
Pelajaran dari Krisis Global untuk Masa Depan Holding BUMN Asuransi Indonesia.
(Too Big to Fail: Lessons from the Global Financial Crisis for the Future of Indonesia’s State-Owned Insurance Holding Companies)
Dalam gelombang reformasi keuangan nasional, arah kebijakan holding BUMN sektor asuransi dan keuangan membutuhkan kompas yang tidak hanya ekonomis, tetapi juga konstitusional dan berkeadilan.
Tulisan ini menyajikan gambaran peta yang jernih: Apa yang harus dijaga oleh negara, dan apa yang layak dilepas kepada pasar?
Tidak semua yang besar harus disatukan, dan tidak semua fungsi dapat dikomersialisasikan.
Dengan mengambil pelajaran dari krisis keuangan global, tulisan ini menyampaikan lesson learned strategis serta rekomendasi peta ideal industri asuransi nasional, termasuk pentingnya pemisahan fungsi sosial dan komersial, serta posisi negara yang wajib hadir dalam perlindungan dasar, tanpa harus bersaing di ruang pasar.
Dari Too Big to Fail ke Too Smart to Fail
Fenomena Too Big to Fail (TBTF mengingatkan bahwa lembaga keuangan yang terlalu besar dan kompleks, bila tak disertai tata kelola dan akuntabilitas sosial, justru dapat menjadi liabilitas sistemik.
Sebaliknya, konsep Too Smart to Fail hadir sebagai pendekatan strategis masa depan: Membangun institusi yang besar secara kapasitas, namun bijak dalam batas, cerdas dalam risiko, dan kuat dalam mandat sosial.
Apa itu Too Smart to Fail?
Lembaga yang Too Smart to Fail adalah lembaga yang:
Cerdas dalam mengelola risiko, bukan sekadar besar asetnya.
Bijak dalam membedakan antara fungsi negara dan fungsi pasar.
Tangguh dalam struktur tata kelola dan segmentasi peran.
Bertanggung jawab dalam melayani masyarakat, bukan sekadar mengejar laba.
Ketika Skala Menjadi Risiko
Saat Indonesia mengonsolidasikan BUMN asuransi dalam satu holding, narasi efisiensi dan sinergi memang menjanjikan. Namun, sejarah global memberi pelajaran bahwa:
“Terlalu besar untuk gagal” bisa berubah menjadi “terlalu besar untuk diawasi, terlalu rumit untuk dijaga, dan terlalu mahal untuk diselamatkan.”
Tiga Kasus, Tiga Alarm
1. Lehman Brothers (2008)
Gagal dan dibiarkan bangkrut, memicu krisis keuangan global.
2. AIG (2008)
Diselamatkan karena terlalu terhubung, bailout lebih dari USD 180 miliar oleh pemerintah AS.
3. Credit Suisse (2023)
Diakuisisi darurat oleh UBS, menyelamatkan reputasi sistem keuangan Swiss.
Pelajaran penting: Yang besar tak selalu kuat.
Ketahanan sistemik bergantung pada tata kelola, pemisahan fungsi, dan kejelasan mandat publik.
Risiko One Basket: Jangan Semua Telur dalam Satu Keranjang
Menggabungkan seluruh BUMN asuransi ke dalam satu wadah tanpa pemisahan fungsi dan firewall tata kelola menciptakan risiko sistemik terpusat (one basket risk).
Bila satu unit terguncang, seluruh struktur bisa terguncang.
Contoh hukum risiko ini tercermin pada UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK, yang menekankan pentingnya prudential governance dan fungsi sosial negara secara tegas dan terpisah dari orientasi pasar.
Perlindungan Dasar Harus Tetap Mandiri, Stand-Alone dan Berbasis Undang-Undang
Negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi rakyat dalam kondisi paling rentan. Oleh karena itu, lembaga berikut tidak boleh dikorporatisasi:
Jasa Raharja
Pelaksana UU No. 33 & 34 Tahun 1964, menjamin korban kecelakaan penumpang dan lalu lintas jalan.
Taspen
Menjamin pensiun dan tabungan hari tua bagi ASN, sesuai amanat negara.
Asabri
Melindungi TNI, Polri, dan ASN khusus dalam skema jaminan sosial.
Lembaga dengan mandat sosial adalah tangan negara yang hadir di saat rakyat paling membutuhkan, bukan alat bisnis.
Peta Ideal Industri Asuransi Nasional
1. Asuransi Sosial Perlindungan Dasar (Wajib Stand-Alone)
Jasa Raharja, Taspen, Asabri
Dikelola berdasarkan amanah UU
Tidak untuk dikomersialisasikan
2. Asuransi Jiwa Komersial (Life Insurance)
Negara cukup miliki 1 BUMN Life Insurance untuk mendukung sektor strategis
3. Asuransi Umum Komersial (General Insurance)
Negara cukup miliki 1 BUMN General Insurance sebagai pelengkap sistem nasional
4. Reasuransi Nasional
Negara cukup miliki 1 BUMN Reasuransi sebagai stabilisator sistem risiko
5. Ruang Swasta
Swasta diberi ruang utama mengembangkan asuransi komersial
Berorientasi profit dan inovasi
Diawasi oleh OJK dengan pendekatan berbasis risiko dan tata kelola
Prinsip Dasar: Negara hadir di wilayah yang tidak dijangkau pasar, bukan untuk bersaing di dalamnya.
Lesson Learned: Pisahkan Fungsi, Fokuskan Peran
Jangan semua BUMN asuransi dijadikan satu konglomerasi.
Holdingisasi hanya tepat untuk fungsi komersial.
Fungsi perlindungan dasar harus tetap dijalankan secara publik, mandiri, dan akuntabel.
Rekomendasi Strategis
1. Tegaskan pemisahan fungsi sosial dan komersial.
2. Lindungi lembaga asuransi sosial negara sebagai entitas publik stand-alone.
3. Bangun mandat dan peran jelas untuk tiga BUMN asuransi komersial.
4. Dorong swasta mengisi ruang pasar dengan kompetisi sehat dan inovatif.
5. Perkuat OJK sebagai wasit sistemik yang independen, adil, dan profesional.
Besar Tak Selalu Baik, Jelas Lebih Utama
Indonesia tidak kekurangan institusi. Yang dibutuhkan adalah kejelasan mandat dan keberanian menata ulang fungsi.
Yang berdiri atas nama perlindungan rakyat harus tetap berdiri sendiri.
Yang bersaing dalam pasar, biarlah tumbuh bersama swasta dengan tata kelola yang kuat.
“Yang terlalu besar untuk gagal, tidak boleh menjadi terlalu rumit untuk diawasi.”
“Yang terlalu penting untuk masyarakat, harus cukup bijak untuk berdiri sendiri.”
Menjaga yang Mendasar, Menata yang Komersial
Reformasi sistem keuangan dan asuransi nasional bukan tentang menyatukan segalanya, tetapi:
Memisahkan dengan bijak
Menegaskan mandat sosial
Menyuburkan inovasi pasar dengan tata kelola yang kuat
Fas-tabiqul khairat
Berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Aamiin Ya Rabbal Alamin.
Diding S. Anwar
Pengamat, Pemerhati & Praktisi Industri Perasuransian dan Industri Penjaminan.