayar Perusahaan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 belum menempuk titik terang. Berdasarkan dokumen untuk mengurai outstanding claim angka Rp4,2 triliun itu pun akan membengkak seiring dengan adanya potensi klaim sebesar Rp5,4 triliun pada 2020.
Sedangkan per Desember 2019 kondisi keuangan defisit mencapai 23 triliun. Nilai defisit tersebut berpotensi melebar seiring dengan adanya potensi peningkatan outstanding claim pada tahun ini. Dan diproyeksi bakal terus membengkak tanpa adanya upaya konkret.
Pengamat asuransi Diding S. Anwar mengungkapkan, langkah pertama pembenahan dan penyelamatan AJB Bumiputera 1912 saat ini, sekali lagi perlu menjadi perhatian semua yaitu wajib dimulai dari legal aspek.
“Segala upaya tindakan dan keputusan penyelamatan AJB Bumiputera 1912 agar tidak memunculkan masalah baru yang berkembang. Wajib dimulai dari legal Aspek (jangan diabaikan) untuk menghindari batal demi hukum (Void ab initio) atau dianggap tidak sah dari awal”, ungkapnya melalui rilis tertulis pada Minggu (8/8/2021).
Ia mengingatkan pentingnya OJK segera membentuk Pengelola Statuter (PS) karena kondisi Bumiputera yang mendesak. Ia menilai kekosongan Direksi & Komisaris AJB Bumiputera 1912 ibarat pasien sudah masuk di ICU yang mengidap penyakit kronis dan akut.
“Saat ini yang paling penting dan mendesak mulai dari yang berkompeten membentuk atau menetapkan Pengelola Statuter dengan masa tugas yang singkat dan tugas utama dan awal menyelenggarakan pemilihan Badan Perwakilan Anggota (BPA) AJBB 1912 sesuai dengan Anggaran Dasar (AD) dengan luber & Jurdil sesuai mekanisme yang berlaku”, kata Diding.
Ia menjelaskan, BPA yang terpilih segera membentuk Direksi dan Dewan Komisaris definitif sesuai AD yang berlaku. Setelah ini tidak kalah penting yang harus dilakukan adalah perubahan AD yang disesuakan dengan amanah Usaha Bersama (UBER) yang baik dan benar.
“Hilangkan pasal-pasal yang tidak sejalan dengan UBER. Dan monitor pelaksanaan Keputusan MK RI kaitan amanah pembuatan UU UBER sebagai pengganti PP 87 / 2019 yang menjadi kewajiban pihak yang berkompeten (Pemerintah & DPR)”, jelasnya.
Lanjut diding, Regulator dapat mempertimbangkan untuk menggunakan senjata dengan menetapkan PS guna mengisi kekosongan Direksi & Komisaris. Berdasarkan pedoman ketentuan peraturan perundangan yang berlaku dan dapat dipertanggung jawabkan (de jure), dalam suasana de facto kritis seperti sekarang ini.
“Segala Keputusan Direksi & Komisaris yang ada sekarang tidak lengkap dan tidak sesuai ketentuan Anggaran Dasar AJBB 1912 yang berakibat tindakan maupun keputusannya batal demi hukum (Void ab initio dan dianggap tidak sah dari awal”, ujarnya.
Diding menyarankan, organ-organ Bumiputera 1912 saat bersamaan pula harus terus berkomunikasi dengan baik dan benar serta sejuk kepada seluruh Pempol dan jajaran AJBB agar tidak resah dan terjadi bentrokan.
“Jangan menutup mata bentrokan pempol yang tidak puas dengan pegawai banyak terjadi di pelosok Negeri, ada yang terekpos dan tidak. Kasihan masyarakat kita, mimpi besar berharap kesejahteraan dari UBER sebagai Dewa Penyelamat, akhirnya tidak memperoleh manfaat namun mendapat mudharat”, terangnya.
Sangat penting & mendesak, terlalu lama sekali jutaan masyarakat pempol dan pegawai, agen serta stakeholder lainnya dalam suasana ketidakpastian.
“Pertimbangan action yang kuat sebagai dasar Regulator sesuai peraturan ketentuan perundangan yg berlaku, yang dapat dipertimbangkan untuk action sesuai pedoman kewenangan yang diberikan dan dapat dipertanggung jawabkan (de jure). Dalam suasana sekarang de facto Bumiputera 1912 jelas sangat kritis”, kata Diding.