
PT Penjaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo)
Oleh: Dede Suryanto
Ketua Digital Financial Center, Vokasi UI
Sebagian orang masih bingung membedakan antara penjaminan (guarantee) dan asuransi (insurance). Kebingungan tersebut tidak hanya berkembang di masyarakat awam tapi juga pada para pelaku bisnis, perbankan atau sektor keuangan lain pun mengalami hal yang sama. Mungkin karena ada beberapa kesamaan konsep, antara lain terkait dengan perlindungan risiko, pembayaran iuran kepesertaan dan pengajuan klaim sehingga menganggap keduanya sama atau orang biasa menyebutnya “serupa tapi tak sama”.
Asuransi terkait dengan coverage risiko atas jiwa, kesehatan, aset/properti, dan lainnya yang bertujuan memberikan perlindungan finansial terhadap risiko yang mungkin terjadi. Sedangkan penjaminan memberikan perlindungan terhadap risiko finansial dalam arti luas serta memberikan dukungan collateral bagi pelaku usaha, terutama untuk meningkatkan kelayakan kredit/pembiayaan sektor UMKM. Dalam asuransi terdapat dua pihak utama yaitu perusahaan asuransi sebagai penanggung dan pemegang polis sebagai tertanggung, sementara pada penjaminan melibatkan tiga pihak yaitu penjamin (perusahaan penjaminan), terjamin (debitur/pelaku usaha), dan penerima jaminan (kreditur/bank).
Dalam pengajuan klaim, perusahaan asuransi berkewajiban membayar klaim sesuai dengan polis jika terjadi risiko yang diasuransikan, sedangkan dalam penjaminan, perusahaan penjaminan sebagai pihak Penjamin berkewajiban membayar kewajiban klaim jika terjamin gagal memenuhi kewajibannya kepada penerima jaminan. Sementara dari sisi kepesertaan, pada asuransi, tertanggung berkewajiban membayar premi kepada perusahaan asuransi sedangkan pada penjaminan terjamin berkewajiban membayar imbal jasa penjaminan (IJP) kepada penjamin.
Baik asuransi maupun penjaminan masing-masing memiliki payung hukum yang diatur melalui perundangan dan peraturan OJK yang berbeda. Asuransi diatur oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan berbagai POJK terutama POJK No. 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi. Sementara Penjaminan diatur oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan dengan peraturan pelaksana POJK No. 2/POJK.05/2017 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjamin dan peraturan OJK lainnya.
Salah satu kelebihan penjaminan yaitu bahwa setiap produk pembiayaan atau kredit bank pada dasarnya dapat menjadi produk penjaminan juga, sekalipun tidak semua bisa diterima karena memerlukan analisis kelayakan penjaminan yang berbeda dengan bank. Proses pengajuan penjaminan memiliki dua metode, yaitu langsung dan tidak langsung. Metode tidak langsung yaitu dimana bank sebagai penerima jaminan mengajukan permohonan penjaminan dari calon debitur sebagai pihak terjamin.
Sedangkan metode langsung dimana calon terjamin/debitur (dalam hal ini UMKM) mengajukan sendiri permohonan penjaminan kredit/pembiayaannya kepada perusahaan penjamin. Sayangnya metode langsung belum berkembang dikarenakan pihak bank biasanya meminta coverage secara penuh atau 100% dari penjaminan. Hal ini menjadi salah satu handicap yang perlu untuk dicarikan solusinya. Handicap lainnya adalah penjaminan kredit belum optimal dimanfaatkan untuk produk pembiayaan tujuan produktif padahal penjaminan ditujukan untuk membantu usaha sektor UMKM.
Bagaimanapun dalam perkembangannya, industri penjaminan kredit di Indonesia telah turut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai negara dengan populasi besar dan ekonomi yang terus berkembang, Indonesia memiliki potensi pasar yang menjanjikan bagi industri penjaminan. Penjaminan kredit berfungsi sebagai katalis penting dalam mendorong akses pembiayaan, terutama bagi sektor-sektor yang sebelumnya kurang terlayani seperti UMKM, infrastruktur, dan inovasi keuangan.
Berikut akan diiuraikan segmen dan potensi pasar penjaminan di Indonesia, mulai dari program pemerintah yang telah berjalan mapan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), hingga peluang baru yang muncul dari kebijakan pemerintah, kebutuhan sektor komersial, dan inovasi di bidang keuangan. Dengan memahami lanskap ini, kita dapat melihat bagaimana industri penjaminan tidak hanya berperan dalam mitigasi risiko, tetapi juga sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan di Indonesia.
Potensi Pasar Penjaminan KUR
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah menjadi program penyaluran kredit andalan pemerintah dalam upaya mendorong pertumbuhan UMKM di Indonesia. Sejak diluncurkan pada tahun 2007, KUR telah membuktikan diri sebagai instrumen yang efektif dalam meningkatkan akses pembiayaan bagi jutaan pengusaha kecil dan menengah di seluruh negeri. Potensi pasar penjaminan KUR terus berkembang seiring dengan komitmen pemerintah untuk memperluas cakupan dan meningkatkan plafon program ini.
