
Jakarta – Komisioner Ombudsman RI Laode ida menyayangkan kasus Staf Khusus Presiden RI Andi Taufan Garuda Putra yang ditujukan kepada Bapak/Ibu Camat di seluruh wilayah Indonesia untuk kerjasama pendampingan relawan desa melalui PT Amartha Mikro Fintek.
Laode mengatakan sterilkan lingkar dalam Presiden dalam Kepentingan manfaatkan pengaruh untuk ambil keuntungan uang negara.
“Untung saja hal ini cepat terbuka ke publik. Jika tidak dan terus berlanjut maka akan jadi bagian dari cacat tersendiri dalam pemerintan jokowi,” ujar Laode dalam rilis tertulisnya yang diterima keuanganonline pada, Selasa (14/4/2020).
Laode menjelaskan, kesalahan pertama adalah gunakan kop sekretariat kabinet.
“Hal ini preseden buruk dan bagian dari ketelodoran atau indikasi maladministrasi tersendiri,” jelas Laode.
Kekeliruan kedua, merupakan ekspresi dari keinginan oknumoknum tertentu yang berada di lingkar dalam istana untuk manfaatkan pengaruh jabatan dan atau kesan kedekatan dgn orang nomor wahid di negri ini.
“Padahal birokrasi seharusnya sudah melangkah jauh ke arah profesionalisme, di mana setiap penanganan proyek ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dan semuanya melalui lelang terbuka,” tambahnya.
Laode menceritakan bahwa dirinya, sejak pertengahan 1990 an hingga awal 2000 an, pernah terlibat dalam merancang program program pemberdayaan masyarakat melalui Ditjen Bangda Depdagri (saat ini Kemendagri), dan terlibat langsung dalam pengerahan tenaga pendapat untuk bbrp program pemerdayaan masyarakat di indonesia. Selain itu juga terlibat sbgai konsultan untuk pengembangan peran serta masyarakat termasuk melalui pendanaan dari program World Bank.
“Tetapi semua yang terlibat di dalamnya, termasuk perusahaan-perusahaan konsultan, terseleksi melalui syarat-syarat yang ketat. Tak ada pesanan dari siapapun. Ini artinya, jika saat ini masih ada oknum yang ada dalam barisan pemerintahan yang bersikap seperti surat dari oknum stafsus presiden itu, maka suatu kemunduran yg luar biasa,” ujarnya.
“Istilahnya “zaman sudah secanggih ini kok masih ada kelakuan yang seperti zaman bahaula”. Apalagi stafsus itu, konon, masuk kategori milineal. Wah… ini bikin malu generasi ya. Aneh aneh. Jangan jadi contoh,” tukasnya.
Yang dikuatirkan oleh masyarakat luas atau publik, jangan sampai cara-cara seperti ini sudah jadi kebiasaan yang selama ini terekspos saja di tengah eksistensi masyarakat atau watch dog kian lemah.
“Hal lain yg dikuatirkan publik adalah daya kontrol Presiden Jokowi terhadap orang-orang di sekelilingnya. Jokowi boleh jadi orangnya sangat baik, namun orang-orang di sekitarnya yang kemudian manfaatkannya untuk kepentingan bisnis mereka. Ini akan jadi kian serius di periode kedua beliau,” pungkasnya.