
Dalam perjalanan hidup, manusia sering dihadapkan pada ujian berupa nikmat ilmu, amal, umur, harta, kedudukan, dan kehormatan.
Nikmat ini, jika tidak diiringi dengan kebijaksanaan, dapat menjadi penyebab kesengsaraan.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab al-Fawaid mengingatkan tentang tanda-tanda kesengsaraan yang muncul ketika hati tidak bersih dan sikap tawadhu (rendah hati) diabaikan.
Artikel ini mengupas tanda-tanda kesengsaraan menurut Ibnul Qayyim, didukung dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis, serta contoh-contoh nyata dari kehidupan para nabi, sahabat, dan tokoh Agama.
Tanda-Tanda Kesengsaraan Menurut Ibnul Qayyim
Dalam kitab al-Fawaid (Ibnul Qayyim, 2006), beberapa tanda kesengsaraan yang menjadi peringatan bagi umat manusia meliputi:
Ilmu yang Menjadi Sebab Kesombongan
Ilmu seharusnya menjadi cahaya, tetapi jika tidak disertai dengan rasa tawadhu, ia dapat menumbuhkan kesombongan.
Amal yang Membawa Kebanggaan Diri
Amal yang tidak dilakukan dengan ikhlas justru membawa sikap merendahkan orang lain dan merasa diri paling benar.
Umur yang Menambah Ambisi Duniawi
Usia yang bertambah seyogianya membawa kedekatan kepada Allah, namun bisa menjadi jalan ambisi dunia jika tidak dikelola dengan baik.
Harta yang Membawa Kepelitan
Kekayaan yang tidak digunakan untuk berbagi dan bersedekah justru menjadi beban.
Kedudukan yang Menumbuhkan Kesombongan
Jabatan dan kehormatan yang dianggap sebagai milik pribadi sering membuat seseorang lupa bahwa itu adalah amanah.
QS. Al-Hadid: 20
“Ketahuilah bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan, sesuatu yang melalaikan, perhiasan, bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak…”
Makna: Ayat ini mengingatkan manusia untuk tidak terlena dengan dunia, yang hanya sementara.
QS. Al-Isra: 37
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.”
Makna: Allah melarang kesombongan karena segala nikmat adalah titipan.
Hadis Riwayat Muslim
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan sebesar biji sawi.”
Makna: Kesombongan adalah penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan rahmat Allah.
Praktik dan Teladan Kehidupan
Menggunakan Ilmu untuk Kebaikan
Rasulullah menggunakan ilmu untuk menuntun umat, menjadikannya sebagai sarana untuk membantu sesama.
Ikhlas dalam Beramal
Niat adalah inti dari amal. Amal yang diterima adalah amal yang dikerjakan dengan ikhlas (HR. Bukhari).
Mengelola Ambisi Duniawi
Umar bin Khattab r.a. selalu mengutamakan akhirat meski memiliki kekuasaan besar.
Menggunakan Harta untuk Berbagi
Utsman bin Affan r.a. dikenal karena kedermawanannya. Ia memahami bahwa harta adalah alat untuk mencari ridha Allah.
Merendahkan Hati dalam Kedudukan
Nabi Yusuf a.s., meski menjadi pemimpin, tetap rendah hati dan mengutamakan keadilan.
Referensi, Literatur, dan Jurnal
- Al-Qur’an al-Karim
Sumber utama panduan Islam yang membahas berbagai aspek kehidupan manusia.
Mengandung ayat-ayat yang mengingatkan manusia akan tipu daya dunia dan pentingnya tawadhu.
Kitab Al-Fawaid oleh Ibnul Qayyim al-Jawziyyah
Penulis: Ibnul Qayyim al-Jawziyyah (2006, Penerbit Darul Haq).
Buku ini membahas hikmah dan pelajaran kehidupan berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah.
Hadis Sahih Muslim
Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Mengingatkan pentingnya menjaga hati dari kesombongan dan menjaga niat dalam amal.
- Jurnal Islam dan Psikologi: “Tawadhu sebagai Cermin Kebahagiaan Spiritual”
Penulis: Nur Amalia (2022).
Jurnal ini membahas hubungan antara kerendahan hati (tawadhu) dengan kesehatan spiritual.
- Buku Kehidupan Para Sahabat oleh Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)
Membahas kehidupan sahabat Nabi sebagai teladan hidup sederhana dan tawadhu.
Cobaan berupa ilmu, amal, umur, harta, dan kedudukan adalah ujian dari Allah.
Bersikap tawadhu, ikhlas, dan bersyukur adalah kunci agar nikmat tersebut tidak berubah menjadi kesengsaraan. Sebagaimana hadis Rasulullah:
“Barang siapa yang menyampaikan satu ilmu dan ada orang yang mengamalkannya, maka ia akan mendapatkan pahala jariyah.”
(HR. Bukhari).
Semoga penyampaian tulisan ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dan memanfaatkan nikmat dengan bijaksana.
Wallahu a’lam bishawab.
Fastabiqul khairat.
Aamiin Ya Rabball Alamin.
———‘
Disusun dari berbagai sumber referensi, literatur serta jurnal oleh :
Diding S Anwar
24 Januari 2025.