Oleh:
Gusti Pradhika Bintang Kesuma
Transformasi digital menjadi langkah strategis Kota Banjarmasin dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Melalui penguatan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD), pemerintah kota menargetkan seluruh layanan pembayaran dan administrasi publik bergerak menuju sistem non-tunai dan terintegrasi pada tahun 2025. Upaya ini bukan hanya mengikuti tren nasional, tetapi menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang lebih cepat, transparan, dan akurat.
Salah satu tantangan utama Banjarmasin adalah memastikan pemerataan literasi digital hingga tingkat kelurahan. Tidak semua warga memiliki kemampuan dan akses yang sama dalam menggunakan layanan digital. Karena itu, kolaborasi pemerintah kota dengan perbankan, pelaku UMKM, komunitas digital, dan lembaga pendidikan menjadi sangat penting. Infrastruktur teknologi harus diperkuat, tetapi pendampingan masyarakat dalam memahami dan memanfaatkan layanan digital juga tidak boleh diabaikan.
Lebih jauh, digitalisasi di Banjarmasin tidak berhenti pada peluncuran aplikasi. Transformasi ini menuntut perubahan pola kerja birokrasi: mempercepat alur perizinan, mengurangi potensi kesalahan input data, serta menghadirkan layanan publik yang lebih responsif. Integrasi data antarinstansi, mulai dari pajak daerah hingga layanan perizinan usaha, akan mempermudah kontrol dan pengawasan, sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Di sisi ekonomi, digitalisasi juga menjadi peluang besar bagi UMKM Banjarmasin. Sistem pembayaran digital, pencatatan transaksi daring, hingga akses terhadap layanan permodalan berbasis digital dapat memperluas pasar dan menumbuhkan iklim usaha yang lebih sehat. Pemerintah kota dapat memanfaatkan momentum ini untuk menciptakan ekosistem bisnis yang adaptif dan kompetitif.
Akhirnya, keberhasilan digitalisasi Banjarmasin 2025 bukan hanya soal teknologi, tetapi komitmen bersama untuk menghadirkan pelayanan publik yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh warga. Dengan kerja sama yang solid antara pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan, Banjarmasin dapat menjadi contoh kota yang modern, inklusif, dan siap menyongsong masa depan digital.
Namun di lapangan, masyarakat Banjarmasin masih menghadapi sejumlah hambatan yang perlu ditangani secara serius. Akses internet di beberapa wilayah belum stabil, membuat layanan digital sulit diandalkan, terutama bagi warga yang tinggal jauh dari pusat kota. Banyak pelaku UMKM dan pedagang pasar masih kesulitan beradaptasi dengan sistem pembayaran non-tunai karena minimnya perangkat, literasi digital, atau bahkan kekhawatiran terkait keamanan transaksi. Di sisi pemerintah, masih ditemukan aplikasi layanan publik yang tidak sinkron, sering mengalami gangguan, atau membingungkan pengguna. Semua masalah ini adalah sinyal bahwa proses digitalisasi harus berjalan dengan pendekatan yang lebih manusiawi memahami kebutuhan dan keterbatasan warga, bukan hanya mengejar target administrasi.
Kutipan :
“Keberhasilan digitalisasi tidak ditentukan oleh banyaknya aplikasi, tetapi oleh kemudahan, kecepatan, dan kepercayaan yang dirasakan warga sesuatu yang mustahil tercapai bila akses internet masih lemah dan layanan digital belum stabil.”
