
Ilustrasi Undang-undang Penjaminan
Oleh : Diding S Anwar
Ketua Bidang Penjaminan RGC FIA Universitas Indonesia
PP No. 47 Tahun 2024 adalah langkah strategis untuk menstabilkan UMKM melalui restrukturisasi kredit dan pembiayaan. Kebijakan ini bertujuan menciptakan ekosistem yang mendukung pemulihan ekonomi, terutama bagi sektor UMKM. Namun, manfaatnya dipertanyakan, apakah benar dirasakan secara merata oleh seluruh UMKM?
Di sisi lain, dampaknya terhadap Jamkrida (Perusahaan Penjaminan Daerah sebagai BUMD) dan industri penjaminan menunjukkan potensi ancaman serius.
Hilangnya hak subrogasi, yang selama ini menjadi darah segar industri penjaminan, menciptakan tekanan besar pada Jamkrida yang bergantung pada APBD. Ketiadaan dukungan konkret seperti Penyertaan Modal Negara (PMN) atau skema pembagian risiko yang adil semakin memperburuk situasi. Izin, tulisan ini mengupas implikasi PP 47 Tahun 2024 yang, meski menyehatkan perbankan dan melindungi UMKM, justru membebani sektor penjaminan.
Solusi strategis berupa insentif fiskal, penguatan regulasi, dan dukungan pemerintah menjadi kunci agar kebijakan ini tidak menjadi bumerang bagi Jamkrida dan industri penjaminan.
Penjaminan kredit merupakan instrumen vital untuk memperluas akses pembiayaan bagi UMKM dan sektor ekonomi lainnya. Sesuai amanat UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan, ekosistem penjaminan yang sehat membutuhkan kehadiran Perusahaan Penjaminan Ulang (Re-Guarantee) sebagai pelindung terakhir bagi perusahaan penjaminan seperti Jamkrida dan Lembaga Penjamin sejenisnya.
Perusahaan penjaminan ulang berperan penting dalam mengelola risiko berlebih, memperkuat struktur modal, dan menjaga keberlanjutan industri penjaminan di tengah ketidakpastian ekonomi. Namun, hingga saat ini, kehadiran Perusahaan Penjaminan Ulang di Indonesia belum terealisasi.
Di tengah tekanan yang dihadapi Jamkrida akibat hilangnya hak subrogasi dan keterbatasan modal, langkah strategis untuk membangun dan memperkuat Lembaga atau Perusahaan Re-Guarantee menjadi semakin mendesak.
Analisis kritis terhadap dampak PP 47 Tahun 2024 sekaligus menegaskan pentingnya reformasi kebijakan penjaminan yang inklusif dan berkeadilan.
Perspektif kebijakan PP No. 47 Tahun 2024 memunculkan beberapa tantangan signifikan bagi keberlanjutan Jamkrida dan industri penjaminan.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2024 mengatur penghapusan piutang macet bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan tujuan utama mendukung keberlanjutan usaha di sektor ini. PP ini mencakup berbagai sektor seperti pertanian, perikanan, dan industri kreatif. Penghapusan utang dilakukan dengan kriteria tertentu untuk menghindari moral hazard dan memastikan penerima manfaat benar-benar yang membutuhkan. Kredit yang dapat dihapuskan harus sudah dihapus dari pembukuan sebelumnya oleh lembaga keuangan terkait, sehingga debitur dapat memperbaiki catatan mereka di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dan mendapatkan kembali akses pembiayaan
Namun, kebijakan ini memunculkan beberapa tantangan, termasuk potensi ketidakjelasan kriteria seleksi dan risiko penyalahgunaan. Para ahli juga menyoroti pentingnya transparansi untuk mengurangi kesalahpahaman di masyarakat dan memastikan implementasi yang adil serta tepat sasaran
Dalam konteks industri penjaminan seperti Jamkrida, PP ini dapat berdampak pada portofolio penjaminan karena berkurangnya kredit bermasalah pada UMKM. Namun, skema ini juga dapat mengurangi risiko penjaminan di masa depan karena debitur dengan riwayat buruk mendapatkan kesempatan untuk memulai kembali
Untuk keberlanjutan industri penjaminan, perlu sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan, dan perusahaan penjaminan guna memastikan dukungan kebijakan ini sejalan dengan mitigasi risiko keuangan secara menyeluruh.
- Hilangnya Hak Subrogasi. Subrogasi, yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan utama Jamkrida, hilang dalam skema baru ini. Sebagai pengganti, beban risiko justru dipindahkan sepenuhnya kepada perusahaan penjaminan tanpa ada jaminan pengembalian risiko.
- Ketergantungan Modal pada APBD. Jamkrida sangat bergantung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terbatas, sementara perbankan mendapatkan dukungan signifikan melalui PMN dari APBN. Hingga kini, Jamkrida belum pernah menikmati dukungan PMN dari pemerintah pusat.
