
Fasilitas minyak lepas pantai (Ist)
Jakarta, keuanganonline.id – Harga minyak dunia kembali bikin heboh pasar. Rabu (2/7/2025) waktu New York atau Kamis (3/7/2025) pagi WIB, Brent melesat 3 persen ke level USD69,11 per barel. Sementara West Texas Intermediate (WTI) pun ikut naik ke USD67,45 per barel. Tapi kenaikan ini bukan cuma gara-gara satu isu. Ada Iran, Vietnam, hingga laporan mengejutkan soal stok minyak AS yang semuanya memengaruhi harga.
Iran Geram, Hentikan Kerja Sama Nuklir
Memang, salah satu pemicu utama gejolak harga minyak datang dari Iran. Negara itu mengumumkan undang-undang baru yang membatasi inspeksi Badan Energi Atom Internasional (IAEA) ke fasilitas nuklirnya. Setiap inspeksi kini wajib dapat lampu hijau Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran.
Seperti dikutip Reuters, Iran menilai IAEA berpihak pada negara-negara Barat dan sering dijadikan pembenaran serangan Israel. Wajar jika pasar minyak langsung waspada. Timur Tengah masih menjadi wilayah vital bagi pasokan minyak global.
“Pasar sudah memasukkan risiko geopolitik Iran ke dalam harga minyak,” kata Giovanni Staunovo, analis UBS. “Tapi sejauh ini, belum ada gangguan nyata ke pasokan,” tambahnya.
AS-Vietnam Sepakat, Pasar Minyak Dapat Angin Segar
Namun, bukan hanya Iran yang memengaruhi harga minyak. Presiden Donald Trump dan pemerintah Vietnam mengumumkan kesepakatan perdagangan yang cukup signifikan. Kesepakatan ini mengatur tarif 20 persen untuk sejumlah ekspor Vietnam ke Amerika Serikat.
Kesepakatan dagang ini memberi sentimen positif ke pasar, termasuk pasar energi. “Selera risiko pelaku pasar naik gara-gara adanya kejelasan soal tarif dagang antara AS dan Vietnam,” ujar analis Ritterbusch and Associates.
Kenapa isu dagang memengaruhi minyak? Karena perdagangan global erat kaitannya dengan konsumsi energi. Semakin lancar ekspor-impor, semakin besar pula potensi permintaan minyak dunia.
Stok Minyak AS Melonjak, Jadi Rem Kenaikan Harga
Di tengah euforia kenaikan harga minyak, muncul kabar yang bikin pelaku pasar sedikit waspada. Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah AS naik drastis 3,8 juta barel minggu lalu, menjadi 419 juta barel.
Padahal, jajak pendapat Reuters sebelumnya memprediksi justru terjadi penurunan 1,8 juta barel. Tak hanya itu, permintaan bensin di Amerika juga melemah ke 8,6 juta barel per hari. Biasanya, di musim panas, konsumsi bensin tembus 9 juta barel per hari.
“Kalau selama musim panas angka konsumsi bensin di bawah 9 juta barel per hari, itu tanda pasar sedang lesu,” jelas Bob Yawger, Direktur Mizuho. “Dan ini bukan pertanda bagus,” tambahnya.
OPEC+ Juga Jadi Faktor, Meski Sudah Diprediksi
Selain isu geopolitik dan data ekonomi, rencana OPEC+ menambah pasokan minyak juga masuk hitungan. Priyanka Sachdeva, analis Phillip Nova, menyebut pasar sebenarnya sudah memprediksi langkah OPEC+. “Jadi kenaikan produksi tidak akan bikin pasar kaget,” kata Priyanka.
Reuters melaporkan empat sumber OPEC+ yang bilang bahwa kelompok itu akan menambah produksi 411 ribu barel per hari mulai bulan depan. Ini sama seperti tambahan produksi yang sudah mereka sepakati untuk Mei, Juni, dan Juli.
Arab Saudi bahkan menaikkan ekspor minyaknya sebesar 450 ribu barel per hari pada Juni, dibanding Mei. Meski begitu, data Kpler mencatat ekspor OPEC+ secara keseluruhan masih relatif stabil atau bahkan sedikit menurun sejak Maret.
“Tren ekspor OPEC+ mungkin tetap mendatar selama musim panas, karena panas ekstrem meningkatkan kebutuhan energi domestik,” jelas Staunovo.
The Fed Jadi Penentu Nasib Harga Minyak ke Depan
Satu hal lain yang tak boleh diabaikan adalah kebijakan Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat. Kamis ini, laporan ketenagakerjaan Amerika akan rilis. Data itu akan jadi kunci arah suku bunga ke depan.
Tony Sycamore, analis IG, bilang, suku bunga yang lebih rendah bisa mendorong aktivitas ekonomi lebih tinggi. Ujungnya, permintaan minyak juga naik. “Kalau The Fed potong bunga, pasar minyak bakal lebih bergairah,” katanya.
Kesimpulan: Harga Minyak Masih Labil
Naiknya harga minyak dunia kali ini bukan cuma soal Iran dan nuklir. Ada Vietnam, OPEC+, hingga angka stok minyak AS yang bikin pasar minyak berayun ke sana kemari. Meski harga Brent sudah tembus USD69 per barel, banyak analis meyakini situasi masih rawan fluktuasi.
Yang jelas, pasar energi di 2025 penuh drama. Kita tunggu saja, ke mana harga minyak akan bergerak minggu depan! (*)