
Ilustrasi Keuangan Digital
Oleh : Dede Suryanto
Ketua Digital Financial Center Vokasi UI
Perkembangan Keuangan Digital di Indonesia
Keuangan digital merupakan konsep yang menggambarkan dampak digitalisasi pada industri jasa keuangan yang mencakup berbagai produk, aplikasi, proses, dan model bisnis baru yang dapat mengubah industri jasa keuangan tradisional. Keuangan digital direpresentasikan juga dengan penggunaan teknologi digital yang memungkinkan transaksi keuangan antara dua pihak dengan melibatkan penggunaan internet, telepon seluler, kartu ATM, dan bentuk lain dari teknologi komunikasi untuk mengakses layanan keuangan dan melakukan transaksi keuangan.
Di Indonesia keuangan digital telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat sehari-hari yang diaplikasikan melalui penggunaan teknologi layanan keuangan secara elektronik, antara lain layanan perbankan digital, e-wallet, e-payment, dan berbagai layanan produk keuangan berbasis aplikasi fintech, seperti capital market online trading, insurtech, securities crowdfunding, P2P lending dan sebagainya. Aplikasi keuangan digital di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir dan diproyeksikan akan terus mengalami perkembangan yang makin pesat kedepan.
Bank Indonesia mencatat pada awal 2024 transaksi digital banking telah mengalami pertumbuhan sebesar Rp5.355 triliun, dengan angka pertumbuhan 17,19% (yoy). Demikian juga, nilai transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 39,28% (yoy) mencapai Rp83,37 triliun. Nilai nominal transaksi QRIS tercatat tumbuh 149,46% (yoy) dan mencapai Rp31,65 triliun, dengan jumlah pengguna 46,37 juta orang dan jumlah merchant 30,88 juta.
Pertumbuhan ini telah didorong oleh meningkatnya penetrasi smartphone, perkembangan teknologi, dan perubahan preferensi konsumen yang menginginkan layanan keuangan yang lebih cepat dan nyaman sehingga mengubah cara masyarakat Indonesia berinteraksi dengan uang dan lembaga keuangan, membuka peluang baru sekaligus menciptakan tantangan baru dalam hal aksesibilitas dan keamanan.
Generasi Z Indonesia dan Aplikasi Keuangan Digital
Generasi Z atau disingkat Gen Z– yaitu mereka yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an– memiliki peran penting dalam perkembangan teknologi digital. Gen Z sebagai generasi pertama yang tumbuh sepenuhnya di era digital memiliki anugerah talenta dalam memahami dan mengadopsi teknologi baru. Gen Z Indonesia cukup adaptif dengan kemajuan teknologi digital termasuk dalam penggunaan aplikasi keuangan sebagai solusi digital dalam menjawab permasalahan dan kebutuhan transaksi keuangan sehari-hari.
Sebagai penggguna aktif aplikasi keuangan digital, Gen Z menaruh perhatian besar dan karenanya mereka sangat selektif dalam memilih aplikasi keuangan digital yang dibutuhkan. Mereka tidak saja sekedar tertarik dengan keuntungan ekonomis yang ditawarkan provider seperti promo, point reward, cash back, bonus top up, referral fee dan sejenisnya, tapi juga tertarik dengan kemudahan, kenyamanan dan keamanan dalam penggunaan aplikasi keuangan digital.
Di tengah berkembangnya berbagai brand aplikasi keuangan digital di Indonesia seperti OVO, Go-pay, DANA, ShopeePay atau aplikasi yang dirilis oleh bank digital seperti Jenius BTPN, Sea Bank, Bank Jago, Aladin, Allo Bank dan sebagainya, Gen Z Indonesia telah berperan baik sebagai pemilih handal dalam menyeleksi aplikasi keuangan digital mana yang memenuhi kriteria dan kebutuhan mereka. Pertimbangan daya tarik aplikasi berdasarkan kemudahan, kenyamanan dan keamanan inilah yang kemudian menjadi aspek penting dalam pengembangan UI/UX (User Interface/User Experience) pada aplikasi keuangan digital kedepan.
