
Tiga Serangkai Guru, founding fathers AJB Bumiputera 1912 yakni M Ng Dwidjosewojo, MKH Soebroto, serta M. Adimidjoyo.
“Hari Guru di Indonesia dan Dunia: Belajar dari Tradisi, Penghormatan, Sejarah Perjuangan Guru, dan Pendirian AJB Bumiputera 1912”
Titik Air Mata Presiden Prabowo Subianto: Lambang Penghormatan kepada Guru.
Pada perayaan Hari Guru Nasional 2024, Presiden Prabowo Subianto meneteskan air mata saat mengungkapkan penghormatannya terhadap para guru. Momen ini menjadi simbol penting tentang penghormatan yang tulus dan mendalam terhadap jasa para pendidik. Presiden Prabowo, yang dikenal dengan ketegasannya, menunjukkan sisi emosionalnya yang jarang terlihat, saat mengenang peran guru dalam membentuk karakter bangsa. Air mata beliau bukan hanya sebagai simbol pribadi, tetapi juga sebagai representasi dari rasa hormat bangsa terhadap guru, yang selalu berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa dan meletakkan dasar-dasar kemajuan negara.
Titik air mata tersebut bukanlah sebuah kelemahan, melainkan tanda bahwa penghormatan kepada guru harus datang dari dalam hati, sebagai pengakuan atas dedikasi dan pengorbanan mereka. Dalam konteks ini, momen tersebut juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga martabat guru dan meningkatkan kesejahteraan mereka sebagai landasan untuk menciptakan generasi penerus yang berkualitas.
Guru adalah pelita dalam kegelapan, penuntun generasi menuju kemajuan, dan pondasi kemaslahatan umat. Di Indonesia, Hari Guru Nasional yang diperingati setiap 25 November menjadi momentum penting untuk mengenang jasa mereka. Namun, penghormatan terhadap guru tak berhenti pada perayaan formal; ia berakar dari sejarah perjuangan panjang, termasuk ikhtiar tiga guru yang turut mendirikan AJB Bumiputera 1912, yang juga berjuang demi kesejahteraan rakyat Indonesia saat masa penjajahan.
Di dunia, tradisi Hari Guru memiliki bentuk yang beragam, mengajarkan kita pentingnya menghormati guru tidak hanya setahun sekali, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Izin, tulisan ini mengeksplorasi nilai penghormatan kepada guru dari perspektif global, sejarah perjuangan bangsa, serta kontribusi guru dalam mendirikan lembaga yang penting dalam perekonomian Indonesia.
Guru adalah pilar utama pembangunan bangsa. Dalam perjalanan hidup, mereka tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk karakter, membangun mentalitas, dan menanamkan nilai-nilai kehidupan.
Di Indonesia, Hari Guru Nasional menjadi ajang untuk mengenang jasa mereka. Namun, sejarah perjuangan guru dalam menggapai kesejahteraan rakyat sebelum kemerdekaan menyimpan pelajaran berharga. Benchmark dari berbagai negara dan narasi historis ini memberikan perspektif baru untuk lebih menghargai para pendidik.
Selain peran mereka dalam dunia pendidikan, para guru juga turut berkontribusi dalam mendirikan lembaga keuangan yang menggerakkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah AJB Bumiputera 1912. Perusahaan ini memiliki sejarah panjang, dimulai dari perjuangan Tiga Guru; MKH Sobroeto, M.Ng Dwidjosewojo (Juga Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Boedi Oetomo), serta M. Adimidjojo yang bertekad untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, terutama dalam menyediakan akses keuangan dan asuransi.
Sejarah Perjuangan Guru di Indonesia: Dari PGHB ke PGRI dan Mendirikan AJB Bumiputera 1912.
Perjuangan guru di Indonesia tak bisa dipisahkan dari sejarah panjang ikhtiar pendidikan di masa penjajahan. Sebelum kemerdekaan, guru bukan hanya berperan sebagai pendidik, tetapi juga pejuang yang melawan ketidakadilan dan ketertinggalan yang diakibatkan oleh kolonialisme. Salah satu organisasi guru yang memulai langkah besar ini adalah Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang kemudian menjadi cikal bakal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Garis Besar Historis dan Kronologis Perjuangan Guru PGHB:
Pembentukan PGHB (1912): Didirikan oleh sekelompok guru pribumi pada era Hindia Belanda. Tujuan awalnya adalah memperjuangkan hak dan kesejahteraan guru, termasuk peningkatan upah dan status sosial.
