JAKARTA – Bahwa mencermati surat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Nomor S-13/D.05/2020 tanggal 16 April 2020 perihal Perintah Tertulis, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat SP NIBA AJB Bumiputera 1912 Rizky Yudha P mendesak OJK agar dapat melakukan percepatan tindakan secara tepat sesuai kewenangannya.
“Melihat kondisi serta situasi dengan didukung indikator-indikator AJB Bumiputera 1912 sekarang ini, OJK sebagaimana peran tugas serta wewenangnya sebagaimana ketentuan Pasal 9 Huruf b UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, kami mendesak kepada Bapak selaku pimpinan tertinggi Dewan Komisioner OJK, untuk memberikan pertimbangan demi menyelamatkan seluruh kepentingan yaitu Karyawan, Pemegang Polis, dan AJB Bumiputera 1912, ” ujar Rizky Yudha, Minggu (26/4/2020).
Ketua Umum SP NIBA AJB Bumiputera 1912 akan terus konsisten mengawal dengan tetap dilanjutkannya operasional AJB Bumiputera 1912 dengan bentuk Usaha Bersama sejalan dengan semangat terbitnya PP No. 87 Tahun 2019 dengan pertimbangan-pertimbangan
“Kami mendorong tetap diputuskannya dengan bentuk Usaha Bersama. Melihat penolakan RPK tersebut dengan waktu penyampaian paling lambat tanggal 23 Desember 2020, hal tersebut menjadi berlarut-larut dan semakin berdampak pada kondisi likuiditas keuangan yang semakin terpuruk, tentunya sangat merugikan kepentingan AJB Bumiputera 1912 seluruhnya dhi. Karyawan dan Pemegang Polis,” tambahnya.
SP NIBA AJB Bumiputera 1912 mendesak sebagai sikap tegas Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 atas tindak lanjut penanganan AJB Bumiputera 1912 oleh seluruh Pemangku Kepentingan, serta kemungkinan untuk melakukan langkah-langkah tertentu sebagai bentuk pembelaan atas terjaminnya kepentingan dan masa depan Karyawan, Pemegang Polis, serta keberlangsungan usaha AJB Bumiputera 1912 ;
Upaya yang ditempuh RUA (dulu BPA) dengan melakukan Judicial Review terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 telah menciderai semangat PP No. 87 Tahun 2019 serta Usaha Bersama seutuhnya dan semakin menambah berlarut-larutnya penyelesaian permasalahan AJB Bumiputera 1912 yang telah secara nyata merugikan kepentingan Karyawan maupun Pemegang Polis dan bahkan AJB Bumiputera 1912 secara entitas badan usaha.
Kondisi permasalahan likuiditas keuangan AJB Bumiputera 1912 terjadi sudah sejak lama sebelum Pandemi Covid-19, oleh karenanya tidak menjadikan suatu alasan atau terganggunya penilaian terhadap kinerja Organ Perusahaan yang selama kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir belum dapat menjawab persoalan yang terjadi dengan program-program yang dijalankan melalui kegiatan operasional Direksi .
“Kami mendesak kepada Bapak selaku pimpinan tertinggi Dewan Komisioner OJK, untuk memberikan pertimbangan kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Lainnya, demi menyelamatkan seluruh kepentingan yaitu Karyawan, Pemegang Polis, dan AJB Bumiputera 1912, agar dapat melakukan percepatan tindakan secara tepat sesuai kewenangannya dimaksud serta fokus pada implementasi PP Nomor 87 Tahun 2019 yang merupakan fundamen operasional Usaha Bersama bagi AJB Bumiputera 1912,” tegas RIzky.
Penerapan PP No. 87 Tahun 2019.
Pergantian Direksi dan Dewan Komisaris dengan belum didukungnya keabsahan jabatan melalui persetujuan OJK dalam proses Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Direksi dan Dewan Komisaris, semakin berlarut-larut upaya perbaikan dan terbuang waktu serta biaya-biaya operasional. Sehingga mengakibatkan penyelesaian permasalahan likuiditas dengan skema apapun menjadi terhambat.
Bagi OJK tolak ukur disetujuinya figur Direksi dan Komisaris ditentukan dari disetujuinya Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP) yang hingga akhir bulan Maret 2020 belum adanya keputusan dimaksud.
Persiapan Tim Counterpart dalam upaya mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi sebagai akibat belum diimplementasikannya PP No. 87 Tahun 2019.
Proyeksi Keadaan Krisis 3 Bulan (April, Mei dan Juni) Kinerja organisasi tambah stagnan dengan tidak siapnya Manajemen dalam mengelola Work From Home (WFH) dan penerimaan Premi diproyeksi akan semakin menurun sehingga tidak akan mencukupi kebutuhan operasional Perusahaan bahkan kewajiban lain-lain.
Dampak tersebut akan dirasakan pada akhir bulan Mei 2020 sehubungan dengan kewajiban rutin bulanan. Pada bulan Mei 2020 kebutuhan Pekerja selama bulan suci Ramadhan serta menyambut Lebaran pada bulan Juni 2020 tentunya Perusahaan di hadapkan pada tuntutan kewajiban pembayaran Tunjangan Hari Raya, termasuk bagi Agen dan Agen Koordinator (Supervisor) yang merupakan ujung tombak penghimpun dana masyarakat melalui Premi.
Potensi lain keadaan Pemegang Polis dapat menuntut pembayaran klaim yang sudah tertunda beberapa waktu kebelakang dalam suasana yang sama, tentunya akan menambah tekanan terhadap Perusahaan yang luar biasa.
Bulan Juni 2020 merupakan bulan ketiga puncak dari kondisi keuangan Perusahaan semakin menukik tajam apabila dampak dari Covid-19 belum pulih sebagai akibat dari Darurat Sipil maupun Karantina Wilayah.Kebutuhan Pekerja maupun Pemegang Polis terhadap biaya sekolah anak semakin menambah tekanan bagi Perusahaan.