Jakarta – Usulan kenaikan tarif ojek online (ojol) zona Jabodetabek 2.500/kilometer (km), Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi pada Jumat (7/2) kemungkinan kenaikan tersebut hanya terjadi di wilayah Jabodetabek dan belum belum di daerah.
Tak hanya itu, para sopir atau driver tarif taksi online juga mengusulkan naik. Usulan tersebut dikarenakan sudah 3 tahun merasa belum ada kenaikan masih diangka yang lama. Namun usulan itu saat ini sedang dibahas oleh Kemenhub.
“Nampaknya yang butuh kenaikan hanya Jabodetabek. Untuk daerah nampaknya nggak naik, tarif mereka nampaknya masih feasible,” ujar Budi Setiyadi di kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Jakarta Pusat.
Budi mengatakan untuk mengakomodir usulan tersebut pihaknya akan memberikan kewenangan tarif diatur gubernur. Hanya saja memang butuh waktu karena akan mengubah Peraturan Menteri.
“Untuk permintaan kewenangan gubernur, akan diakomodir di PM 12 tapi perlu waktu karena kan hubungannya dengan PM, bisa jadi di dalam PM 12 ditambahkan satu norma gubernur melakukan penghitungan,” ungkap Budi.
Direktur Angkutan Jalan Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Ahmad Yani mengatakan bahwa para driver ojol meminta tarif batas bawah menjadi Rp 2.500/kilometer (km) dari sebelumnya Rp 2.000/km.
Yani menyebutkan tarif tersebut masih akan dibahas dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), karena tarif ojol menyangkut dengan kemampuan masyarakat untuk membayar.
“Tapi Rp 2.500 belum didiskusikan ke YLKI, karena mereka yang lihat dari sisi masyarakat, sehingga ada titik temunya,” kata Yani.
Dia menambahkan apabila ada kenaikan tarif terlalu tinggi, takutnya ojol bisa-bisa ditinggal penumpang.
“Masalahnya kalau naik sekian aja, bisa aja ada perpindahan dari ojek online. Yang jelas kita mau supaya titik temu pas,” ungkap Yani.
Sementara itu Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, YLKI menyoroti bahwa kenaikan tarif ojol belum layak dilakukan.
“Paska kenaikan Sept 2019, juga belum pernah ada review terhadap pelayanan. Kenapa Kemenhub hanya mempertimbangkan kepentingan driver ojol saja untuk kenaikan tarif, tetapi tidak memerhatikan kepentingan pelayanan bagi konsumen, khususnya dari aspek safetynya”, kata Tulus dalam siaran persnya.
Kita tahu kenaikan tarif ojol baru dilakukan pada September 2019 yang lalu. Baru 3-4 bulan yang silam.
“Respon Menhub untuk mereview lagi tarif ojol, secara regulasi tidak salah. Sebab ternyata dalam Kepmenhub No. 348/2019, tarif ojol bisa dilakukan evaluasi per tiga bulan sekali! Hadduuuh, cepat amat per tiga bulan sekali? Lah, tarif Transjakarta saja sejak 2004 belum pernah dinaikkan. Tarif angkutan umum yang resmi saja juga tidak semudah itu dinaikkan. Kenapa untuk tarif ojol yang nota bene bukan angkutan resmi malah akan dievaluasi per 3 bulan? Ada apa nih?”, ungkap Tulus.
YLKI berpendapat bahwa kenaikan tarif ojol belum layak dilakukan, dengan berbagai pertimbangan.
“Dalam waktu 3 bulan itu paska kenaikan, belum ada dinamika eksternal yang secara signifikan berpengaruh terhadap biaya operasional ojol. Harga BBM juga tidak naik, kurs rupiah stabil.. (stabil tingginya).”, imbuhnya.
Tulus juga menambahkan bahwa alasan iuran BPJS Kesehatan naik juga tidak relevan, sebab pihak aplikator tidak menanggung BPJS Kesehatan pada drivernya, karena hanya dianggap sebagai mitra.
“jadi, tidak ada alas an untuk menaikkan tariff ojol dalamwaktu dekat. Pendapatan driver ojol juga dipengaruhi oleh kebijakan aplikatornya yang jor-joran merekrut member baru, tanpa mempertimbangkan suplay and demand yang ada. Kenapa Kemenhub tidak bisa mengatur hal yang demikian”, tambahnya.
YLKI meminta sebaiknya Kemenhub tidak terlalu fokus dengan masalah ojol tetapi meminggirkan fungsi utamanya agar mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum masal, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta;
Dengan alasan-alasan seperti di atas, YLKI menolak wacana Kemenhub untuk menaikkan tarif ojol karena sangat tidak fair bagi kepentingan konsumen. Bahkan YLKI meminta Kemenhub untuk merevisi ketentuan pentarifan ojol yang bisa dievaluasi per 3 (tiga) bulan menjadi per 6 (enam) bulan sekali. Jeda waktu 3 bulan adalah sangat pendek.