
BPN tegaskan tanah SHM tidak serta-merta diambil negara meski kosong - BPN -
Jakarta, Keuanganonline.id – Ramai isu beredar di masyarakat mengenai kemungkinan tanah bersertifikat hak milik (SHM) akan diambil negara jika dibiarkan kosong selama dua tahun. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memberikan klarifikasi tegas bahwa informasi tersebut tidak sepenuhnya benar.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR) ATR/BPN, Jonahar, menyatakan bahwa penertiban tanah hanya diberlakukan pada tanah yang benar-benar masuk dalam kategori “telantar”. Bahkan, kriteria penertiban untuk tanah SHM berbeda dengan tanah berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki badan hukum.
Siapa yang bisa terkena penertiban?
Jonahar menjelaskan bahwa saat ini fokus penertiban tanah telantar hanya berlaku untuk tanah HGU dan HGB milik badan hukum. Kedua jenis hak atas tanah ini dapat dikenai penertiban apabila tidak diusahakan, tidak digunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai tujuan peruntukannya selama dua tahun sejak haknya diterbitkan.
Bagaimana dengan tanah hak milik pribadi (SHM)?
Tanah dengan status SHM tidak serta-merta bisa ditertibkan atau diambil alih negara hanya karena dibiarkan kosong. Penertiban terhadap tanah hak milik hanya dilakukan jika memenuhi kriteria yang diatur dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021. Beberapa kriteria tersebut meliputi:
- Tanah dikuasai pihak lain hingga terbentuk kawasan perkampungan
- Tanah dikuasai orang lain selama 20 tahun berturut-turut tanpa dasar hukum yang sah
- Tidak terpenuhinya fungsi sosial dari tanah tersebut
Jonahar menekankan bahwa penertiban ini bertujuan mencegah sengketa serta menertibkan penguasaan tanah yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kenapa aturan ini penting?
Menurut Jonahar, kebijakan ini dibuat untuk memastikan seluruh tanah di Indonesia digunakan dan dimanfaatkan secara optimal. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa tanah dan sumber daya agraria harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Apa yang harus dilakukan masyarakat?
Jonahar mengimbau masyarakat, baik pemilik tanah yang sedang digunakan maupun yang berada jauh dari lokasi, agar tetap merawat tanah mereka dan tidak membiarkan dikuasai pihak lain. “Kalau HGU, ditanami sesuai proposal awalnya. Kalau HGB, dibangun sesuai peruntukannya. Kalau hak milik, jangan sampai dikuasai orang lain,” tegasnya. (*)