
Oleh : Diding S Anwar
Di tengah hiruk-pikuk dunia, diam sering dipandang lemah.
Padahal, diam adalah ruang bagi jiwa untuk tenang, hati untuk merenung, dan pikiran untuk jernih.
Dari diam lahir kekuatan, kesabaran, dan kebijaksanaan.
Embun jatuh di kala pagi,
Menyapa bumi penuh kelembutan.
Diam sejenak benahi diri,
Agar hidup penuh kebermanfaatan.
Tujuh Renungan Penting
- Diam sebagai terapi jiwa – menenangkan stres dan memberi ketenangan batin.
- Diam untuk introspeksi – mengevaluasi diri dan belajar dari pengalaman.
- Diam sebagai kebijaksanaan sosial – tidak semua hal perlu ditanggapi.
- Diam menumbuhkan kesabaran – menahan diri dari amarah dan hawa nafsu.
- Diam tanda kedewasaan – melatih pengendalian emosi dan kecerdasan hati.
- Diam sebagai jalan spiritual – mendekatkan diri pada Tuhan dalam keheningan.
- Diam melahirkan energi maju – seperti busur yang ditarik ke belakang untuk melesat lebih jauh.
Teladan Universal
Siddhartha Gautama menemukan pencerahan dalam meditasi hening.
Nabi Muhammad SAW mengajarkan: “Berkatalah baik atau diam.”
Mahatma Gandhi menjadikan diam sebagai disiplin rohani.
Nelson Mandela belajar rekonsiliasi dari keheningan penjara.
Soekarno menemukan inspirasi persatuan dalam masa sunyi pengasingan.
“Petuah leluhur berkata: ‘Lidah yang terjaga melahirkan hati yang merdeka.’ Maka diam bukanlah hampa, tetapi akar kebijaksanaan yang menuntun kehidupan.”
Diam dalam kehidupan bukanlah sikap pasif atau pengabaian, melainkan strategi kebijaksanaan. Dari diam, manusia belajar menata hati, mengelola pikiran, dan memperkuat niat.
Dalam diam pula kita menemukan ruang untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, sebagaimana pesan abadi yang diwariskan leluhur dan agama: bahwa hidup bukan sekadar bergerak cepat, tetapi melangkah tepat.
Bulan bersinar di langit malam,
Cahayanya teduh membawa restu.
Diam sejenak jadi pesan salam,
Hidup bahagia penuh makna satu.
Berlomba-lombalah dalam kebaikan dan kebenaran.
Aamiin Ya Rabbal Alamin.