
Oleh: Diding S Anwar
Suatu sore yang teduh di Purwakarta Jawa Barat, Kang Yayan baru saja pulang dari sawah. Keringatnya masih menetes, namun wajahnya tetap sumringah.
Teh Iteung menyambut dengan senyum hangat sambil menyiapkan teh panas di beranda rumah.
“Yen hirup kudu sabar jeung ikhlas, Yayan,” ucap Teh Iteung lirih. “Urang kudu inget, rejeki téh datangna ti Allah, asal urang terus usaha jeung silih bantu.”
Hari-hari berikutnya, mereka membuka warung bakso dan gorengan di Pasar Rebo Purwakarta Jawa Barat. Dagangan lumayan ramai & laku, tetapi modal mereka terbatas.
Suatu ketika, ada pihak Bank datang menawarkan kredit.
Kang Yayan nyeletuk sambil mesem, dengan logat khas Sunda:
“Heueuh atuh, ieu penjaminan téh naon bedana jeung angsuransi? Sarua atawa béda nya, Teh?”
Orang-orang di sekitar tertawa kecil.
Namun, pertanyaan Kang Yayan mewakili kebingungan banyak UMKM: masih sering menyamakan Penjaminan dengan Asuransi.
Padahal jelas berbeda
Asuransi → melindungi dari risiko kerugian, misalnya jika warung kebakaran.
Penjaminan → jembatan akses pembiayaan, modal bisa cair meski agunan hanya gerobak dan kompor.
Teh Iteung menimpali dengan nada lembut tapi tegas:
“Nya kitu, Yan… Lamun aya penjamin, bank téh leuwih percaya. Jadi sanajan usaha urang ngan gerobak jeung kompor, modalna bisa tetep turun. Ieu mah bedana nyata jeung angsuransi.”
Indit ka sawah mawa cangkul,
Balik ti kebon mawa sampean.
UMKM jeung koperasi kudu diakui,
Ku penjaminan jadi pilar kamajuan.
Pantun Teh Iteung seolah menegaskan: Penjaminan hadir sebagai jembatan.
Dari yang hanya feasible menjadi bankable.
Dari usaha kecil yang sekadar mampu bertahan, menuju usaha yang dipercaya lembaga keuangan untuk berkembang lebih jauh.
Kang Yayan mengangguk mantap, lalu merangkai kata sederhana namun penuh makna:
Pergi ke pasar membeli rambutan,
Pulang ke rumah membawa harapan.
UMKM kuat dengan penjaminan,
Bangsa sejahtera menuju kemajuan.
Percakapan sederhana Kang Yayan & Teh Iteung menjelma doa dan harapan: agar Penjaminan hadir nyata, memperkuat yang kecil, menopang yang besar, dan menjadikan UMKM serta koperasi tidak lagi hanya feasible, tetapi benar-benar bankable.
World Bank (2020) bahkan menyebut credit guarantee sebagai game changer inklusi keuangan.
Negara seperti Korea (KODIT), India (SIDBI), Italia (Confidi), dan Amerika Serikat (SBA) sudah membuktikannya. Indonesia tidak boleh tertinggal.
Dari obrolan sederhana di beranda rumah Kang Yayan, lahir kesadaran: literasi finansial itu penting. Penjaminan bukan sekadar istilah teknis, melainkan realitas yang bisa mengubah nasib UMKM.
Lesson Learned
Beberapa hikmah yang kini dipahami Kang Yayan & Teh Iteung:
Asimetri dijembatani → “Bank ayeuna percaya, da aya nu ngajamin.”
Feasible → Bankable→ “Usaha urang layak, ayeuna dipercaya bank.”
Unconditional → jika macet, bank tetap dibayar oleh penjamin.
Collateral Sharing → penjamin bayar dulu, agunan dibagi kemudian.
Reguarantee → jika penjamin tak kuat, ada penjamin ulang yang menopang.
IJP/IJPU (Imbal Jasa Penjaminan / Imbal Jasa Penjaminan Ulang → ongkos jasa untuk penjamin.
OR (Own Retentation) & Gearing Ratio → disiplin risiko, maksimal 40x modal (POJK 10/2025).
Konvensional vs Syariah → syariah dengan akad kafalah, konvensional berlandaskan KUHPer/UU 1/2016.
Sertifikasi Profesi→ SDM Penjamin wajib kompeten (SKKNI 12 unit, KKNI, SEOJK 17/2019).
4M Leadership → Governance, Awareness, Measurement, Resilience.
Kang Yayan berseloroh sambil tertawa kecil:
“Mun ngan ukur angsuransi mah, lamun bakso kuring tumpah paling diganti duit. Tapi ku penjaminan mah… modal pikeun tambah gerobak malah bisa dibuka. Eta mah bedana nyata, Teh!”
Opini Inspirasi
Penjaminan bukan sekadar urusan kerugian, melainkan urusan harapan dan masa depan.
Ulah gagal paham !!! Penjaminan adalah alat strategis untuk mengangkat UMKM.
Dari Purwakarta hingga pelosok Nusantara, UMKM seperti Kang Yayan & Teh Iteung harus memahami: Penjaminan adalah jembatan menuju akses pembiayaan – dari sekadar layak usaha (feasible) menjadi benar-benar dipercaya bank (bankable).
Dagangan sederhana mereka bukan hanya mengenyangkan perut, tapi juga mengenyangkan akal sehat: literasi finansial adalah kunci transformasi UMKM Indonesia.
Berlomba-lombalah dalam kebaikan.