
Menteri Kuangan Sri Mulyani Indrawati pada Rapat Sidang Paripurna DPR RI Kamis, (18/06). (Foto Humas Kemenkeu).
Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dampak negatif COVID-19 terhadap perekonomian dengan mengeluarkan berbagai langkah stimulus, dorongan, dan kebijakan insentif untuk menjaga dan memulihkan sisi permintaan seperti konsumsi, investasi, dan ekspor serta sisi penawaran (produks.
Hal tersebut disampaikan dalam pidato Tanggapan Pemerintah atas Pandangan Fraksi-fraksi DPR terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun Anggaran 2021 pada Sidang Paripurna DPR Kamis, (18/06).
“Dengan langkah tersebut, pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi tahun 2020 dapat dicegah untuk tidak merosot secara tajam dan masih dapat dipertahankan pada zona positif,” ucap Menkeu.
Menkeu menjelaskan bahwa pemerintah akan meneruskan dan memperkuat program bantuan sosial (bansos) yang komprehensif untuk mendorong pemerataan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah. Salah satu program yang sudah terealisasi adalah diubahnya subsidi beras untuk masyarakat miskin (raskin) menjadi bantuan pangan dan pemberian subsidi listrik kepada pelanggan rumah tangga 450 VA dan 900 VA.
Menkeu juga menyampaikan bahwa pemerintah mengapresiasi perhatian seluruh fraksi DPR terkait program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam rangka penanganan COVID-19 terhadap perekonomian nasional. Program PEN merupakan bagian kebijakan luar biasa untuk memitigasi eskalasi dampak pandemi COVID-19 dan perlambatan ekonomi yang tajam terhadap kesejahteraan masyarakat.
Menanggapi pandangan fraksi atas pentingnya menjaga pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan terkait kebijakan defisit dan pengelolaan pembiayaan utang dan non utang, Menkeu meyakinkan bahwa pemerintah selalu menjalankan prinsip kehati-hatian (prudent), efisien dalam cost of funds (efficiency) dan mempertimbangkan keseimbangan makro.
“Salah satu upaya pengendalian yang dijalankan pemerintah adalah dengan tetap memperhatikan rasio utang agar tetap manageable dan memenuhi aspek compliance, yaitu tidak melampaui batas maksimal yang ditetapkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar 60% terhadap PDB serta tetap mempunyai daya saing jika dibandingkan dengan negara-negara yang setara (peer countries),” pungkasnya.