
Illustrasi Pilkada 2020
Jakarta– Ketua Network For Indonesia Democracy Society (Netfid) Dahlia Umar mengatakan, sebanyak 45 negara dan wilayah akan melaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di tengah masa pandemi covid-19, diantaranya 28 pemilu dan referendum. Sedangkan 11 negara dan wilayah melaksanakan pemilu setelah tertunda karena covid-19.
Sedangkan sampai dengan Juli 2020, sebanyak 67 negara dan wilayah telah menunda pemilu/pilkada (23 diantaranya pemilu dan referendum). Indonesia sendiri sempat memutuskan menunda Pilkada dan kemudian rencana tetap menggelar pada masa pada Desember 2020 mendatang..
“Bahwa Indonesia sebagai kategori kuning artinya sempat menunda namun diputuskan untuk dilanjutkan,” ungkap Dahlia pada webinar “Ancaman dan tantangan pilkada serentak di masa pandemi covid-19” yang diselenggarakan Pengurus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Minggu (16/8/2020).
Dahlia menambahkan, ada kekurangan dan kelebihan masing-masing jika pelaksanaan pilkada serentak ditunda atau tetap dilaksanakan.
“Kelebihannya ialah pemerintah dapat fokus menangani Covid, meminimalisir penularan, memberi kepastian keselamatan dan jaminan kesehatan masyarakat, serta persiapan penyelenggaraan pemilu menjadi lebih matang dan terukur, serta kualitasnya terjamin. Sementara itu kekurangannya jika tetap dilaksanakan ialah terkait adanya kekosongan jabatan/pengisian jabatan oleh individu yang tidak dipilih langsung oleh masyarakat (PLT), kerugian kelompok yang mengadvokasi demokrasi pemilu yang jurdil dan melanjutkan pemilu,” tambahnya.
Lanjut dahlia, bahwa kelebihan lain jika pemilu kepala daerah tetap dilaksanakan sistem pemerintahan akan terus bergerak dalam melayani masyarakat pada masa pandemi ini.
“Tak hanya itu, kelebihan-kelebihan lainnya jika pilkada tetap dilaksanakan adanya kelangsungan pemerintah sesuai masa jabatan, dapat menggerakkan roda perekonomian, agenda pembangunan, sosial politik tepat waktu dan dapat mengevaluasi kinerja pemerintah pada masa pandemi Covid ini.”
Kekurangan-kekurangan lainnya juga bisa terjadi adanya potensi penularan bila tidak diimbangi mitigasi pencegahan dan protokol kesehatan yang ketat,
“Butuh persiapan matang dan anggaran yang besar, serta dapat mempengaruhi kualitas pemilu karena adanya physical distancing (membatasi gerak), dan menciptakan ketidakadilan antar kontestan pertahana dengan penantang,”tutup Dahlia.
Ditempat yang sama Ketua Umum PB PMII sahabat Agus M. Herlambang menyatakan bahwa pilkada serentak yang akan dilaksanakan banyak menyisakan kekhawatiran karena sebelum adanya covid-19 masih banyak pelanggaran yang terjadi dalam pilkada. Dengan munculnya tokoh-tokoh daerah diharapkan mampu membangun Good Goverment sehingga mensejahterakan masyarakat.
“Sistem dan mekanisme yang terjadi saat ini, tidak lepas dengan oligarki kekuasaan dimana mampu beradaptasi secara baik. Ketika sistem bisa berubah namun elitnya tidak berubah. Banyak persoalan yang kita hadapi dalam masa pandemi ini, namun ada yang lebih penting apakah pemilihan pilkada secara langsung mampu mewujudkan setiap daerah atau wilayah yang berprestasi,” ujar Agus.
Sementara itu, Koordinator Nasional JPPR Alwan Ola Riantoby menegaskan harus ada yang merubah cara pikir dalam menghadapi pilkada serentak yang dimana covid-19 melarang kita berkerumun sedangkan pilkada menyatakan sebaliknya maka butuh pola pikir yg dapat memenuhi itu semua.
“Kita dapat berkerumun namun tetap dengan protokol kesehatan yang telah ditentukan. Dengan adanya pilkada yang dijalankan sesuai dengan perpu pemilihan kebijakan otoritatif yang telah ditentukan harus mencapai tujuan pilkada sehat, dan pemilih sejahtera,” tegas Alwan.