Perjuangan Melawan Diskriminasi:
Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, perjuangan guru dalam melawan diskriminasi terjadi dalam berbagai bentuk, baik itu dalam dunia pendidikan, maupun dalam kehidupan sosial secara umum. Guru pada masa itu memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan, meskipun mereka juga menghadapi banyak tantangan dan diskriminasi yang berasal dari sistem kolonial yang diterapkan oleh pemerintah Belanda.
Di bawah penjajahan Belanda, pendidikan di Indonesia sangat diskriminatif dan terbagi berdasarkan kelas sosial dan etnis. Ada tiga sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial:
- Onderwijs voor de Europeanen (Pendidikan untuk Eropa): Hanya untuk orang Eropa dan keturunannya. Pendidikan ini diberikan secara gratis dan sangat berkualitas, bahkan sampai ke jenjang pendidikan tinggi.
- Inlandse Schoolen (Sekolah untuk Pribumi): Pendidikan yang diberikan kepada rakyat Indonesia (pribumi) sangat terbatas dan tidak merata. Kurikulumnya dirancang untuk menghambat perkembangan intelektual mereka, dengan tujuan agar mereka tetap menjadi tenaga kerja yang patuh dan tidak menuntut kemerdekaan.
- Hoger Onderwijs voor de Chinezen (Pendidikan Tinggi untuk Tionghoa): Meskipun sedikit lebih maju dibandingkan dengan sistem untuk pribumi, pendidikan untuk orang Tionghoa di Indonesia tetap terpisah dan diskriminatif.
Guru pribumi saat itu menghadapi diskriminasi besar-besaran. Gaji mereka jauh lebih rendah dibandingkan dengan guru Eropa, meskipun tugas dan tanggung jawabnya sama.
Kiprah 3 Guru Pelopor PGHB dalam Mendirikan AJB Bumiputera 1912:
Tiga Guru yang mendirikan AJB Bumiputera 1912.
Sosok Tiga Serangkai Tokoh Guru dan Harapan UU Usaha Bersama
Pengabdian dan jasa para guru diperingati bersamaan dengan HUT Persatuan Guru Republin Indonesia (PGRI) yang terbentuk pada 25 November 1945 atau 100 (seratus) hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Sebelum PGRI, perkumpulan ini bernama Persatoean Goeroe Goeroe Hindia Belanda (PGHB) yang didirikan pada tahun 1912. Kemudian pada tahun 1932 PGHB diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Pada Kongres pertama Guru Indonesia pada 24-25 November 1945 di Surakarta, Jawa Tengah dengan hasil kongres salah satunya mengesahkan terbentuk PGRI. Sebagai bentuk penghormatan pada para guru, Pemerintah RI menetapkan hari lahir PGRI sebagai Hari Guru Nasional.
AJBB 1912 lahir sebagai bentuk keprihatinan “Tiga Serangkai Tokoh Guru” atas nasib para guru pribumi.
Founding Fathers kelahiran Perusahaan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 adalah M. Ng. Dwidjosewojo, MKH Soebroto dan M Adimidjojo. AJBB 1912 lahir 4 (empat) tahun setelah Kebangkitan Nasional 1908. Perusahaan ini adalah alat perjuangan bangsa yang begitu gagah berani di tengah tengah perjuangan bangsa dalam menghadapi penjajah.
Dwijosewojo yang berprofesi sebagai guru dan sekretaris PGHB, juga ikut mendirikan Boedi Oetomo dan menjabat sebagai Sekretaris Pengurus Besar Boedi Oetomo. Beliau adalah tokoh guru yang disegani bangsa pribumi dan dihormati bangsa Hindia Belanda.
Didorong oleh keprihatian yang mendalam terhadap nasib para guru bumiputera, bersama Adimidjojo dan Soebroto, Dwidjosewojo menemukan fakta ternyata sistem proteksi asuransi sudah dijalankan dalam sistem gotong royong yang berlaku di masyarakat pribumi.
Ketiganya menggalang dana dan mengorganisir lembaga yang pada awalnya bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. AJB Bumiputera 1912 didirikan sebagai lembaga yang bertujuan menyediakan produk asuransi yang dapat membantu masyarakat dalam menghadapi risiko kehidupan, termasuk dalam hal kesehatan dan pendidikan.
Melalui lembaga ini, mereka meletakkan dasar penting dalam dunia asuransi di Indonesia yang tidak hanya berfokus pada keuntungan, tetapi juga pada kesejahteraan sosial masyarakat.
Transformasi menjadi PGRI (1945):
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, PGHB berubah menjadi PGRI untuk mempertegas komitmen mendukung perjuangan bangsa. PGRI aktif dalam mendukung perjuangan fisik dan diplomasi Indonesia, termasuk menggalang dukungan internasional untuk kemerdekaan.
Warisan Semangat Guru untuk Bangsa:
Guru tidak hanya mengajar di kelas, tetapi juga menyadarkan rakyat tentang pentingnya kemerdekaan, kesetaraan, dan keadilan.
Benchmark Hari Guru di Berbagai Negara, berikut gambaran bagaimana negara-negara lain merayakan atau menghormati guru:
Amerika Serikat (Teacher Appreciation Week): Dirayakan di minggu pertama bulan Mei. Fokusnya pada apresiasi individu dan penghargaan informal, seperti kartu ucapan atau hadiah kecil.
India (5 September): Menghormati Dr. Sarvepalli Radhakrishnan, presiden dan filsuf India. Kegiatan meliputi doa dan acara budaya di sekolah.
China (10 September): Guru menerima penghormatan melalui hadiah simbolis dari siswa.
Jepang: Tidak memiliki Hari Guru formal, tetapi budaya Jepang menunjukkan penghormatan yang mendalam kepada profesi ini dalam kehidupan sehari-hari, seperti kursi khusus di kereta dan hak istimewa di toko.
Thailand (16 Januari): Hari libur nasional dengan doa bersama untuk guru.
QS Al-Quran dan Hadis Tentang Guru
QS. Al-Mujadilah (58:11):
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Makna: Guru adalah agen perubahan yang meninggikan derajat umat melalui ilmu.
Teladan: Nabi Muhammad SAW sangat menghormati orang-orang yang menyebarkan ilmu.
Hadis Riwayat Tirmidzi: “Sesungguhnya Allah, para malaikat, penghuni langit dan bumi, hingga semut di lubangnya dan ikan di lautan, bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.”
Makna: Guru adalah pewaris para nabi dalam menyampaikan kebaikan.
Refleksi untuk Indonesia
Dari sejarah perjuangan guru dan benchmark negara lain, beberapa hal yang dapat diambil adalah, mengintegrasikan budaya penghormatan. Seperti di Jepang, penghormatan kepada guru dapat diwujudkan dalam kebiasaan sehari-hari.
Meningkatkan kesejahteraan guru: Inspirasi dari PGHB menunjukkan bahwa kesejahteraan guru adalah pondasi keberhasilan pendidikan.
Merayakan Hari Guru dengan Refleksi: Menggunakan momentum ini untuk mengingat kembali perjuangan dan jasa guru sepanjang sejarah.
Inspirasi:
Guru adalah penjaga peradaban.
Mereka membangun generasi yang akan membawa bangsa menuju kejayaan.
Dari sejarah PGHB hingga praktik penghormatan guru di Jepang, kita belajar bahwa guru layak mendapatkan penghormatan lebih dari sekadar perayaan formal.
Mari kita jadikan penghormatan kepada guru sebagai bagian dari budaya bangsa yang mendalam, untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Menghargai guru, baik di Indonesia maupun dunia, dengan refleksi mendalam terhadap sejarah dan nilai penghormatan yang terus relevan hingga masa yang akan datang.
Wallahu A’lam Bhisawab.
Hanya Allah SWT Yang Maha Mengetahui Kebenaran Yang Sesungguhnya.
Fastabiqul khairat
Berlomba lombalah dalam kebaikan.
Aamiin Ya Rabbal Alamin.
Disusun Oleh:
Diding S Anwar
Ketua Bidang Penjaminan RGC FIA Universitas Indonesia