
Tangkapan Layar Politisi Partai Demokrat, Emil Elestianto Dardak. Dok: Istimewa
JAKARTA – Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai aturan batas minimal calon presiden (capres) diatas 40 tahun menciderai demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, syarat minimal usia capres dan ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) mengebiri hak politik masyarakat.
“20 persen ambang batas presiden, 40 tahun umur ini kan sebenarnya mengebiri hak politik kita secara umum,” kata dia dalam diskusi Disposisi oleh Prodewa dan Total Politik yang bertajuk “Dilema Pilpres 2024: Presidential Threshold dan Syarat Minimal Usia Capres-Cawapres” di Jakarta, Sabtu (1/10/2022).
Adi juga menyarankan agar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) diubah, khususnya pada poin aturan batas minimal usia dan Presidential Threshold.
Sementara itu, politisi Partai Demokrat Emil Elestianto Dardak menyatakan dirinya tidak dapat maju dapat kontestasi pemilihan calon presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Hal ini dikarenakan Wakil Gubernur Jawa Timur itu tak memenuhi persyaratan batas minimal usia calon presiden (Capres) 40 tahun.
“Saya nggak bisa ikuti jejak Sandi Uno sebagai Wakil Gubernur (Wagub) nyalon Capres, karena umur saya masih kurang, saya masih 39 tahun di 2024,” kata Emil yang hadir pula dalam diskusi itu.
Di sisi lain, politisi Golkar, Putri Komarudin membandingkan pengalaman pada negara New Zealand yang menetapkan aturan batas usia minimal 18 tahun. Bahkan, Perdana Menteri (PM) negara tersebut saat dilantik berusia 37 tahun.
Menurutnya, dalam catatan sejarah pergerakan pemuda itu sifatnya selalu revolusioner dan selalu membawa perubahan.
“Mungkin teman-teman yang ada di sini bisa membuat sejarah dengan mengurangi batas usia pencalonan Capres Cawapres yang nantinya menguntungkan generasi kita juga,” ujarnya.