Pada tahun 2024, pemerintah menargetkan penyaluran KUR sebesar Rp 300 triliun, mengalami peningkatan dibanding tahun 2023 yaitu Rp 297 triliun. Peningkatan ini sebenarnya relatif tidak besar tapi tetap dapat mengakomodir besarnya permintaan dan kebutuhan akan pembiayaan di sektor UMKM. Bagi industri penjaminan, ini berarti potensi pasar yang sangat besar dan terus berkembang. Dengan asumsi rata-rata tingkat penjaminan sebesar 70% dari total kredit yang disalurkan, potensi pasar penjaminan KUR bisa mencapai lebih dari Rp 210 triliun per tahun. Selain itu, diversifikasi sektor yang dilayani oleh KUR, termasuk pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan sektor jasa, membuka peluang bagi perusahaan penjaminan untuk mengembangkan produk yang lebih terspesialisasi dan sesuai dengan karakteristik risiko masing-masing sektor.
Pasar Penjaminan dari Kebijakan Pemerintah
Di luar program KUR, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang secara langsung maupun tidak langsung menciptakan peluang baru bagi industri penjaminan. Salah satu area yang paling menjanjikan adalah sektor infrastruktur. Dengan target ambisius pemerintah untuk meningkatkan konektivitas dan daya saing nasional, kebutuhan akan pembiayaan infrastruktur terus meningkat.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah telah menargetkan investasi infrastruktur sebesar Rp 6.445 triliun. Meskipun sebagian besar pendanaan diharapkan berasal dari APBN dan BUMN, terdapat peluang signifikan bagi sektor swasta untuk berpartisipasi, yang pada gilirannya menciptakan permintaan akan penjaminan proyek. Perusahaan penjaminan dapat mengembangkan produk khusus untuk memitigasi risiko dalam proyek-proyek infrastruktur, seperti penjaminan penyelesaian proyek atau penjaminan pendapatan minimum.
Selain itu, kebijakan pemerintah di bidang kepabeanan dan perdagangan internasional juga membuka peluang baru. Dengan fokus pada peningkatan ekspor, terutama dari sektor UMKM, terdapat kebutuhan akan penjaminan transaksi ekspor-impor. Ini mencakup penjaminan pembayaran, penjaminan kinerja, dan penjaminan risiko politik. Perusahaan penjaminan yang dapat menawarkan produk-produk ini akan berada dalam posisi yang menguntungkan untuk memanfaatkan pertumbuhan perdagangan internasional Indonesia. Sekedar gambaran data BPS mencatat nilai ekspor dan impor non migas Indonesia sampai Juli 2024 mencatat nilai US$117,19 miliar untuk ekspor dan US$91,63 miliar untuk impor.
Potensi Pasar dari Kebutuhan Sektor Komersial
Sektor komersial di Indonesia terus berkembang dan terdiversifikasi, serta menciptakan permintaan baru akan layanan penjaminan yang lebih canggih dan dapat dikustomisasi. Salah satu area yang menunjukkan potensi signifikan adalah penjaminan untuk sektor properti komersial. Dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan urbanisasi yang terus meningkat, permintaan akan properti komersial seperti pusat perbelanjaan, gedung perkantoran, dan hotel akan terus tumbuh. Data Real Estate Indonesia memproyeksikan pertumbuhan investasi properti komersial sebesar 7-8% per tahun. Ini membuka peluang bagi perusahaan penjaminan untuk menawarkan produk seperti penjaminan penyelesaian konstruksi, penjaminan sewa, dan penjaminan kinerja bangunan.
Sektor energi terbarukan juga menyajikan peluang menarik bagi industri penjaminan. Dengan target pemerintah (ESDM) untuk mencapai 19,49% energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada tahun 2024 dan diproyeksikan akan terus tumbuh 23% di tahun berikutnya, terdapat kebutuhan besar akan pembiayaan proyek-proyek energi bersih. Perusahaan penjaminan dapat berperan penting dalam memitigasi risiko investasi di sektor ini, terutama untuk teknologi yang relatif baru seperti energi surya dan angin. Produk penjaminan seperti performance bond untuk pembangkit listrik terbarukan atau penjaminan pendapatan untuk proyek-proyek energi bersih dapat menjadi area pertumbuhan yang signifikan.
Selain itu, sektor pertanian komersial juga menunjukkan potensi yang menjanjikan. Dengan fokus pemerintah pada ketahanan pangan dan modernisasi pertanian, terdapat peningkatan investasi di sektor ini. Perusahaan penjaminan dapat mengembangkan produk khusus seperti penjaminan hasil panen atau penjaminan kredit untuk mekanisasi pertanian. Bank Indonesia memperkirakan kebutuhan pembiayaan sektor pertanian dan sektor terkait mencapai Rp 800 triliun per tahun, menciptakan peluang besar bagi industri penjaminan untuk berpartisipasi dalam mendukung transformasi sektor pertanian Indonesia.