Pentingnya UI/UX dalam Aplikasi Keuangan Digital
UI/UX mengacu pada desain antarmuka pengguna dan pengalaman pengguna aplikasi layanan digital. Dalam konteks keuangan digital UI/UX mencakup semua aspek interaksi pengguna dengan layanan keuangan digital, termasuk elemen visual, kemudahan penggunaan, keamanan, personalisasi, dan bagaimana semua ini berkontribusi pada pengalaman pengguna secara keseluruhan dalam mengelola keuangan mereka melalui platform digital. UI/UX yang baik dapat meningkatkan aksesibilitas layanan keuangan, mendorong literasi keuangan, dan membangun kepercayaan pengguna.
UI/UX dapat meningkatkan aksesibilitas layanan keuangan yang intuitif yang membantu mengatasi masalah inklusi keuangan di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa indeks inklusi keuangan Indonesia pada tahun 2022 mencapai 85,10%. Meskipun angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan, masih ada ruang untuk perbaikan, terutama di daerah pedesaan dan terpencil. Aplikasi keuangan digital dengan antarmuka yang mudah digunakan dapat menjembatani kesenjangan ini, memungkinkan lebih banyak masyarakat yang mengakses layanan keuangan tanpa hambatan yang signifikan. Selain itu, UI/UX yang dirancang dengan baik dapat mendorong literasi keuangan seantero nusantara.
Dengan menyajikan informasi keuangan yang kompleks dalam format yang mudah dipahami dan menarik secara visual, sebuah aplikasi digital dapat membantu pengguna memahami konsep keuangan dengan lebih baik. Ini sangat penting merujuk laporan OJK di atas bahwa indeks literasi keuangan Indonesia pada tahun 2022 baru mencapai 49,68%. Membangun kepercayaan pengguna juga merupakan aspek krusial dari UI/UX dalam aplikasi keuangan di Indonesia. Menurut penelitian dari Deloitte, 73% konsumen Indonesia bersedia berbagi data pribadi mereka dengan perusahaan fintech sebagai imbalan atas pengalaman yang lebih personal. Namun, kepercayaan ini harus dibangun dan dijaga melalui desain yang transparan, aman, dan mudah digunakan.
Gen Z Adalah Perancang Terbaik UI/UX Aplikasi Keuangan Digital
Dalam pengembangan sebuah aplikasi digital, pada dasarnya perancang terbaik UI/UX adalah orang yang memiliki pengalaman sebagai pengguna aktif suatu aplikasi atau berpengalaman menggunakan banyak aplikasi yang berbeda. Mereka adalah juri terbaik dengan impresi mendalam dan visualitas yang tajam untuk sebuah aplikasi digital. Hal ini menunjukkan betapa kritisnya desain yang berpusat pada pengguna untuk keberhasilan akseptabilitas aplikasi keuangan digital. Sebaliknya, pengalaman digital yang buruk akan mencegah mereka menggunakan layanan keuangan digital.
Sebagai pengguna aktif Gen Z memiliki posisi unik dalam merancang UI/UX aplikasi keuangan digital yang efektif. Pemahaman mendalam mereka tentang kebutuhan generasi mereka sendiri memberi mereka keunggulan dalam menciptakan solusi yang tepat. Keakraban Gen Z Indonesia dengan teknologi digital juga merupakan aset besar. Sebagai generasi yang tumbuh dengan smartphone, media sosial, dan aplikasi yang menjadi bagian integral dari kehidupan mereka, hal ini memberi mereka intuisi alami tentang bagaimana teknologi harus berfungsi dan berinteraksi dengan pengguna.
Preferensi visual dan interaktif Gen Z Indonesia juga sangat relevan dalam merancang UI/UX. Sebagai contoh, mereka cenderung lebih memilih konten visual dan interaktif daripada teks statis, yang dapat diterjemahkan ke dalam desain aplikasi keuangan yang lebih menarik dan mudah digunakan.
Kreativitas dan inovasi dalam desain adalah hal lain yang membuat Gen Z Indonesia sangat relevan untuk merancang UI/UX aplikasi keuangan digital. Mereka tidak terbebani oleh cara-cara lama dalam melakukan sesuatu dan lebih cenderung untuk mencoba pendekatan baru dan inovatif. Ini sangat penting dalam industri keuangan yang sering kali dianggap kaku dan konservatif.
