
Nasabah AJB Bumiputera (foto: Istimewa)
Jakarta – Kasus gagal bayar perusahaan asuransi, Khususnya asuransi jiwa menjadi sorotan publik belakangan ini dalam sepuluh tahun terakhir rentetan kasus gagal bayar asuransi membuat cemas masyarakat. Apalagi kasus gagal bayar tersebut terjadi pada perusahaan-perusahaan asuransi besar membuat citra publik terhadap industri asuransi runtuh .
Pengamat asuransi Diding S Anwar mengatakan, kemelut perusahaan asuransi bersama (Uber) dapat diselamatkan dengan catatan.
“ Stakeholder harus kembali ke niat dan tekad yang baik dan benar melaksanakan UBER atau MUTUAL sesuai prinsip sebagaimana mestinya dan pegang amanah yang diwariskan leluhur, untuk kepentingan bersama pemegang polis yang semuanya anggota pemilik perusahaan, tanpa terkecuali”, ungkap Diding Minggu (14/2/2021).
Diding menambahkan, polemik perusahaan asuransi kehadiran negara dan politicall will pemerintah sangat dibutuhkan dalam penyelesaian konflik di AJB Bumiputera. Dan dari pihak manajemen harus berbenah diri sendiri.
“Sekarang juga baiknya berbenah diri sendiri, dagelan yang nggak lucu, kubu-kubuan, gontok-gontokan mengutamakan kepentingan diri sendiri atau kelompok harus dihentikan dan dikikis habis, bila perlu mintakan pertanggung jawaban”, tambahnya.
Hentikan arena mencari kesempatan dalam kesempitan, menari diatas penderitaan pempol dan pegawai.
“Yang tidak ada hubungan, tidak perlu buat gaduh masuk ke dalam urusan internal, segera minggir dan keluar, percayakan kepada kader Insan penerus potensial dan yang berkompeten. Yang tidak ada hubungan cukup berdoa dan berkontribusi pemikiran positif saja dari luar demi keselamatan AJBB 1912”, tukasnya.
Sebelumnya Rizal E Halim, Ketua BPKN RI, akan terus berkomitmen pada perlindungan hak para korban Jiwasraya yang masih belum dibayarkan.
“Meski dari Jiwasraya telah memberikan opsi restrukturisasi yang ditawarkan ke nasabah namun Jiwasraya tidak boleh merugikan hak konsumen dan tetap mengedepankan unsur keadilan serta kepastian hukum”, ungkap Rizal
Pada tahun 2019, BPKN sudah memberikan rekomendasi terkait asuransi kepada Presiden Joko Widodo. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.50/2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen Tahun 2017 menetapkan sektor keuangan sebagai salah satu sektor prioritas ,Krisis likuiditas yang terjadi di PT. Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera dan juga pada akhir ini PT. Asuransi Jiwa Kresna Life adalah kasus sektor keuangan yang menjadi sorotan publik dan merugikan konsumen.
Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN,Firman Turmantara berpendapat kasus gagal bayar perusahaan asuransi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari regulator. Hal ini menyebabkan kesenjangan antara ketatnya aturan dengan lemahnya pengawasan di lapangan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
”konsumen punya hak mendapatkan perlindungan atas klaim asuransi dari penanggung (perusahaan asuransi) Pasal 4 huruf d, e, h UUPK jo. Pasal 1 butir 1 UU No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan kewajiban bagi penanggung (perusahaan asuransi) memenuhi apa yang menjadi hak konsumen (Pasal 7 huruf a, f, g UUPK), dimana UUPK sebagai paying hukum perlindungan konsumen. Kondisi penanggung (perusahaan asuransi) dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tentunya tetap wajib memperhatikan kepentingan nasabah (konsumen) dengan kata lain hak konsumen asuransi tidak boleh dirugikan dengan kondisi PKPU perusahaan asuransi, guna menjaga kepercayaan masyarakat sebagai konsumen asuransi”,jelasnya dalam siaran tertulis pada Sabtu (13/2/2021).
Ketua BPKN Rizal pun menegaskan bahwa BPKN mendorong pemerintah untukmerealisasikan pembentukan Lembaga Penjamin Polis untuk menjamin kepastian hukum perlindungan terhadap konsumen industri asuransi.
“Seperti yang telah diamanatkan olehundang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian. Dan juga Meningkatkan peran OJK dalam pengawasan terhadap klausula baku dengan melakukan kontrol terhadap perjanjian sebelum digunakan perusahaan asuransi dan memastikan bahwa perjanjian yang beredar tidak melanggar ketentuan klausula baku dalam UUPK dan POJK No. 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumem Sektor Jasa Keuangan”, tegas Rizal.