
dolar as, forex, kurs dollar, suku bunga the fed, pasar keuangan, euro, poundsterling, inflasi global, ekonomi amerika, perdagangan internasional
Jakarta, keuanganonline.id – Pasar keuangan global lagi-lagi diguncang lonjakan dolar AS. Greenback menunjukkan taringnya setelah data ekonomi Amerika Serikat memicu spekulasi bahwa Federal Reserve bakal memangkas suku bunga lebih cepat. Tapi, penguatan dolar ini justru bikin mata uang lain megap-megap.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (2/7/2025) waktu New York atau Kamis (3/7/2025) pagi WIB, dolar AS awalnya sempat melemah. Namun, data ketenagakerjaan versi ADP menunjukkan sektor swasta Amerika tiba-tiba mengalami kontraksi perekrutan tenaga kerja untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir. Sinyal itu membuat pasar menduga The Fed akan segera menurunkan suku bunga, mungkin mulai September nanti.
“Dolar menguat terhadap mata uang G10, dan ini bukan kebetulan karena terjadi kenaikan hampir 20 basis poin pada suku bunga AS,” kata Marc Chandler, Chief Market Strategist Bannockburn Global Forex LLC. “Saat imbal hasil obligasi AS naik, dolar biasanya ikut terdongkrak.”
Mata Uang Global Ikut Goyah
Tapi euforia penguatan dolar nggak dirasakan mata uang lain. Poundsterling misalnya, ambles 0,79 persen ke USD1,3634. Level itu jadi yang terendah dalam sepekan. Aksi jual obligasi pemerintah Inggris jadi penyebab utama, apalagi di tengah gonjang-ganjing politik soal pemotongan tunjangan.
“Bukan hanya pound Inggris yang melemah tajam, tetapi obligasi pemerintah juga mengalami banyak tekanan. Saya pikir ini hanya krisis kepercayaan terhadap pemerintahan Partai Buruh,” tutur Chandler.
Sementara euro juga tak bisa banyak berbuat. Nilai tukarnya turun tipis 0,08 persen ke USD1,1797, meski masih sedikit naik 0,9 persen terhadap pound. Padahal inflasi zona euro sempat naik tipis ke target 2 persen European Central Bank (ECB), yang bikin banyak analis berharap kondisi ekonomi Eropa bakal lebih stabil ke depan.
Pasar Kini Terjebak Dilema
Lonjakan dolar membuat banyak pelaku pasar forex berhati-hati. Penguatan dolar memang bisa jadi peluang bagi trader yang bertaruh long USD. Tapi, di sisi lain, ini menimbulkan risiko bagi negara-negara lain, khususnya emerging markets yang memiliki utang dalam denominasi dolar.
Indeks Dolar (DXY), yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama, naik 0,154 persen ke 96,786. Kenaikan ini sukses menghentikan tren penurunan sembilan sesi beruntun. Walau begitu, posisi dolar masih jauh di bawah level tertingginya beberapa tahun lalu, mengingat semester pertama 2025 jadi periode terburuk dolar sejak era 1970-an.
Menurut laporan Reuters, kenaikan dolar juga didukung oleh imbal hasil obligasi AS tenor 2 tahun, yang naik 1,2 basis poin ke 3,789 persen. Angka ini mencerminkan ekspektasi pasar terhadap langkah The Fed ke depan.
Dampak Global Tak Boleh Diremehkan
Di sisi lain, dolar Kanada berhasil mencatat penguatan 0,35 persen menjadi 1,36 per dolar AS. Sedangkan yuan China di pasar offshore relatif stabil di kisaran 7,161 per dolar AS.
Namun, pasar global kini harus waspada. Karena selain isu The Fed, pasar juga diramaikan kabar Presiden Donald Trump yang mengklaim berhasil meraih kesepakatan dagang dengan Vietnam. Kesepakatan ini sempat meredam ketegangan tarif yang sebelumnya bikin pasar gelisah.
“Jika negara-negara tidak mencapai kesepakatan dagang, tekanan justru akan berbalik ke Amerika, dan itu negatif bagi dolar,” ujar Steve Englander, analis Standard Chartered. “Tapi jika negara-negara mulai menyepakati, justru negara yang tertinggal yang akan terkena dampaknya. Ini bisa menjadi sinyal positif bagi risiko (risk-on).”
Apa Selanjutnya?
Pelaku pasar kini menanti rilis laporan ketenagakerjaan AS untuk Juni yang akan keluar Kamis ini. Hasilnya bakal sangat menentukan apakah The Fed benar-benar akan memangkas suku bunga lebih cepat atau tidak.
Jika The Fed memangkas suku bunga, penguatan dolar bisa terhenti atau malah berbalik melemah. Tapi kalau data ekonomi AS ternyata lebih kuat dari dugaan, dolar bisa saja makin melesat.
Untuk sekarang, semua mata tertuju pada The Fed. Pasar seolah berdiri di persimpangan: apakah dolar akan melanjutkan reli, atau justru tergelincir lagi dalam beberapa bulan ke depan? Yang jelas, pelaku pasar harus siap menghadapi gejolak yang mungkin lebih besar. (*)