Kemampuan adaptasi Gen Z Indonesia terhadap tren teknologi terbaru juga merupakan keunggulan besar. Mereka cepat mengadopsi teknologi baru seperti kecerdasan buatan, blockchain, dan augmented reality, yang semuanya memiliki potensi untuk merevolusi cara kita berinteraksi dengan aplikasi keuangan. Menurut laporan dari IDN Research Institute, 91,9% Gen Z tertarik untuk belajar tentang teknologi baru.
Tantangan dalam Merancang UI/UX Aplikasi Keuangan Digital
Merancang UI/UX untuk aplikasi keuangan digital bukanlah tanpa tantangan. Keamanan dan privasi data merupakan perhatian utama dalam industri keuangan. Informasi Kemkominfo yang memuat laporan dari Kaspersky, menyatakan bahwa seluruh perangkat komputer di dunia telah mengalami lebih dari 193 juta serangan siber pada semester pertama 2023 dan untuk kasus di Indonesia sendiri tercatat tidak kurang dari 29 juta serangan siber yang berhasil diblokir selama tahun 2023.
Desainer UI/UX harus menemukan cara untuk mengintegrasikan fitur keamanan yang kuat tanpa mengorbankan kemudahan penggunaan. Kompleksitas informasi keuangan juga merupakan tantangan besar di Indonesia. Aplikasi keuangan sering kali harus menyajikan data yang rumit dan konsep yang kompleks. Tugas desainer adalah menyederhanakan informasi ini tanpa menghilangkan esensinya, sambil mempertimbangkan tingkat literasi keuangan yang beragam pada lapisan masyarakat Indonesia.
Keseimbangan antara estetika dan fungsionalitas adalah tantangan lain yang harus diatasi. Sementara desain yang menarik secara visual penting untuk menarik dan mempertahankan pengguna, fungsionalitas tidak boleh dikorbankan. Ini terutama penting di Indonesia, di mana koneksi internet tidak selalu stabil di semua daerah. Gen Z Indonesia telah menunjukkan inovasi yang menarik dalam merancang UI/UX untuk aplikasi keuangan. Salah satu contohnya adalah penggunaan gamifikasi untuk edukasi keuangan. Aplikasi seperti Bibit, yang populer di kalangan Gen Z Indonesia, menggunakan elemen visual yang menarik dan interaktif untuk membantu pengguna memahami investasi reksadana.
Inovasi UI/UX oleh Gen Z dalam Aplikasi Keuangan
Visualisasi data interaktif adalah area lain di mana Gen Z Indonesia telah membuat kemajuan signifikan. Dengan menggunakan grafik dan diagram interaktif, mereka dapat menyajikan informasi keuangan yang kompleks dengan cara yang lebih mudah dipahami dan menarik. Misalnya, aplikasi investasi Ajaib, yang populer di kalangan Gen Z Indonesia, menggunakan visualisasi data yang sederhana namun efektif untuk membantu pengguna memahami pergerakan pasar saham.
Personalisasi pengalaman pengguna juga menjadi fokus utama dalam inovasi UI/UX oleh Gen Z Indonesia. Mereka memahami bahwa setiap pengguna memiliki kebutuhan dan tujuan keuangan yang berbeda. Oleh karena itu, mereka merancang aplikasi yang dapat menyesuaikan diri dengan preferensi dan perilaku pengguna individual. Contohnya, aplikasi Jago menggunakan pendekatan personalisasi untuk membantu pengguna mengelola keuangan mereka dengan lebih baik.
Dampak Positif dari Keterlibatan Gen Z
Keterlibatan Gen Z Indonesia dalam merancang UI/UX aplikasi keuangan digital memiliki dampak positif yang signifikan. Pertama, hal ini dapat meningkatkan adopsi aplikasi keuangan digital. Desain yang intuitif dan menarik dapat mendorong lebih banyak orang, terutama dari generasi yang lebih muda, untuk mengadopsi solusi keuangan digital. Kedua, keterlibatan Gen Z Indonesia dapat mendorong inklusi keuangan.
