
Ketua Umum Gapensi H. Andi Rukman Nurdin Karumpa, SE saat acara HUT Gapensi ke-66 di Jakarta (8/1/2025)
Sektor konstruksi Indonesia masih menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional.
Data BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat, hingga Februari 2025 sektor ini menyerap lebih dari 8,7 juta tenaga kerja atau sekitar 6 persen dari total pekerja nasional. Kontribusinya terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) juga signifikan, yakni ±9,5 persen pada Triwulan II 2025.
Angka ini menegaskan sektor konstruksi bukan hanya penyerap tenaga kerja, tetapi juga penggerak utama roda pembangunan.
Namun, di balik angka tersebut, mayoritas anggota GAPENSI (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia) adalah kontraktor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang masih menghadapi tantangan klasik: keterbatasan modal kerja, birokrasi perizinan berbelit, persaingan harga tidak sehat, minimnya tenaga kerja terampil, hingga sulitnya akses pembiayaan.
Padahal kontraktor kecil inilah yang paling banyak bersentuhan dengan pembangunan infrastruktur skala menengah dan daerah.
Peluang sesungguhnya terbuka luas: Proyek Strategis Nasional (PSN), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pembangunan perumahan rakyat, hingga skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU/PPP).
Lebih dari itu, proyek APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) juga menjadi denyut nadi utama kontraktor UMKM. Proyek APBN umumnya meliputi jalan nasional, bendungan, jembatan, fasilitas strategis, hingga energi dan pertahanan. Sementara proyek APBD lebih dekat dengan kebutuhan rakyat: jalan kabupaten/kota, irigasi, sanitasi, sekolah, rumah sakit, pasar tradisional, hingga kantor pemerintahan.
Bagi kontraktor UMKM, proyek APBD lebih relevan karena skala dan nilainya sesuai kapasitas mereka.
Namun, pencairan anggaran yang sering terlambat, tender yang birokratis, serta distribusi proyek yang belum merata masih menjadi kendala nyata.
Sinergi penjaminan, akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) Konstruksi, dan kepastian pembayaran APBN–APBD akan memperkuat kontribusi UMKM dalam pembangunan nasional.
Program KUR Konstruksi dengan plafon hingga Rp5 miliar per pencairan (akumulasi Rp20 miliar per pengembang UMKM) dan bunga rendah 5–6 persen, dapat memberi ruang finansial lebih kuat. Sementara instrumen surety bond – Bid Bond (Jaminan Tender), Performance Bond (Jaminan Pelaksanaan), Advance Payment Bond (Jaminan Uang Muka), dan Maintenance Bond (Jaminan Pemeliharaan) – menjadi kunci meningkatkan kepercayaan perbankan dan pemilik proyek.
Di sinilah peran analisis penjaminan (guarantee analysis) menjadi vital. Proses ini menilai kelayakan kontraktor UMKM sebelum diterbitkan penjaminan, sehingga dapat membuka akses pembiayaan, menjaga keberlangsungan usaha, sekaligus mengurangi risiko gagal bayar. Dengan analisis penjaminan yang tepat, bank dan investor lebih yakin untuk menyalurkan pembiayaan bagi kontraktor kecil.
Rekomendasi Kebijakan:
- Integrasikan analisis penjaminan ke dalam strategi fiskal nasional sebagai bagian dari stimulus ekonomi.
- Perluas insentif fiskal untuk kontraktor kecil, terutama yang berorientasi pada konstruksi hijau dan digital.
- Pastikan alokasi proyek APBN–APBD lebih proporsional dan berkeadilan agar UMKM tidak hanya menjadi penonton, tetapi pelaksana nyata pembangunan.
Sebagai asosiasi jasa konstruksi pertama, terbesar, tertua, dan terbaik di Indonesia, GAPENSI memiliki posisi strategis.
Dengan struktur organisasi yang mencakup BPP (Pusat), 36 BPD (Provinsi), dan 473 BPC di setiap Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, GAPENSI bukan hanya rumah besar kontraktor, tetapi juga motor perubahan.
Selain menjalankan pemberdayaan melalui Lembaga Sertifikasi Badan Usaha (LSBU), GAPENSI perlu memperkuat perannya dalam literasi penjaminan, penghubung akses pembiayaan, serta fasilitator kolaborasi kontraktor kecil dengan BUMN maupun swasta.
Jalan panjang kontraktor UMKM penuh tantangan, tetapi juga sarat peluang. Dengan analisis penjaminan yang akurat, KUR inklusif, regulasi pro-UMKM, dan distribusi proyek APBN–APBD yang adil, kontraktor kecil dapat melesat menjadi motor pembangunan infrastruktur nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
Infrastruktur bukan sekadar proyek fisik, melainkan jalan menuju kemandirian ekonomi bangsa.
GAPENSI dan jutaan kontraktor UMKM kini berdiri di persimpangan. Kebijakan yang tepat akan menentukan: apakah mereka hanya bertahan, atau justru melesat menjadi penopang utama pembangunan negeri.
Berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Diding S. Anwar