Kebijakan OJK
Kebijakan OJK lebih terfokus pada penyelamatan perbankan tanpa memberikan perhatian yang setara kepada Jamkrida dan Industri Penjaminan, padahal keduanya merupakan mitra strategis yang saling membutuhkan.
Ketimpangan fokus kebijakan, OJK cenderung memprioritaskan penyelamatan dan stabilitas sektor perbankan melalui regulasi seperti restrukturisasi kredit dan insentif kepada bank, sementara peran Jamkrida dalam mendukung penyaluran kredit UMKM kurang mendapat perhatian. Padahal, Jamkrida adalah penghubung utama yang menjamin kelayakan kredit UMKM yang sering dianggap berisiko oleh perbankan.
Minimnya dukungan terhadap likuiditas Jamkrida, banyak Jamkrida menghadapi keterbatasan modal yang membatasi kemampuan mereka menjamin kredit dalam jumlah besar. Sementara itu, kebijakan untuk memperkuat likuiditas bank melalui berbagai skema tidak diikuti dengan kebijakan serupa bagi Jamkrida.
Kurangnya akses terhadap fasilitas khusus: Bank sering mendapatkan bantuan likuiditas melalui skema pemerintah atau bank sentral, tetapi fasilitas serupa jarang diperuntukkan bagi industri penjaminan.
Regulasi yang belum komprehensif, industri penjaminan sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup dalam regulasi keuangan, yang cenderung berfokus pada bank dan lembaga keuangan besar lainnya. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan dalam pengawasan, perlindungan, dan pengembangan institusi penjaminan seperti Jamkrida.
Potensi konflik dengan kebijakan PP No. 47/2024, dengan adanya kebijakan penghapusan utang UMKM, Jamkrida berpotensi menghadapi dampak negatif jika peran mereka tidak dilibatkan secara proporsional. Penghapusan utang yang mengabaikan keterlibatan Jamkrida dalam penjaminan dapat melemahkan kepercayaan terhadap skema penjaminan itu sendiri.
Kurangnya sinergi antara Perbankan dan Penjaminan, OJK belum secara optimal mendorong sinergi yang lebih erat antara bank dan Jamkrida. Hal ini menyebabkan Jamkrida sulit mendapatkan pengakuan sebagai mitra strategis dalam menyalurkan kredit UMKM, padahal penjaminan mereka dapat mengurangi risiko bagi bank.
Rekomendasi untuk OJK
- Mengintegrasikan Kebijakan: Kebijakan yang mendukung perbankan perlu secara eksplisit mencakup skema dukungan bagi Jamkrida dan lembaga penjaminan lainnya untuk menciptakan ekosistem yang seimbang.
- Penguatan Modal: Mendorong penguatan modal untuk Jamkrida melalui skema PMN atau kemitraan dengan lembaga lain, sejalan dengan yang diterapkan pada bank.
- Regulasi Khusus: Menyusun regulasi yang secara khusus mengatur peran Jamkrida dalam mendukung UMKM dan mendorong sinergi dengan perbankan.
- Monitoring dan Evaluasi: Menilai dampak kebijakan terhadap semua mitra strategis, termasuk Jamkrida, untuk memastikan keberlanjutan ekosistem keuangan secara menyeluruh.
Dengan memperbaiki ketidakseimbangan ini, OJK dapat mendukung pengembangan sektor penjaminan sebagai pilar yang sejajar dengan perbankan dalam mendukung inklusi keuangan di Indonesia.
Pentingnya Perusahaan Penjaminan Ulang
Di tengah tantangan ini, kehadiran Perusahaan Penjaminan Ulang menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan Industri Penjaminan. Perusahaan penjaminan memiliki keterbatasan dalam jumlah risiko yang dapat mereka tanggung. Dengan adanya re-guarantee, mereka dapat berbagi risiko dengan perusahaan lain, memungkinkan mereka untuk menangani proyek atau penjaminan dalam skala yang lebih besar tanpa membahayakan stabilitas keuangan.
Diversifikasi Risiko, Re-guarantee membantu perusahaan penjaminan untuk mendistribusikan risiko mereka ke pasar global. Ini mengurangi dampak negatif jika terjadi klaim besar atau serangkaian klaim dalam satu sektor tertentu.
Menjaga Stabilitas Keuangan, dalam situasi di mana klaim yang harus dibayar besar atau terjadi secara tiba-tiba, perusahaan re-guarantee membantu memastikan bahwa perusahaan penjaminan tetap solvabel (mampu memenuhi kewajiban keuangannya). Ini sangat penting untuk mempertahankan kepercayaan para pemangku kepentingan, termasuk klien dan regulator.
Mendorong pertumbuhan industri penjaminan, dengan berbagi risiko melalui re-guarantee, perusahaan penjaminan dapat lebih agresif dalam mengeksplorasi pasar baru, menciptakan produk inovatif, atau memperluas layanan mereka ke sektor-sektor yang sebelumnya dianggap terlalu berisiko.
