
AJB Bumiputera
Perusahaan asuransi tertua di Indonesia Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 terus mengupayakan pembayaran seluruh klaim nasabah yang belum terbayarkan hingga pada akhir 2019, total tunggakan klaim mencapai Rp4,2 triliun.
Berdasarkan dokumen untuk mengurai outstanding claim angka Rp4,2 triliun itu pun akan membengkak seiring dengan adanya potensi klaim sebesar Rp5,4 triliun pada 2020. Sedangkan per desember 2019 kondisi keuangan deficit mencapai 23 triliun. Nilai defisit tersebut berpotensi melebar seiring dengan adanya potensi peningkatan outstanding claim pada tahun ini.
Jumlah tersebut terus membengkak dari 1997, saat satu-satunya asuransi mutual tersebut mencatatkan defisit Rp2,6 triliun.
Perusahaan asuransi tertua di Indonesia Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 menyusun mekanisme pembayaran klaim melalui sistem antrian diperkirakan selesai pada Februari 2020. Para nasabah akan mendapatkan nomor antrian setelah melakukan pengajuan klaim
Baca Juga :Kas Kosong Melompong, Pempol AJB Bumiputera Antri Sampai Kapan
Asuransi Bumiputera Komitmen Bayar Klaim Pemegang Polis
Daftar polis outstanding claim sampai dengan 31 Desember 2019, mekanisme pembayaran klaim akan dibuatkan nomor antrean berdasarkan kantor wilayah. Penomorannya sesuai dengan jenis klaim berdasarkan tanggal pengajuan klaim.
Adapun klaim setelah 1 Januari 2020, secara otomatis akan masuk nomor antrian klaim setelah gelombang awal. Jika terdapat pengajuan klaim pada tanggal yang sama, maka yang didahulukan adalah klaim dengan nominal terkecil hingga terbesar.
dilansir dari bisnis.com, Dirman menjelaskan bahwa nasabah tetap harus mengajukan klaim ke kantor cabang meskipun klaimnya telah jatuh tempo sehingga urutan pembayaran klaim tidak akan berdasarkan urutan jatuh tempo dari klaim setiap nasabah. Seluruh jenis klaim harus diajukan oleh pemegang polis atau ahli waris.
“Sekarang kami lagi inventarisir seluruh klaim outstanding dengan segala macam parameter yang menjadi pertimbangan dalam menentukan nomor antrean, utamanya tanggal pengajuan, jenis, dan nominal klaim,” ujar Dirman, Jumat (31/1).
Dalam dokumen tersebut tertulis bahwa sumber pendanaan utang klaim berasal dari premi lanjutan bisnis lama, hasil penjualan atau Kerja Sama Operasional (KSO) properti, hasil investasi aset finansial, dividen anak perusahaan, divestasi aset finansial, keuntungan bisnis portofolio baru, dan sumber pendanaan lainnya.
Melalui dokumen tersebut, direksi menjelaskan strategi pengalokasian dana dari premi lanjutan portofolio lama secara nasional. Sebanyak 10 persen dana akan dialokasikan untuk biaya operasional. Lalu, 10 persen lainnya untuk pembayaran klaim darurat, klaim program Sobat, dan klaim yang telah dijanjikan oleh manajemen klaim.
Kemudian, 80 persen dana dialokasikan untuk pembayaran klaim dana escrow untuk masing-masing kantor wilayah. Adapun, sisa dana escrow yang tidak habis digunakan untuk membayar klaim akan tetap menjadi dana escrow di masing-masing jenis klaim.
Bumiputera pun sedang menyiapkan sistem pendukung mekanisme antrean agar nasabah dapat memantau perkembangan pengajuan klaim. Dia memproyeksikan pembuatan mekanisme tersebut akan masuk tahap final pada awal Februari 2020.
Namun, pihaknya tidak dapat menjanjikan waktu pembayaran klaim kepada nasabah karena Bumiputera mengalami tekanan finansial. Dia hanya menjanjikan bahwa begitu terdapat dana, maka uang tersebut akan langsung dibayarkan kepada nasabah.
Kini untuk pengawasan terhadap Bumiputera terbilang kompleks karena selama ini, belum terdapat payung hukum khusus bagi asuransi mutual. Hingga akhirnya pada penghujung 2019, Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 87 Tahun 2019 untuk memberikan titik terang dalam penanganan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912
Komisaris Independen AJB Bumiputera 1912 (AJBB), Diding S. Anwar mengatakan PP No 87 tahun 2019 tertanggal 26 Desember 2019 tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama (UBER) atau Mutual, harus segera diimplementasikan.
“Jelas pada Pasal 121 ayat 1 sampai 4 yang berkaitan Perubahan Anggaran Dasar menyebutkan RUA wajib menetapkan perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak PP ini diundangkan tanggal 26 Desember 2019 dan telah masuk Lembaran Negara RI,” kata Diding S Anwar, Senin (3/2/2020).