Garut – Warga Garut geger dengan kabar pembaiatan yang dilakukan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) terhadap puluhan orang.
Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Garut Aceng Amirudin mengatakan, warga Garut yang diduga terpapar paham radikal NII tersebar di beberapa daerah.
Dari data yang disampaikan, anak yang meniadi peserta pengajian dan juga sesepuh pengajian, ada sebanyak 59 orang.
Rata-rata usia 15 hingga 20 tahun dan asalnya bukan hanya dari Kecamatan Garut Kota saja, tapi sampai Kecamatan Limbangan dan Cibatu.
“Ada di Kelurahan Regol (Garut Kota),” kata Aceng kepada wartawan, Jumat (8/10/2021) dikutip detik.com.
Aceng mengatakan selain di kelurahan yang ada di Kecamatan Garut Kota seperti Sukamentri dan Regol, paham radikal NII juga diduga tersebar di beberapa kecamatan lainnya.
“Ada juga di Kecamatan Cibatu, Kecamatan Limbangan,” ungkap Aceng.
Kasus puluhan anak diduga dibaiat kelompok radikal NII ini tengah menghebohkan warga Garut belakangan ini.
Kasus tersebut terungkap dari pengakuan beberapa anak di kelurahan Sukamentri. Mereka mengaku telah dibaiat seseorang di wilayah tersebut.
Pihak kelurahan kemudian melakukan pendataan. Hasilnya, diketahui sebanyak 59 orang yang didominasi remaja diduga telah terpapar paham radikal.
“Mereka menganggap pemerintah RI ini thogut,” ujar Lurah Sukamentri Suherman beberapa waktu lalu.
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Garut, Jawa Barat menyebut warga yang dibaiat Negara Islam Indonesia (NII) meneruskan ajaran Bakar Misbah.
Bakar Misbah merupakan petinggi Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Garut kala pendiri NII, Kartosuwiryo masih memimpin.
“Kami sisir dalam arti yang melakukan doktrinnya sudah kami pantau dan afiliasinya ke mana. Mereka bergabung dengan aliran NII Bakar Misbah yang fokus pada tatanan pemerintahan Islam,” tutur Kepala Kesbangpol Garut, Wahyudijaya di Garut, Kamis (7/10).
Wahyudijaya mengatakan kelompok NII yang membaiat itu mengincar anak-anak dan remaja. Terutama kalangan yang rentan diberi doktrin tertentu.
Mulanya, mereka mengincar anak-anak dan remaja lewat pengajian. Hingga kemudian, mereka diberikan doktrin.
“Sasarannya memang anak-anak yang labil, yang sedang mencari jati diri. Barangkali ini ada doktrin yang seolah-olah itu menyejukkan sehingga terkesan seolah keyakinan mereka benar,” ujarnya.