JAKARTA – Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) merilis kajian terhadap kondisi wabah Corona COVID-19 yang tengah melanda dunia, terutama Indonesia saat ini.
PAPDI menyampaikan, jika teori herd immunity diterapkan di Indonesia, populasi yang berisiko terinfeksi COVID-19 akan berjumlah fantastis. Herd immunity akan berdampak pada kematian massal kelompok usia produktif hingga hilangnya sebuah generasi.
Kajian tersebut disampaikan oleh PAPDI pada Ketua Gugus Tugas Percepatan Pengendalian Covid-19 dan Ketua PB IDI melalui sebuah surat resmi tertanggal 27 Maret 2019.
Pengurus Besar PAPDI beralasan angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) Global dunia tercatat rata-rata sebesar 4,3 persen, sebagian besar mengenai usia lanjut 8-15 % dan pasien dengan diiringi penyakit penyerta seperti kardiovaskular 10,5 persen, diabetes 7,8 %, penyakit paru kronis 6.3% persen, hipertensi 6 persen, kanker 5.6 % persen dan penyakit autoimun.
Di Indonesia saat ini angka laju kematian karena covid-19 mencapai 7-9% membuat Indoensia termasuk dalam deretan Negara-negara dengan kematian angka tertinggi di dunia.
Kondisi tersebut membuat populasi yang berisiko terinfeksi melalui herd immunity akan berjumlah besar.
Pada kenyataannya, Covid-19 bisa berakibat fatal pada usia produktif. Di Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa 60 persen pasien Covid-19 berada di kelompok usia produktif. Dan kelompok usia itu juga tidak terlepas dari risiko kemungkinan perburukan yaitu ARDS (Acute Respirotory Distress Syndrome).
“Dampaknya adalah peningkatan jumlah kematian. kematian massal ini bisa terjadi di kelompok usia produktif sehingga mengakibatkan hilangnya sebuah generasi,” tulis PAPDI dalam rilisnya.
Kajian PAPDI, berangkat dari Teori Herd Immunity, mengatakan akan terjadi lonjakan kasus kematian apabila tidak ada usaha untuk memutus mata rantai penyebaran virus tersebut. PAPDI berangkat dari kenyataan hingga saat ini belum ada vaksin anti-virus untuk Covid-19.
Teory Herd Immunity dan Hilangnya Sebuah generasi
Herd Immunity adalah kekebalan yang didapatkan komunitas akibat infeksi virus. Kekebalan ini akan menyebabkan virus mati dengan sendirinya karena secara komunitas tidak ada lagi yang bisa diinfeksi.
Diketahui Herd immunity atau juga dikenal dengan imunitas kawanan didefinisikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sebagai situasi di mana proporsi populasi yang cukup kebal terhadap penyakit menular (melalui vaksinasi dan/ atau antibodi dari infeksi sebelumnya) membuat penyebarannya dari orang ke orang menjadi lambat bahkan bisa berhenti.
Artinya, di mana ada suatu kekebalan kawanan atau herd immunity yang berasal dari vaksinasi atau yang sudah terinfeksi dan dapat sembuh, akan lebih sedikit orang yang bisa terinfeksi, karena penyebaran virus dari orang ke orang cukup sulit.
Kekebalan kelompok (herd immunity) adalah solusi terakhir dan skenario paling buruk untuk menangani COVID-19 dengan risiko yang besar karena banyaknya jumlah infeksi yang dibutuhkan untuk membentuk kekebalan, kata peneliti mikrobiologi Sugiyono Saputra.
“Herd immunity adalah skenario terburuk sebetulnya, jangan sampai kita terinfeksi semua karena biaya perawatan bisa menjadi lebih mahal,” kata peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dikutip dari Antara.
Menurut dia, memang dalam teori herd immunity atau kekebalan kelompok atau komunitas membuat kemungkinan virus menginfeksi akan semakin kecil ketika tercipta keadaan di mana banyak orang yang sudah memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu
Kekebalan seseorang dapat muncul jika dia sudah pulih dari infeksi penyakit atau lewat intervensi medis lewat vaksinasi.
Menurut situs Kementerian Kesehatan sendiri herd immunity menimbulkan dampak tidak langsung (indirect effect) yaitu turut terlindunginya kelompok masyarakat yang bukan merupakan sasaran imunisasi dari penyakit yang bersangkutan atau dengan semakin kecilnya kemungkinan berkontak dengan orang yang terinfeksi.
Namun, herd immunity membutuhkan jumlah orang yang terinfeksi dan sembuh dalam jumlah besar dan untuk kasus virus yang belum terdapat vaksinnya seperti COVID-19 hal itu akan menimbulkan risiko besar.
“Lebih baik saat ini mendorong pencegahan jangan sampai tertular, jangan sampai kita menunggu sakit lalu terus kebal,” kata dia