Pasar dari Inovasi di Bidang Keuangan
Inovasi di sektor keuangan telah membuka dimensi baru bagi industri penjaminan di Indonesia. Salah satu area yang paling menarik adalah penjaminan untuk produk investasi ritel seperti reksadana. Dengan pertumbuhan kelas menengah dan peningkatan literasi keuangan, pasar reksadana di Indonesia telah tumbuh pesat, mencapai nilai kelolaan sebesar Rp 497,56 triliun per akhir Juli 2024. Penjaminan atas reksadana, terutama untuk produk dengan proteksi modal, dapat menjadi instrumen penting untuk meningkatkan kepercayaan investor dan mendorong partisipasi yang lebih luas dalam pasar modal. Hingga saat ini reksadana dengan penjaminan belum efektif dimanfaatkan oleh perusahaan penjaminan.
Penjaminan atas surat utang merupakan salah satu produk lembaga penjaminan kredit. Sekalipun dalam perundangan dan POJK tidak dijelaskan secara eksplisit apakah kriteria surat utang dimaksud termasuk yang diterbitkan oleh perusahan penerbit di pasar modal. Jika tidak terkendala dengan peraturan, perkembangan pasar surat utang dan sukuk membuka peluang baru bagi industri penjaminan. Penjaminan atas instrumen ini dapat meningkatkan kredibilitas dan daya tarik bagi investor. Data OJK mencatat sampai dengan Juni 2024 nilai outstanding obligasi korporasi di pasar modal mencapai Rp 463,95 triliun dan Rp 35,14 triliun obligasi tanpa IPO dimana jumlahnya ke depan akan terus tumbuh. Hal ini menciptakan peluang signifikan bagi perusahaan penjaminan untuk mengembangkan produk yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Inovasi terbaru yang menarik perhatian adalah penjaminan atas aset crypto dan aset tidak berwujud lainnya. Meskipun masih dalam tahap awal, pertumbuhan pasar aset digital di Indonesia tidak bisa diabaikan. Data OJK juga melaporkan bahwa secara akumulatif nilai transaksi aset kripto senilai Rp 301,75 triliun dengan jumlah 20,24 juta investor pada semester I-2024, atau tumbuh 354,17% year on year (yoy), dibandingkan senilai Rp 66,44 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penjaminan untuk custody atau hak asuh aset digital, perlindungan terhadap pencurian atau kehilangan kripto, dan penjaminan transaksi berbasis blockchain adalah beberapa area potensial yang dapat dieksplorasi oleh industri penjaminan. Risiko keamanan atas aset digital ini sangat tinggi dan di sisi lain pertumbuhan aset digital akan semakin melesat. Hal ini menjadi inovasi penjaminan untuk dapat masuk dalam area bisnis perlindungan siber tersebut.
Selain itu, perkembangan ekonomi berbagi (sharing economy) dan gig economy di Indonesia juga menciptakan kebutuhan akan penjaminan yang inovatif. Misalnya, penjaminan untuk layanan berbagi kendaraan atau aset pakai lainnya, penjaminan atas pendapatan untuk para pekerja lepas dengan varian profesi dan jumlah yang makin berkembang, atau penjaminan untuk transaksi peer-to-peer lending. Dengan estimasi nilai ekonomi berbagi di Indonesia mencapai US$ 14 miliar pada tahun 2025, ini menyajikan peluang besar bagi industri penjaminan untuk berinovasi dan menciptakan produk-produk baru.
Kesimpulan
Prospek industri penjaminan di Indonesia menunjukkan potensi pertumbuhan yang sangat menjanjikan. Dari program pemerintah yang mapan seperti KUR hingga peluang baru yang muncul dari inovasi keuangan, pasar penjaminan di Indonesia terus berkembang dan berdiversifikasi. Estimasi konservatif menunjukkan bahwa total potensi pasar penjaminan di Indonesia bisa mencapai lebih dari Rp 1.000 triliun per tahun, dengan pertumbuhan tahunan yang diproyeksikan antara 10-15%.
Namun, untuk memanfaatkan potensi ini secara optimal, industri penjaminan perlu terus berinovasi dan beradaptasi. Hal ini meliputi pengembangan produk yang lebih terspesialisasi, peningkatan kapasitas dalam menilai dan mengelola risiko di sektor-sektor baru, serta kolaborasi yang lebih erat dengan lembaga keuangan, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya. Regulasi yang mendukung dan kerangka hukum yang jelas juga akan menjadi kunci dalam mendorong pertumbuhan industri ini.
Dengan landscape ekonomi yang terus berubah dan kebutuhan akan mitigasi risiko yang semakin kompleks, industri penjaminan memiliki peran strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dari mendorong inklusi keuangan melalui KUR hingga memfasilitasi inovasi di sektor keuangan digital, penjaminan akan terus menjadi instrumen penting dalam arsitektur keuangan nasional. Perusahaan penjaminan yang dapat mengantisipasi tren pasar, beradaptasi dengan cepat, dan menawarkan solusi yang inovatif akan berada dalam posisi terbaik untuk memanfaatkan peluang besar yang ada di pasar Indonesia.