Re-guarantee meningkatkan kredibilitas. Perusahaan penjaminan yang memiliki dukungan dari perusahaan re-guarantee cenderung lebih dipercaya oleh klien dan mitra bisnis. Hal ini karena dukungan reasuransi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki langkah mitigasi risiko yang kuat.
Adanya kepatuhan regulasi. Di banyak yurisdiksi, regulator mengharuskan perusahaan penjaminan untuk memiliki cadangan risiko tertentu. Re-guarantee membantu perusahaan penjaminan memenuhi persyaratan ini dengan lebih mudah, sehingga tetap patuh terhadap regulasi yang berlaku.
Re-Guarantee mengurangi dampak risiko sistemik. Dalam industri penjaminan, kegagalan satu perusahaan besar dapat memicu dampak sistemik yang mengganggu stabilitas pasar secara keseluruhan. Re-guarantee membantu mengurangi kemungkinan hal ini dengan menyebarkan risiko secara lebih luas.
Alternatif Solusi Strategis
Untuk memastikan PP 47 Tahun 2024 tidak menjadi ancaman bagi Industri Penjaminan, berikut langkah strategis yang dapat dipertimbangkan Pemerintah dan OJK:
Mekanisme risiko yang adil, pengembalian hak subrogasi. Revisi aturan untuk menjamin hak subrogasi bagi Jamkrida sebagai kompensasi atas risiko yang ditanggung. Risk–sharing agreement, pembagian risiko antara perbankan, Jamkrida, dan Pemerintah untuk menghindari beban sepihak.
Dukungan modal untuk Jamkrida agar dapat berfungsi secara optimal dan berkelanjutan, dukungan modal yang memadai menjadi salah satu aspek kunci. Pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Jamkrida merupakan langkah strategis yang bertujuan memperkuat peran Jamkrida dalam mendukung inklusi keuangan, terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Pemberian PMN kepada Jamkrida dari APBN adalah investasi strategis untuk memperkuat ekosistem penjaminan dan mendukung inklusi keuangan. Dengan perencanaan, implementasi, dan pengawasan yang tepat, langkah ini dapat memperbesar kontribusi Jamkrida dalam mendukung UMKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
Alternatif pembiayaan dengan kerja sama Lembaga Keuangan Internasional atau Donor untuk mendukung operasional Jamkrida.
Peran OJK yang Lebih Proaktif
Pengawasan Seimbang, kebijakan yang memastikan keseimbangan perlakuan antara Perbankan dan Industri Penjaminan.
Evaluasi berkala, memonitor dampak PP 47 terhadap Jamkrida untuk mencegah kerugian besar di masa depan.
Insentif bagi Jamkrida
Keringanan Pajak dan Subsidi Operasional: Langkah ini penting untuk mengurangi beban keuangan Jamkrida. Penguatan Regulasi: Melindungi Industri Penjaminan dari risiko berlebihan melalui pengaturan yang lebih ketat.
Pembentukan Perusahaan Penjaminan Ulang
Pemerintah sebaiknya segera merealisasikan amanat UU No. 1 Tahun 2016 dengan mendirikan Perusahaan Penjaminan Ulang untuk memperkuat ekosistem penjaminan. Lembaga ini dapat berfungsi sebagai mitra strategis dalam manajemen risiko dan stabilisasi keuangan sektor penjaminan.
Referensi Pedoman untuk Kebijakan
- UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan mengamanatkan pembentukan sistem penjaminan yang terintegrasi, termasuk Re-Guarantee.
- UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK memberikan arah penguatan sektor keuangan, termasuk penjaminan.
- POJK No. 2/POJK.05/2017 mengatur tata kelola Lembaga Penjaminan dan dapat menjadi dasar revisi kebijakan terkait subrogasi.
Praktik Internasional
Korea Credit Guarantee Fund (KODIT): Contoh sukses mekanisme Penjaminan dengan dukungan Pemerintah.
Studi World Bank dan OECD: Penguatan kapasitas Penjaminan di negara berkembang.
APBN dan RAPBN
Analisis alokasi PMN untuk BUMN dapat menjadi pembanding bagi Industri Penjaminan, PP No. 47 Tahun 2024 adalah langkah penting untuk menyelamatkan UMKM dan menyehatkan perbankan. Namun, tanpa dukungan konkret untuk Jamkrida, Industri Penjaminan, dan pembentukan Perusahaan Penjaminan Ulang, kebijakan ini berpotensi menjadi bumerang. Pemerintah dan OJK sebaiknya segera bertindak melalui regulasi, insentif fiskal, dan pembagian risiko yang adil. Keberlanjutan Industri Penjaminan dan stabilitas UMKM harus menjadi prioritas dalam implementasi kebijakan ini.
Fastabiqul khairat
Berlomba lombalah dalam kebaikan.
Aamiin Ya Rabbal Alamin.