Dengan merancang aplikasi yang mudah digunakan dan dapat diakses, mereka dapat membantu membawa layanan keuangan kepada kelompok-kelompok yang sebelumnya terpinggirkan. Hal ini tercermin dengan meningkatkan indeks inklusi keuangan di Indonesia pada tahun 2022. Terakhir, keterlibatan Gen Z Indonesia dapat menciptakan solusi keuangan yang lebih relevan. Mereka memahami kebutuhan dan preferensi generasi mereka sendiri, yang akan menjadi konsumen utama layanan keuangan di masa depan, dimana menurut proyeksi BPS, pada tahun 2030, Gen Z yang saat ini berjumlah 28% dari populasi Indonesia akan memasuki usia produktif, dan dalam rentang 2030-2045 jumlah usia produktif di Indonesia akan mencapai 64% dari jumlah penduduk.
Prospek masa depan aplikasi keuangan digital di Indonesia sangat menjanjikan. Menurut laporan dari Google, Temasek, dan Bain & Company, ekonomi digital di Indonesia yang direpresentasikan pertumbuhan Gross Merchandise Volume (GMV) pada tahun 2025 diperkirakan akan tumbuh sebesar US$109 miliar dan diprediksi akan melesat di kisaran US$ 210—US$ 360 miliar pada tahun 2030. Dengan Gen Z Indonesia di garis depan desain UI/UX, kita dapat mengharapkan aplikasi keuangan yang lebih intuitif, menarik, dan inklusif di masa depan.
Gen Z Perlu Belajar, Berlatih dan Praktik Merancang UI/UX
Bagi Gen Z mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, mereka dapat memulai pembelajaran UI/UX melalui mata kuliah yang ditawarkan kampus terkait perancangan aplikasi digital dan sejenisnya atau melalui aktifitas pengembangan minat dan keterampilan non kurikuler yang tersedia. Artinya kampus juga harus akomodatif dan memiliki seribu gagasan untuk mengembangkan kompetensi melalui kurikulum atau bentuk dukungan pengembangan minat dan talenta digital bagi mahasiswanya.
Penguasaan UI/UX pada dasarnya adalah pembelajaran tentang berpikir sistem yang penting dikuasai oleh mahasiswa, terutama membekali mereka saat lulus dan memasuki dunia kerja yang penuh tantangan dan problematika yang makin kompleks. Pembelajaran UI/UX tidak melulu menjadi domain keilmuan IT, semua mahasiswa yang berlatar non IT perlu untuk belajar UI/UX. Bahkan seorang perancang UI/UX lebih tepat disebut sebagai seorang desainer, disamping sebagai problem solver dan kolaborator tim pengembang IT.
Dalam sebuah kesempatan, penulis pernah berdiskusi dengan pengembang aplikasi online trading dari sebuah perusahaan sekuritas, mereka mengatakan bahwa perancangan UI/UX lebih tepat jika dikerjakan oleh pengguna langsung dan bukan oleh programmer atau tim pengembang. Terutama oleh pengguna yang sekalipun tidak berlatar IT namun menguasai teknik dasar UI/UX. Menurutnya, ada beberapa keuntungan yang diperoleh pengembang, dimana pengguna dengan penguasaan UI/UX mampu memberikan pendapat dan umpan balik terkait aspek kemudahan, kenyamanan, keamanan, personalisasi dan bahkan aspek estetika. Tidak hanya itu, pengguna juga mampu mengerjakan rancang ulang konsep aplikasi dalam bentuk wireframing atau prototype sederhana dengan menggunakan aplikasi figma, sketch, adobe atau sejenisnya yang dikuasainya.
Dalam proses pembelajarannya Gen Z dapat menggunakan pendekatan design thinking dalam merancang UI/UX aplikasi keuangan digital. Proses ini dimulai dengan empati, memahami kebutuhan pengguna melalui riset dan wawancara. Selanjutnya, mereka harus mendefinisikan masalah, mengideasi solusi kreatif, dan membuat prototype untuk diuji. Kemudian mencoba melakukan praktik iteratif dengan terus menyempurnakan desain berdasarkan umpan balik pengguna. Gen Z juga perlu mengasah keterampilan visual design, berpikir kritis dan interaksi, serta memahami prinsip-prinsip psikologi kognitif. Dengan menggabungkan pemahaman mendalam tentang teknologi dan kebutuhan generasi mereka, Gen Z dapat menciptakan UI/UX yang inovatif dan berpusat pada pengguna.