
Meski pemerintah sudah memberikan suntikan dana sebesar Rp13,5 triliun untuk membayar selisih kenaikan iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) pusat dan daerah, serta Peserta Penerima Upah (PPU) kelompok pemerintah. Namun Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih gagal bayar Rp15,5 triliun. Jadi, situasi sekarang BPJS Kesehatan masih defisit.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara megatakan dalam rilis yang diterima redaksi, defisit keuangan BPJS Kesehatan yang belum bisa diselesaikan dikhawatirkan akan berdampak pada pelayanan kesehatan masyarakat. Sebab itu pemerintah harus mencari berbagai cara guna menyelamatkan defisit yang dialami BPJS Kesehatan.
“Pembayaran defisit BPJS Kesehatan hanya menyelesaikan persoalan dalam jangka pendek”, ungkap Amir Uskara pada Jumat, (21/2).
Amir Uskara sekaligus sebagai Ketua Fraksi PPP DPR RI menambahkan, Pemerintah harus lebih memperhatikan perbaikan data penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan dan memperhatikan defisit anggaran sebagai konsekuensi dari pembayaran di muka (frontloading) BPJS Kesehatan, karena dengan perbaikan data tersebut bantuan BPJS kesehatan akan tepat sasaran di masyarakat.
Diketahui, kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk PBI berlangsung pada Agustus 2019. Sedangkan untuk golongan TNI, Polri, Aparatur Sipil Negara (ASN) pusat dan daerah pada Oktober 2019. Dalam Pasal 34 Perpres 75 Tahun 2019, tarif iuran kelas mandiri III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan.
Lalu, iuran kelas mandiri II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu. Terakhir, iuran peserta mandiri kelas I melonjak dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu.