Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono saat menjadi pembicara di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Jawa Tengah, Selasa (2/11/2025). Foto: Istimewa
Keuanganonline.id, Semarang — Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono menegaskan bahwa swasembada pangan bukan sekadar target teknokratis, melainkan fondasi utama ketahanan bangsa. Hal itu disampaikan dalam acara Indonesia Punya Kamu bertema Membangun Masa Depan Lewat Inovasi, Energi, Keuangan dan Kesehatan Mental yang digelar di Muladi Dome Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Jawa Tengah, Selasa (2/12/2025), yang juga dihadiri Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid.
Wamentan Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar menyatakan isu pangan harus dipahami bukan sebagai program sektoral, melainkan strategi negara dalam menghadapi dinamika global yang semakin kompetitif.
Wamentan Sudaryono menekankan bahwa arah kebijakan pemerintah ke depan berlandaskan pada prinsip survival of the nation.
”Presiden Prabowo mengatakan bahwa salah satu cara supaya bangsa kita survive adalah bagaimana bangsa kita bisa memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan energinya secara mandiri dan tidak tergantung dengan bangsa lain. Tujuannya agar bangsa kita tidak tergantung dengan bangsa lain dan bangsa kita bisa survive untuk memenuhi kebutuhan dari rakyatnya,” kata Wamentan Sudaryono.
Wamentan Sudaryono menegaskan bahwa mandat politik tersebut menjadi dasar penetapan pertanian, swasembada, dan kedaulatan pangan sebagai prioritas utama pemerintahan saat ini.
”Oleh karena itu Pak Prabowo sebagai pemimpin politik membuat keputusan politik yang namanya menempatkan pertanian, pangan, swasembada, kedaulatan pangan, menjadi program prioritas yang dijalankan oleh beliau,” terangnya.
Wamentan Sudaryono menjelaskan dua strategi utama yang tengah dijalankan Kementerian Pertanian (Kementan). Pertama, ekstensifikasi melalui pencetakan tiga juta hektare lahan sawah baru dalam lima tahun. Kedua, intensifikasi lewat peningkatan produktivitas serta frekuensi tanam.
Wamentan Sudaryono mengungkapkan bahwa program intensifikasi saat ini sudah menunjukkan hasil signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras nasional pada 2025 meningkat dengan angka proyeksi mencapai 34,79 juta ton. Indonesia juga dilaporkan tidak melakukan impor beras hingga akhir 2025.
“Dengan intensifikasi yang sudah dilakukan dalam setahun ini, tahun 2025 ini bangsa kita tidak lagi mengimpor beras dan tidak lagi mengimpor jagung,” ungkapnya.
Menurut Wamentan Sudaryono mengatakan meski produksi mencukupi, namun cetak sawah sebagai upaya ekstensifikasi tetap diperlukan untuk menjamin ketahanan pangan jangka panjang.
Menurutnya, kebutuhan pangan akan terus meningkat seiring pertambahan penduduk, sementara luas lahan pertanian terus berkurang.
“Jawabannya adalah untuk menjamin kebutuhan pangan bangsa kita dalam 50, 75, dan 100 tahun yang akan datang. Karena penduduk pasti bertambah, kebutuhan makan pasti bertambah, sementara sawah kita makin kecil. Maka suka tidak suka, harus mencetak sawah,” paparnya.
Wamentan Sudaryono pun mengajak para mahasiswa Undip untuk berkontribusi dalam inovasi pertanian, termasuk teknologi kecerdasan buatan, dan inovasi adaptasi iklim.
“Saya mengundang Fakultas Pertanian dan Perikanan yang punya inovasi AI, climate, atau apa pun. Anda boleh hubungi melalui saluran media sosial saya. Silakan konsultasi urusan pertanian,” tuturnya.
