
Jakarta—Komite IV DPD RI melakukan Rapat Kerja (Raker) dengan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (17/2).
Raker tersebut membahas 3 (tiga) hal penting yaitu program BPS tahun 2019 berkaitan dengan proses pengambilan data dan kinerja BPS di daerah, sebaran data kependudukan yang berkaitan dengan angka kemiskinan dan sebaran UMKM di daerah, dan persiapan BPS dalam menghadapi Sensus Penduduk tahun 2020.
Ketua Komite IV DPD RI, Elviana, mengungkapkan bahwa Komite IV DPD sedang membahas RUU Investasi dan Penanaman Modal Daerah dan Pengawasan terhadap UU UMKM.
“Kami sedang menggali informasi dan aspirasi terkait dua prioritas tersebut. Salah satunya melalui BPS Pusat sebagai penyedia informasi dan data statistik untuk mengetahui bagaimana sebaran UMKM di daerah, dan juga data investasi dan penanaman modal di daerah,” kata Elviana membuka rapat.
Elviana menambahkan, Komite IV juga perlu meminta informasi kepada BPS Pusat mengenai data investasi, data ekonomi, data penanaman modal, data kependudukan, kemiskinan, data penduduk yang telah memiliki akses perbankan, data UMKM di daerah.
“Arah peningkatan UMKM ke depan adalah peningkatan kapasitas. Menteri Koperasi dan UMKM saat Raker dengan kami, mengatakan bahwa akan mengguatkan sistem klaster para pelaku UMKM. Karena itu menjadi penting, apakah BPS sudah memiliki data mengenai sebaran sehingga kementerian UMKM benar-benar tepat, sebagai dasar sebagai dasar penyaluran dana terhadap UMKM di daerah,” tambah Senator asal Jambi ini.
Menyingung pelaksanaan Sensus Penduduk 2020, Komite IV DPD juga berharap BPS dapat menjelaskan bagaimana strategi dan kondisinya di setiap daerah. Sehingga berharap data dari BPS benar-benar menjadi pijakan bagi pembangunan nasional.
Anggota DPD asal Sumatera Selatan, Arniza Nilawati menyoroti pelaksanaan sensus penduduk akan terjadinya kemungkinan ketidaksesuaian kondisi di lapangan. Sensus yang menggunakan sistem online yang hanya 23% dan sebagian besar manual, seringkali terjadi problem, yaitu validasi misalnya data kemiskinan yang seringkali tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Validitas data kemiskinan juga disinggung oleh Senator asal Kepulauan Bangka Belitung, Darmansyah Husein dan Senator dari Sumatera Barat Alirman Sori. Darmansyah mengatakan selama ini ada kelemahan mengenai konsistensi kriteria, terutama kriteria kemiskinan yang selalu berubah-ubah dan membuat bingung pengguna data.
“Ada tidak perubahan kriteria kemiskinan selama setiap tahun ini? Terkait dengan data UMKM, pengusaha kecil berapa menyerap tenaga kerja, yang pengusaha besar berapa. Sehingga dapat memahami kontribusi UMKM secara riil,” katanya.
Senada dengan itu, Senator Alirman Sori mengungkapkan bahwa hampir setiap daerah mengalami persoalan tentang data kemiskinan. “Kalau di rumah sakit menggunakan data kemiskinan tidak diterima. Data mana yang mau dipakai data oleh pemerintah? Kita yang bertugas di pemerintahan pasti berpegang pada data BPS. Tapi di lapangan timbul masalah-masalah. Jangan sampai di daerah mengalami kasus seperti ini yang berulang-ulang. Perlu ada kesepakatan data,” saran Alirman.
Senator asal Sumatera Utara, Muhammad Nuh menyinggung data kependudukan terutama terkait dengan Pemilu atau Pilkada. “Ketika mau Pemilu atau Pilkada muncul data-data baru, misalnya data Dukcapil atau data KPU. Seharusnya data itu satu pintu, sehingga meminimalisir terjadinya celah permainan,” ungkapnya.
Sekretaris Utama BPS, Adi Lumaksono memaparkan dukungan BPS terhadap 5 prioritas nasional. Antara lain melalui Sensus Penduduk 2020, SUSENAS, Perhitungan IPM, Pendataan Pemutakhiran Perkembangan Data Desa, Penyusunan Inter Regional Input Output (IRIO), Pengembangan Statistik Pariwisata, Pengembangan E-Commerce, Fasilitasi Investasi, dan Penyempurnaan Statistik Pertanian dan Perikanan.
Lebih lanjut, Adi Lumaksono mengungkapkan perbedaan data investasi yang disajikan oleh BPS dan BKPM. Menurutnya, konsep statistik yang dikeluarkan BPS tercermin dalam Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan perubahan Inventori. PMTB adalah penambahan dan pengurangan aset tetap dalam satu periode.
Sementara itu, konsep data di BKPM adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik berupa penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 1 UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal).
“Sementara untuk sumber data, BPS melalui proses pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder. Sedangkan sumber data BKPM merupakan hasil proses registrasi,” kata Sestama.
Terkait dengan data Usaha Mikro dan Kecil yang memperoleh atau mengajukan permodalan dari lembaga keuangan, Sestama BPS mengatakan bahwa tahun 2016, sebanyak 88,30% pelaku UMK tidak memperoleh atau tidak mengajukan kredit. Sementara 11,70% pelaku UMK memperoleh atau mengajukan kredit.
Kemudian persentase UMK yang tidak memperoleh/mengajukan kredit dari Lembaga Keuangan tahun 2016 dilihat dari alasannya karena tidak memerlukan pinjaman dan suku bunga tinggi. BPS juga mengungkap bahwa mayoritas UMK masih menghadapi kendala berupa adanya pesaing, permodalan/likuiditas, dan pemasaran.