
Ketika Jaminan Bukan Lagi Soal Tabungan Saja
Reformasi sistem keuangan nasional telah memasuki babak strategis baru. Lahirnya Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU P2SK) menjadi penanda pentingnya era perlindungan menyeluruh dalam lanskap keuangan Indonesia.
Salah satu gebrakan Undang-undang ini adalah penunjukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai operator ganda:
- Menjamin simpanan nasabah bank
- Menjamin polis asuransi masyarakat
Langkah ini tidak hanya memperluas mandat kelembagaan, tapi juga menegaskan negara hadir penuh dalam melindungi keuangan rakyat, baik dalam bentuk uang tunai di bank, maupun janji proteksi dalam polis asuransi.
Jejak Historis LPS: Dari Krisis ke Kepercayaan
LPS bukan pemain baru. LPS didirikan melalui UU No. 24 Tahun 2004 pasca krisis 1998, LPS lahir dari pengalaman pahit sektor perbankan yang kolaps akibat lemahnya jaminan dan tata kelola.
Sejak itu, LPS telah melindungi simpanan nasabah di bank konvensional dan syariah, menangani bank gagal lewat resolusi yang cepat dan tepat dan menjadi bagian penting dalam menjaga stabilitas keuangan nasional.
Perannya diperluas lewat UU No. 9 Tahun 2016 (PPKSK) yang menempatkannya dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), hingga kini, UU P2SK membawa LPS ke level berikutnya: masuk ke sektor asuransi yang selama ini kurang perlindungan struktural.
UU P2SK & Mandat Baru: LPS Menjamin Polis
Pasal 312–316 UU P2SK memberikan LPS mandat baru, yaitu:
- Menjamin polis asuransi masyarakat Indonesia
- Menyusun regulasi turunan, sistem pelaporan, dan iuran premi dari perusahaan asuransi
- Membayar klaim polis jika perusahaan asuransi gagal bayar
- Menyelesaikan roadmap LPP (Lembaga Penjamin Polis) paling lambat tahun 2028
Langkah ini bukan tiba-tiba. Gagasan LPP telah lama tertuang dalam UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, tepatnya pada Pasal 53, namun mandek dalam implementasi.
Kini, UU P2SK mengakselerasi eksekusinya.
Putusan MK atas Pasal 251 KUHD: Pukulan Bagi Otoritarianisme Polis.
Tambahan amunisi datang dari Putusan Mahkamah Konstitusi No. 32/PUU-XIX/2021.
MK menyatakan Pasal 251 KUHD, yang selama ini menjadi celah bagi perusahaan asuransi membatalkan polis secara sepihak, tidak lagi konstitusional.
Artinya:
- Polis adalah kontrak yang mengikat dua arah
- Pemegang polis tidak bisa semena-mena dikesampingkan
Putusan ini memperkuat fondasi perlindungan hukum dan menjadikan LPP sebagai pelindung last resort yang sah secara konstitusional.
Mengapa Harus LPS? Ini Alasannya:
1. Teruji dalam Krisis:
LPS sudah memiliki pengalaman menghadapi krisis bank dan menangani pembayaran klaim simpanan.
2. Infrastruktur Siap Pakai:
Sistem pelaporan, risk-based premium, dan basis data LPS bisa direplikasi untuk asuransi.
3. Lebih Efisien daripada Membentuk Lembaga Baru:
Tak perlu membangun lembaga dari nol, lebih hemat, cepat, dan terpercaya.
4. Kredibilitas di Mata Publik:
Kepercayaan masyarakat terhadap LPS sudah tinggi, tinggal diperluas ke sektor asuransi yang selama ini krisis kepercayaan.
LPP: Pilar Baru Perlindungan Keuangan Nasional
Tujuan jangka panjang dari kehadiran LPP di bawah LPS sangat strategis:
- Melindungi Konsumen Asuransi dari risiko gagal bayar
- Menghidupkan kembali kepercayaan masyarakat pada industri asuransi
- Menstabilkan sistem keuangan dari risiko sistemik yang tersembunyi
- Mendorong tata kelola asuransi yang lebih transparan & adil
Standarisasi Polis: Jangan Sampai Terlambat Lagi
Namun jaminan tak berarti jika polis asuransi tetap “abu-abu” dan timpang.
Maka, perlu:
- Polis standar nasional yang disetujui regulator (OJK).
- Pemetaan risiko per produk.
- Klasifikasi polis yang dijamin dan tidak dijamin.
Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal keadilan sosial. Ketika orang membayar premi, mereka berhak atas perlindungan, bukan pasal karet.
Menuju Keuangan yang Aman, Adil, dan Berkeadilan
Transformasi LPS menjadi operator ganda adalah simbol negara yang tak lagi setengah hati melindungi warganya di sektor keuangan.
Ini juga pesan moral bagi industri:
“Hadirnya jaminan tidak berarti memanjakan pelaku usaha, tapi membangun sistem yang membuat semua pihak, terutama masyarakat, tidur lebih tenang.”
Selama roadmap LPP dijalankan dengan transparansi, akuntabilitas, dan melibatkan partisipasi masyarakat, Indonesia berpeluang menjadi pionir negara berkembang dengan dua sistem jaminan menyeluruh:
Jaminan simpanan dan jaminan polis.
Referensi Hukum dan Regulasi
1. UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
2. UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
3. UU No. 9 Tahun 2016 tentang PPKSK
4. UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK
5. Putusan MK No. 32/PUU-XIX/2021 (Pasal 251 KUHD)
6. Dokumen LPS, OJK, dan roadmap operasionalisasi LPP (2024–2028)
Fastabiqul khairat
Berlomba lombalah dalam kebaikan.
Diding S. Anwar
Ketua Komite Tetap Penjaminan, Perasuransian, dan Dana Pensiun KADIN Indonesia Bidang Fiskal, Moneter, Industri Keuangan (FMIK).