
Jakarta – Produksi jagung nasional terus mengalami perkembangan yang cukup baik sehingga Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pakan ternak secara mandiri.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Harvick Hasnul Qolbi mengungkapkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi jagung tahun 2019 hingga 2021 dengan kadar 14 % terjadi kenaikan produksi dari tahun ke tahun yang disebabkan luas panen dan produktivitas yang mengalami kenaikan.
“Potensi jagung domestik bahkan bisa menekan jumlah impor yang selama ini kerapkali digunakan untuk kebutuhan tertentu seperti industri restoran atau bahan kebutuhan khusus lainnya,” kata Wamentan dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Sabtu (30/4).
Menurut Wamentan Harvick, komoditas jagung saat ini menjadi komoditas nasional yang cukup strategis. Berdasarkan data neraca pangan strategis nasional, jagung merupakan salah satu dari 12 komoditas strategis yang difokuskan pemerintah.
Ia menjelaskan dominan penggunaan jagung selain untukkonsumsi juga sebagai bahan baku pakan ternak, oleh karenaitu harga pakan ternak sangat berpengaruh terhadap harga hasilternak seperti daging dan telur.
“Jagung merupakan komponen utama bahan baku pakan untuk unggas yang berkontribusi sekitar 40-50 persen dari total formulasi. Pada 2019-2021, industri pakan menyerap lebih dari 6 juta ton jagung domestik dengan kadar air 15 persen. Jika dirinci, pada 2019 industri pakan menyerap 6,43 juta ton, tahun 2020 sebesar 6,49 juta ton dan tahun 2021 sebesar 6,18 juta ton. Sedangkan untuk 2022 hingga Maret lalu, industri pakan telah menyerap jagung sebesar 2,01 juta ton,” ungkap Wamentan.
Sebelumnya, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Yadi Sofyan Noor menyebutkan produksi jagung nasional telah mampu memenuhi kebutuhan pakan dalam negeri.
Menurut Sofyan, Indonesia sudah tidak melakukan importasi jagung pakan sejak tahun 2019. Memang ada impor jagung, tapi untuk kebutuhan industri karena adanya kebijakan impor Non Lartas (Larangan Terbatas,- red), total impor jagung untuk industri ini 1,2 juta ton.
“Terdiri dari jagung untuk industri pati atau makanan atau minuman 987 ribu ton, pati 197 ribu ton, brondong 8 ribu ton, minyak jagung 3 ribu ton dan berbagai produk lainnya untuk industri,” demikian diungkapkan Sofyan di Jakarta, Sabtu (30/4).
Sofyan menjelaskan kegiatan impor jagung pakan sebelumnya harus berdasarkan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ini sesuai dengan Permentan 57 Tahun 2015 Tentang Pemasukan Dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Tumbuhan Ke dan Dari Wilayah Negara Republik Indonesia.
“Tapi sejak terbitnya Permendag No. 21 Tahun 2018, impor jagung pakan hanya dapat dilakukan oleh BULOG setelah mendapatkan penugasan dari Pemerintah. Dan sejak Tahun 2017 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian tidak menerbitkan rekomendasi impor jagung untuk bahan pakan. Impor jagung sebesar 517 ribu ton pada tahun 2017 merupakan bahan baku industri pangan,” terangnya.
Lebih lanjut Sofyan mengungkapkan impor jagung untuk bahan baku industri pangan sesuai Permendag No. 21 Tahun 2018 hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik APIP (Angka Pengenal Importir Produsen). Kode HS jagung untuk bahan pakan dan jagung untuk bahan baku industri masih sama yaitu HS 1005.90.90 Lain-lain/Other (Jagung).